Tautan-tautan Akses

Pakar Kesehatan: Kematian Powell Akibat COVID Tunjukkan Pentingnya Vaksinasi


Mantan menteri luar negeri AS Colin Powell tampak berjalan di atas panggung dalam sebuah seminar di Tokyo, Jepang, pada 18 Juni 2014. (Foto: AP/Eugene Hoshiko)
Mantan menteri luar negeri AS Colin Powell tampak berjalan di atas panggung dalam sebuah seminar di Tokyo, Jepang, pada 18 Juni 2014. (Foto: AP/Eugene Hoshiko)

Kematian mantan menteri luar negeri Colin Powell pada Senin (18/10) akibat komplikasi COVID-19 menunjukkan mengapa lebih banyak orang perlu divaksinasi, demikian kata pakar kesehatan.

Perjuangan Powell melawan kanker dan usianya yang lanjut menempatkan dirinya di dalam kategori yang paling rentan terinfeksi COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona yang mematikan itu. Para pakar mengatakan kelompok yang sangat rentan ini dapat meraih manfaat paling besar dengan begitu banyaknya vaksin yang tersedia.

Keluarga Powell mengatakan ia telah divaksinasi penuh, tetapi ia menderita myeloma, sejenis kanker darah yang menekan respon kekebalan tubuh. Baik penyakit maupun pengobatannya menyebabkan pasien memiliki sistem kekebalan yang lemah.

Tidak saja pasiennya menjadi lebih rentan terhadap berbagai jenis infeksi, tetapi sistem kekebalan mereka tidak merespon vaksin dengan baik. Kurang dari 50 persen dari pasien penderita myeloma yang divaksin memiliki respon kekebalan yang baik untuk melindungi mereka dari COVID-19, demikian temuan sebuah studi baru-baru ini, menurut ahli epidemiologi Celine Gounder dari New York University.

Warga yang telah berusia lanjut juga memiliki risiko kemungkinan meninggal akibat COVID-19 lebih besar dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Powell sendiri telah berusia 84 tahun.

Pasien seperti Powell memiliki risiko yang cukup tinggi jika virus COVID-19 yang menginfeksinya telah menyebar secara luas, demikian kata Whitney Robinson, seorang ahli epidemiologi di University of North Carolina di Chapel Hill.

“Ketika kita tidak bisa menurunkan tingkat penularan, orang paling rentan, (termasuk diantaranya) yang berusia lanjut, orang yang kekebalannya terganggu (immunocompromised), atau orang yang tidak beruntung, yang tubuhnya tidak bisa mengembangkan sebuah respon kekebalan yang kuat lewat vaksin, mereka membayar mahal (akan hal ini),” katanya.

Cara terbaik untuk mengusahakan tingkat penularan yang rendah, adalah lewat lebih banyak vaksinasi.

“Powell kemungkinan tidak terkena virus itu seandainya kita semua punya sebuah vaksin dengan tingkat efikasi tinggi,” demikian kata profesor hukum kesehatan publik Lawrence Gostin dari Georgetown University.

“Itulah sebabnya kita harus mengakhiri penyebaran informasi yang salah” yang menyebabkan banyak orang tidak mau divaksinasi.

Usaha vaksinasi di Amerika mengalami kemandekan dan ditentukan sebagian besar oleh sikap partisan. Kebanyakan simpatisan Partai Republik (sebesar 58 persen) sudah divaksinasi, tetapi kelompok ini juga memiliki proporsi yang mengatakan mereka tidak mau divaksinasi (sebanyak 23 persen), demikian temuan jajak pendapat yang dilakukan Yayasan Kaiser Family.

Simpatisan Partai Republik lebih besar kemungkinan akan mengatakan kepada lembaga jajak pendapat bahwa vaksin itu tidak efektif sebagaimana dijanjikan. Seorang penulis di Daily Beast memposting sebuah klip video dari presenter Fox News Will Cain yang memanfaatkan kematian Powell untuk mengecam efektivitas dari vaksin.

Sebaliknya, 90 persen simpatisan Partai Demokrat mengatakan bahwa mereka sudah divaksinasi, dan hanya empat persen yang mengatakan mereka tidak mau divaksinasi. (jm/em)

XS
SM
MD
LG