Tautan-tautan Akses

Melania Trump Hormati 10 Penerima Penghargaan Perempuan Pemberani


Ibu Negara AS, Melania Trump dan Menlu AS, Mike Pompeo berpose dengan penerima penghargaan dalam perayaan International Women of Courage (IWOC) di kantor Departemen Luar Negeri AS di Washington, 7 Maret 2019.
Ibu Negara AS, Melania Trump dan Menlu AS, Mike Pompeo berpose dengan penerima penghargaan dalam perayaan International Women of Courage (IWOC) di kantor Departemen Luar Negeri AS di Washington, 7 Maret 2019.

Ibu negara AS Melania Trump dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, Kamis malam (7/3), memberikan penghormatan kepada 10 perempuan yang tahun ini menerima penghargaan Perempuan Pemberani Internasional. Salah seorang penerima penghargaan itu, Naw K'nyaw Paw dari Myanmar menceritakan pengalaman pribadinya mengenai bagaimana ia – dan seperti banyak perempuan lain di Mynamar – bertahan menghadapi kebrutalan yang dilakukan oleh pasukan militer negara itu.

Sepuluh perempuan dianugerahi penghargaan Perempuan Pemberani Internasional oleh Departemen Luar Negeri AS, dan Ibu Negara Melania Trump secara khusus menyampaikan terima kasih kepada perempuan-perempuan tersebut.

"Perempuan-perempuan yang kami anugerahi penghargaan hari ini adalah simbol keberanian. Mereka adalah para penyokong HAM di wilayah-wilayah yang paling berbahaya di dunia, dan mereka mendobrak stereotipe berbasis jender demi kebaikan banyak orang,” kata Melania.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo juga memberikan penghormatan dengan mengatakan bahwa ada banyak perempuan seperti para penerima penghargaan itu yang memiliki keberanian yang mungkin tidak akan pernah dihargai.

"Ibu saya juga perempuan pemberani, dan ia dilahirkan di kawasan pedesaan di Kansas. Ia membantu memenuhi kebutuhan keluarga sementara membesarkan tiga anaknya. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, namun memastikan setiap anaknya memiliki peluang besar untuk maju.”

Nyaw K'nyaw Paw, salah seorang penerima penghargaan, telah berusaha selama hidupnya mendukung komunitas-komunitas etnis yang terpaksa mengungsi karena perang saudara yang telah berlangsung selama puluhan tahun di Myanmar.

Ia dilahirkan di kamp pengungsi dan menghabiskan masa kanak-kanaknya di kamp-kamp pengungsi.

"Bayangkan Anda mengirim anak perempuan Anda yang berusia enam tahun ke sebuah desa di Thailand untuk bersekolah di sana karena desanya sendiri, di Myanmar, tidak aman. Bayangkan seorang bocah perempuan berusia 11 tahun kembali ke kampung halamannya dan menemukan desanya hancur dan tidak berpenghuni. Keluarganya hilang karena mungkin pergi mengungsi. Ia kemudian berkeliling dari satu tempat penampungan ke tempat penampungan lainnya untuk mencari keluarganya. Saya bocah perempuan berusia enam tahun itu, dan saya bocah perempuan berusia 11 tahun itu juga. Pada saat itu militer Myanmar membakar dan menghancurkan lebih dari 3500 desa di bagian tenggara Myanmar, serta membantai ribuan orang," kata K'nyaw Paw.

K'nyaw Paw mengatakan, militer Myanmar bertanggung jawab atas kekerasan brutal terhadap orang-orang Rohingya dan kelompok-kelompok etnis lain. Ia menyerukan masyarakat internasional untuk mengambil tindakan dan tidak melupakan para korban. [ab/lt]

XS
SM
MD
LG