Tautan-tautan Akses

Muslim AS Pilih 'Home Schooling' untuk Pendidikan Agama Anak-anak


Anak-anak muslim bermain menjelang salat Magrib pada bulan Ramadan di Manhattan, New York, 3 Juni 2017.
Anak-anak muslim bermain menjelang salat Magrib pada bulan Ramadan di Manhattan, New York, 3 Juni 2017.

Banyak keluarga Muslim di Amerika ingin anak-anak mereka mendapat pendidikan agama Islam di sekolah. Namun pendidikan agama, apalagi Islam, tidak masuk dalam kurikulum pendidikan. Pilihan mereka, satu di antaranya, adalah sekolah rumah.

Keluarga Muslim di Amerika sering kesulitan memilih sekolah bagi pendidikan anak-anak mereka. Satu pertimbangan yang paling mendasar adalah pendidikan agama-- termasuk Islam - tidak termasuk dalam kurikulum sekolah. Padahal mereka ingin anak-anak mereka bisa belajar membaca Quran dan dapat menerapkan ajaran-ajaran Islam.

Keluarga Shakir di Northville, Michigan, menemukan solusi bagi masalah mereka itu, yakni home schooling atau sekolah rumah -- metode pendidikan alternatif yang dilakukan di rumah, di bawah pengarahan orang tua atau tutor pendamping, dan tidak dilaksanakan di tempat formal seperti di sekolah negeri, sekolah swasta, atau di institusi pendidikan lainnya dengan model kegiatan belajar yang terstruktur dan kolektif.

“Nama saya Shadia Shakir. Profesi saya pengacara dan biasanya menerima klien pada malam hari. Saat ini saya menyekolahkan anak saya di rumah. Anak tertua saya sudah pada jenjang pendidikan setingkat SMA,” kata Shakir.

Raneem Haque, putri bungsu Shakir, tidak keberatan dengan keputusan orang tuanya.

“Ibu saya mengajarkan sebagian besar mata pelajaran. Ketika dia mengajar, dia benar-benar membantu saya,” kata Haque.

Hannah Shraim, 17 tahun (tengah) berbincang dengan teman-teman sekelasnya di SMU Northwest di Germantown, 10 Mei 2016. (Foto: AP/Ilustrasi)
Hannah Shraim, 17 tahun (tengah) berbincang dengan teman-teman sekelasnya di SMU Northwest di Germantown, 10 Mei 2016. (Foto: AP/Ilustrasi)

Tidak semua mata pelajaran bisa diajarkan di rumah. Raneem Haque dan kakaknya harus pergi ke perpustakaan untuk menemui salah satu guru mereka.

“Tiga kali seminggu kami pergi ke perpustakaan, di mana anak-anak saya bertemu guru bahasa mereka. Mereka melakukan aktivitas seperti halnya di sekolah umum. Saya dan suami saya sepakat untuk membiarkan anak-anak mengejar cita-cita sesuai minta mereka. Satu hal yang kami harapkan adalah mereka menjadi pemikir yang kritis. Ya, itulah harapan kami,” kata Shakir.

Apa perbedaan mendasar yang diajarkan Shakir dan suaminya terhadap anak-anak mereka dibanding sekolah-sekolah umum.

“Kami berusaha menggabungkan pendidikan agama, dan kajian Alquran. Sesuatu yang yang tidak dapat dilakukan pada sekolah tradisional sesuai keinginan kami,” tutur Shakir.

Bagi Shakir dan suaminya, mendengar anak-anak mereka membaca Alquran di rumah memberikan kedamaian tersendiri.

“Ketika Alquran dibacakan, yang terdengar adalah suara yang penuh melodi dan indah. Yang membahagiakan, anak saya ingin Alquran menjadi fokus pendidikannya.Sungguh mengejutkan bahwa ia tertarik. Saya berharap ia terus mempertahankan minatnya tersebut,” kata Shakir.

Raneem Haque mencontohkan surat Alquran yang menjadi kegemarannya.

“Surat favorit saya An-Nasr,” ujar Raneem

Anak-anak membawa bendera Amerika melewati petugas kepolisian New York dalam pawai tahunan Hari Muslim di New York, 24 September 2017. (Foto: REUTERS/Stephanie Keith)
Anak-anak membawa bendera Amerika melewati petugas kepolisian New York dalam pawai tahunan Hari Muslim di New York, 24 September 2017. (Foto: REUTERS/Stephanie Keith)

Menurut Shakir, anak-anaknya perlu mempelajari Alquran.

“Bagi Muslim, kami salat lima kali sehari. Kami membacakan sebagian dari Alquran saat melaksanakannya. Mempertimbangkan hal itu, saya pikir, manfaat yang diperoleh dari sekolah rumah jauh lebih besar dari sekolah tradisional,” papar Shakir.

Tentu tidak semua materi dikuasai Shakir dan suaminya. Karena itu, mereka mempekerjakan seseorang yang secara khusus mengajarkan anak-anak mereka cara membaca Alquran dengan benar.

Shakir dan suaminya mengaku tidak mudah menyelenggarakan sekolah rumah, namun mereka bertekad terus melaksanakannya.

”Saran saya untuk mereka yang ingin menyekolahkan anak-anak mereka di rumah, saya akan bilang pada mereka ‘Ini tidak mudah’, tapi siapapun dapat melakukannya jika memang benar-benar menginginkannya,” kata Shakir.

“Hal lain yang saya ingin sarankan pada mereka adalah sekolah rumah tidak bisa diterapkan pada semua anak. Jadi mereka harus benar-benar mempertimbangkan apa yang sesuai dengan anak mereka, apa yang mereka butuhkan, dan kemudian berusaha menyesuaikan,” tambahnya.

Sekolah rumah semakin populer di AS. Departemen Pendidikan AS mencatat, jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2003, tercatat ada 1,3 juta anak Amerika yang mengenyam pendidikan lewat sekolah rumah, dan pada 2007 angkanya meningkat menjadi 1,5 juta. Pada 2018, angka itu melambung menjadi 2,3 juta. [ab]

XS
SM
MD
LG