Tautan-tautan Akses

Organisasi Pengawas Media Minta Pakistan Tidak Deportasi Lebih dari 200 Jurnalis Afghanistan


Jurnalis Afghanistan menghadiri konferensi pers mantan Presiden Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, 13 Februari 2022. (Foto: AP)
Jurnalis Afghanistan menghadiri konferensi pers mantan Presiden Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, 13 Februari 2022. (Foto: AP)

Sebuah organisasi pengawas media internasional mendesak Pakistan untuk tidak mendeportasi lebih dari 200 jurnalis Afghanistan yang meninggalkan tanah air mereka setelah Taliban merebut kembali kendali pada Agustus 2021, menyusul mundurnya pasukan Amerika Serikat (AS) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dari negara itu.

Permohonan Wartawan Tanpa Tapal Batas (Reporters Without Borders) ini muncul seminggu setelah Pakistan melancarkan tindakan keras terhadap orang asing yang tidak memiliki dokumen, termasuk sekitar 1,7 juta warga Afghanistan yang mengungsi di sana.

Tindakan keras ini dimulai pada 1 November setelah berakhirnya masa tenggang selama sebulan bagi orang asing yang tidak terdaftar untuk keluar secara sukarela. Hampir 270.000 warga Afghanistan telah kembali ke rumah mereka untuk menghindari penangkapan dan pengusiran paksa. Mereka termasuk beberapa orang yang telah tinggal di Pakistan hingga empat dekade.

Beberapa dari mereka mengatakan bahwa mereka tidak pernah mendaftar ke badan pengungsi PBB karena pihak berwenang Pakistan ramah, dan mereka tidak membayangkan bahwa mereka akan diminta untuk pergi dalam waktu singkat.

Faiz, seorang jurnalis dan aktivis, meninggalkan kampung halamannya di Afghanistan ke Pakistan setelah Taliban mengambil alih negara tersebut pada 2021. (Foto: AP)
Faiz, seorang jurnalis dan aktivis, meninggalkan kampung halamannya di Afghanistan ke Pakistan setelah Taliban mengambil alih negara tersebut pada 2021. (Foto: AP)

Warga Afghanistan yang masih berada di Pakistan termasuk sekitar 200 jurnalis serta sekitar 25.000 warga Afghanistan yang menunggu untuk direlokasi ke AS di bawah program pengungsi khusus.

Berdasarkan peraturan AS, pemohon harus terlebih dahulu pindah ke negara ketiga – dalam hal ini Pakistan – agar kasus mereka dapat diproses.

Kedutaan Besar AS di Islamabad telah memberikan surat kepada para pemohon untuk melindungi mereka dari deportasi, tetapi pihak berwenang Pakistan mengatakan surat tersebut tidak memiliki nilai hukum.

Reporters Without Borders mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Senin (6/11) bahwa beberapa jurnalis Afghanistan di Pakistan “telah menjadi sasaran pelecehan dan pemerasan oleh polisi Pakistan, penangkapan sewenang-wenang, dan menghadapi prosedur pengajuan visa yang tidak pernah berakhir.”

Organisasi itu mengatakan, beberapa dari mereka telah mengungkap informasi sensitif di Afghanistan dan mencari perlindungan di Pakistan demi keamanan.

“Mendeportasi mereka kembali ke Afghanistan jelas akan membuat mereka menghadapi bahaya besar. Kami menyerukan kepada pemerintah Pakistan untuk tidak menangkap mereka dan menjamin perlindungan dan keamanan mereka di Pakistan,” kata Reporters Without Borders.

Pihak berwenang Pakistan mengatakan mereka tidak akan mengusir jurnalis Afghanistan yang menghadapi ancaman di dalam negeri, tetapi mereka hanya akan mempertimbangkan kasus “jurnalis yang benar-benar bekerja.”

Banyak jurnalis Afghanistan kehilangan pekerjaan setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban. Jurnalis perempuan menghadapi kesulitan tambahan di rumah karena larangan kerja dan pembatasan perjalanan yang diberlakukan oleh Taliban.

Pembatasan terhadap jurnalis di Afghanistan telah menuai kritik dari kelompok-kelompok HAM internasional.

Pada Mei. PBB mengatakan intimidasi, ancaman dan serangan terhadap jurnalis Afghanistan oleh Taliban tidak dapat diterima. Selama pemerintahan Taliban sebelumnya pada akhir tahun 1990an, mereka melarang sebagian besar televisi, radio, dan surat kabar di negara tersebut.

Reporters Without Borders menempatkan Afghanistan pada peringkat 152 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia terbaru. [ab/uh]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG