Tautan-tautan Akses

Menlu AS Sebut Kekerasan Terhadap Rohingya 'Pembersihan Etnis'


Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson di Gedung Putih, Washington DC, 20 November 2017.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson di Gedung Putih, Washington DC, 20 November 2017.

Menteri Luar Negeri Amerika Rex Tillerson mengatakan aksi kekerasan terhadap warga Muslim-Rohingya di Myanmar adalah “pembersihan etnis”.

"Setelah menganalisa fakta-fakta secara hati-hati dan menyeluruh, jelas bahwa situasi di bagian utara Rakhine merupakan pembersihan etnis terhadap Rohingya,” kata Tillerson melalui sebuah pernyataan tertulisnya, Rabu (22/11).

Pernyataan tertulis itu disampaikannya setelah tekanan dari para anggota Kongres Amerika dan kelompok-kelompok HAM internasional selama beberapa pekan ini supaya pemerintah Trump memastikan posisinya dalam krisis yang telah memaksa ratusan ribu warga Muslim-Rohingya mengungsi dari Myanmar.

Menteri Luar Negeri Rex Tillerson menyampaikan keprihatinannya atas penderitaan warga Muslim-Rohingya itu dalam lawatan resmi pertamanya ke Myanmar pekan lalu. Dalam kunjungan itu Tillerson tidak menyebut krisis Rohingya sebagai pembersihan etnis.

“Saya pikir sebuah penyelidikan independen akan membantu kita semua memahami beberapa aspek situasi – yang menurut saya – sangat kompleks,” kata Tillerson saat itu.

Namun, dalam pernyataan tertulis yang dirilis hari Rabu, Tillerson mengatakan kekejaman terhadap warga Muslim-Rohingya jelas merupakan “pembersihan etnis”.

Dalam beberapa bulan ini lebih dari 600 ribu warga etnis Muslim-Rohingya telah melarikan diri dari rumah mereka di negara bagian Rakhine setelah serangan oleh kelompok pemberontak Agustus lalu memicu penumpasan brutal oleh militer Myanmar.

Para pengungsi yang tinggal di kamp-kamp di negara tetangganya Bangladesh menuduh tentara Myanmar telah memperkosa, melakukan pembunuhan massal dan menghancurkan desa-desa. Militer Myanmar telah berulangkali menyangkal tudingan itu.

Dalam pertanyaan hari Rabu, Tillerson mengatakan, “Tidak ada provokasi yang bisa menjustifikasi (membenarkan) kekejaman mengerikan yang telah terjadi."

Ia mengingatkan bahwa pemerintah Amerika bisa memberlakukan hukuman dan sanksi baru terhadap mereka yang bertanggungjawab atas kekerasan tersebut.

Direktur Eksekutif Kampanye Internasional Bagi Rohingya Simon Billenness mengatakan, “Saya pikir ini benar-benar penting, bahwa tentara Myanmar telah berkomitmen melakukan tindakan pembersihan etnis terhadap warga Muslim-Rohingya. Tindakan-tindakan itu memiliki konsekuensi dalam bentuk sanksi terhadap para perwira militer Myanmar, tindakan mereka dan juga komandan di lapangan yang melakukan kekejaman ini.”

Pemimpin de facto Aung San Suu Kyi telah mendapat tekanan dari sejumlah anggota Kongres Amerika untuk meminta pertanggungjawaban militer Myanmar. Senator fraksi Demokrat Richard Durbin dari negara bagian Illinois mengatakan.

“Ia memiliki posisi sebagai pemimpin, tetapi ia jauh dari pemimpin kuat yang dibutuhkan negara itu. Mereka dalam transisi dari kendali militer ke demokrasi. Sudah hampir dua tahun mereka melakukan transisi ini, tetapi Suu Kyi seharusnya jauh lebih kuat dan siap menghadapi kekejaman di dalam negaranya sendiri itu.’’

Kongres sedang mempertimbangkan sejumlah langkah, termasuk pemberlakuan sanksi untuk mengakhiri krisis yang dihadapi warga Muslim-Rohingya. [em/al]

XS
SM
MD
LG