Tautan-tautan Akses

Meski Diprotes, Garam Impor Tetap Masuk ke Indonesia


Para petani garam lokal merasa terpukul dengan membanjirnya garam impor yang membuat pendapatan mereka turun drastis (foto: dok).
Para petani garam lokal merasa terpukul dengan membanjirnya garam impor yang membuat pendapatan mereka turun drastis (foto: dok).

Wakil Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengatakan, butuh koordinasi antar kementerian agar posisi petani garam tidak semakin sulit.

Di Jakarta, hari Selasa (20/9), Wakil Ketua GINSI Erwin Taufan berpendapat, seharusnya antara kementerian kelautan dan perikanan, kementerian perdagangan serta kementerian perindustrian bisa saling koordinasi dengan baik soal kebijakan impor garam yang akhir-akhir dibicarakan banyak kalangan. Menurutnya perlu data akurat soal stok garam nasional saat ini agar pemerintah memiliki satu suara sebelum meyimpulkan dibutuhkannya atau tidak kebijakan impor garam.

“Berada untuk kepentingan secara nasional, secara umum, kalau memang importasi itu salah bukan berarti mendidiknya itu dengan cara memberangus. Kan sayang juga, kenapa nggak misalnya disita oleh negara, (dan) dipakai untuk kepentingan nasional,” ujar Erwin Taufan.

Erwin Taufan menambahkan perselisihan beberapa kementerian terkait kebijakan impor garam juga pada kenyataannya belum mampu mengubah nasib para petani garam.

“Ini kan pemerintah semua, lucu kadang-kadang kita ini, itu peraturan untuk kuota dan peraturan untuk importasi itu ada di industri dan perdagangan, kenapa sih mereka ini tidak duduk bersama, berbagi, kenapa musti ribut-ribut?,” ujar Erwin Taufan lagi.

Erwin Taufan menambahkan, jika (pemerintah) ingin membantu petani garam, yang paling dibutuhkan adalah peningkatan teknologi pengolahan garam agar hasil yang didapat mampu bersaing dengan garam impor. Ia mengingatkan dana untuk memberdayakan petani garam sudah dianggarkan pemerintah yang seharusnya sampai ke pihak petani garam.

“Yang menjadi soal kualitas petani punya itu jelek karena dia masih tradisional masih di pasir tidak di keramik atau yang seharusnya dia belum boleh dipanen, dia di panen karena takut nanti tergerus hujan atau ombak , jadi masih muda dan bentuknya jadi coklat, konsumen kan milih yang terbaik nih, kalau dia dapat yang putih dan bersih, bagaimana caranya meningkatkan kualitas para petani dan bagaimana caranya memberikan masukan kepada petani ‘ini lho yang benar’, kan ada tuh dana dari pemerintah dan itu pun tidak tepat sasaran,” kata Erwin lagi.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad kembali menyampaikan protes karena garam impor tetap datang ke Indonesia terutama dari India dan Australia.

Fadel mengatakan, “impor garam sebulan sebelumnya dan dua bulan waktu panen, sekarang orang lagi panen sebagian tapi impor begini banyak membuat harga itu hancur, kalau harga itu hancur, rendah, garam-garam rakyat tidak mampu diserap dengan harga pemerintah, tidak benar garam-garam disini tidak produksi tapi tidak mampu menyerap dengan harga itu, saya bilang ada sesuatu yang salah.”

Kementerian perdagangan dalam siaran pers yang dikeluarkan beberapa waktu lalu menegaskan Indonesia masih akan mengimpor garam agar kebutuhan nasional sebesar 1,4 juta ton terpenuhi. Kementerian perdagangan yang mendapat dukungan dari kementerian perindustrian khawatir jika musim penghujan tiba maka produksi garam akan turun drastis sehingga impor dibutukan.

Sementara itu untuk menekan maraknya garam impor masuk ke Indonesia, kementerian kelautan dan perikanan berencana menambah anggaran untuk pengembangan usaha garam rakyat tahun ini dari Rp 96 milyar menjadi sekitar Rp 150 milyar.

Dari anggaran tersebut Rp 76 milyar diantaranya dalam bentuk bantuan langsung masyarakat yang ditargetkan mampu menjangkau sekitar 15 ribu petambak garam. Sisa anggaran untuk berbagai kegiatan agar produksi garam rakyat dapat terus meningkat.

XS
SM
MD
LG