Tautan-tautan Akses

Pakar: 'Lockdown' terkait COVID Mungkin Perparah Penindasan China di Xinjiang, Tibet


Petugas polisi berdiri di pintu masuk luar Pusat Penahanan Urumqi No. 3 di Dabancheng di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang China barat pada 23 April 2021. (Foto: AP)
Petugas polisi berdiri di pintu masuk luar Pusat Penahanan Urumqi No. 3 di Dabancheng di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang China barat pada 23 April 2021. (Foto: AP)

Wabah baru COVID-19 di Xinjiang dan Tibet bulan ini telah mengubah dua wilayah perbatasan barat China menjadi zona-zona lockdown. Media China melaporkan, pihak berwenang membagi daerah yang terimbas COVID di daerah otonom itu menjadi zona berisiko tinggi, sedang, dan rendah.

Xinjiang melaporkan wabah COVID-19 pertamanya pada 31 Juli. Seminggu kemudian, Tibet mengumumkan beberapa orang telah tertular, pada 6 Agustus.

Hingga Kamis di Xinjiang, terdapat 329 wilayah berisiko tinggi, 138 berisiko sedang, dan 24 wilayah berisiko rendah. Pada hari yang sama, otoritas China di Tibet mengumumkan bahwa ada 346 wilayah berisiko tinggi dan 223 wilayah berisiko sedang.

Menurut tabloid yang berafiliasi dengan pemerintah, Global Times, otoritas lokal di Xinjiang dan Tibet menerapkan "manajemen statis" di daerah berisiko tinggi dan menengah.

Manajemen statis mengacu pada penerapan lockdown di area yang ditetapkan berisiko. Itu sebabnya diterapkan pembatasan perjalanan orang di luar rumah.

Menurut laporan Global Times pekan lalu, subvarian strain omicron dari luar China menyebabkan infeksi COVID-19 di Xinjiang dan Tibet. Namun, Radio Free Asia melaporkan pekan lalu bahwa infeksi baru di Xinjiang dan Tibet dibawa oleh turis domestik China yang mengunjungi wilayah tersebut.

Seorang warga Uyghur di Xinjiang yang meminta namanya tidak disebut karena takut akan pembalasan dari pemerintah China, mengatakan kepada VOA bahwa berdasar ketentuan manajemen statis, semua orang di gedung apartemen mereka dipindahkan ke lokasi yang tidak diketahui. [ka/ah]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG