Tautan-tautan Akses

Pandemi COVID-19 Sebabkan Kemunduran Pada Upaya Perangi TB


Sebuah klinik perawatan pasien TB, HIV dan Hepatitis C di Yangon, Myanmar (foto: dok).
Sebuah klinik perawatan pasien TB, HIV dan Hepatitis C di Yangon, Myanmar (foto: dok).

Menjelang Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia pada 24 Maret, para dokter memperingatkan kemajuan dalam perang global melawan penyakit tersebut, mengalami kemunduran lebih dari satu dekade akibat pandemi virus corona.

Kajian lembaga Stop TB Partnership, menunjukkan di sembilan negara dengan prevalensi TB yang tinggi - termasuk Bangladesh, India, Indonesia, Myanmar, Pakistan, Filipina, Afrika Selatan, Tajikistan dan Ukraina - diagnosis dan pengobatan rata-rata turun 23 persen. Stop TB Partnership adalah organisasi nirlaba yang disponsori oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa.

Direktur Eksekutif lembaga itu, Dr. Lucica Ditiu, mengatakan perang melawan TB telah mundur 12 tahun. “Ini berdampak pada semua upaya, serta anggaran kita, seluruh upaya setiap orang. Pada dasarnya kita kembali ke titik awal saat itu,” kata Ditiu kepada VOA.

Hari TB Sedunia pada 24 Maret menandai hari ketika ilmuwan Jerman Robert Koch pada tahun 1882 mengumumkan penemuan bakteri penyebab tuberkulosis. Bakteri itu masih menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia akibat penyakit yang mudah menular itu. Ada satu vaksin untuk melawan TB, tetapi tingkat efektifitasnya pada orang dewasa terbatas.

Tuberkulosis membunuh 1,4 juta orang di seluruh dunia pada 2019. Laporan dari Stop TB Partnership mengatakan pada 2020, 'COVID-19 secara global melampaui TB sebagai penyebab kematian paling utama dari penyakit menular, tetapi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, kematian akibat TB tetap jauh lebih tinggi dibandingkan dengan COVID-19. Dengan bertambahnya jumlah orang yang divaksinasi COVID-19, jumlah kematian COVID-19 menurun sementara TB akan terus membunuh sekitar 4.000 orang setiap hari.'

Seperti COVID-19, tuberkulosis adalah penyakit paru-paru, meskipun disebabkan oleh bakteri, bukan virus. “Banyak orang yang menangani TB - dokter, perawat, petugas kesehatan, penyedia - dialihkan dari TB pada COVID,” kata Ditiu.

Bangsal rumah sakit yang digunakan untuk pasien TB dengan cepat diubah menjadi unit darurat COVID-19. Ketika negara-negara memberlakukan penutupan wilayah untuk melawan pandemi, diagnosis dan pengobatan TB sangat terimbas.

Sementara itu, Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa mengatakan jumlah kematian mingguan akibat pandemi COVID-19 telah meningkat untuk pertama kalinya dalam tujuh minggu.

Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan jumlah kasus global juga telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir, dan menegaskan kembali seruannya kepada negara-negara maju untuk berbuat lebih banyak guna membantu ketersediaan vaksin di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah melalui program yang didukung PBB yang dikenal sebagai COVAX.

Komentar tersebut disampaikan dalam pertemuan lima pemimpin organisasi-organisasi PBB dan internasional terkemuka di dunia, yang diselenggarakan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Ngozi Okonjo-Iweala, pimpinan WTO yang baru, menyerukan peningkatan produksi vaksin melalui upaya berbagi teknologi dan pengetahuan. [my/lt]

XS
SM
MD
LG