Tautan-tautan Akses

Media China Ramalkan Reaksi Keras atas Pemindahan Kedutaan AS ke Yerusalem


Demonstran Palestina membakar bendera AS dalam aksi protes terhadap keputusan Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, di Beit El, Tepi Barat Kamis (7/12).
Demonstran Palestina membakar bendera AS dalam aksi protes terhadap keputusan Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, di Beit El, Tepi Barat Kamis (7/12).

Media pemerintah China meramalkan reaksi keras terhadap keputusan Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dalam apa yang disebut Beijing sebagai keputusan berisiko dan tidak bijaksana.

Beberapa editorial bahkan telah memperingatkan bahwa keputusan tersebut dapat menyebabkan bertambah banyak serangan teroris di wilayah AS, merugikan ekonomi Amerika dan hubungan antara Washington dan sekutunya di Timur Tengah. Keputusan itu menjadi berita utama CCTV sepanjang hari sebagai laporan panjang yang menggaris-bawahi keberatan Palestina dan betapa sedikitnya pihak yang mendukung keputusan tersebut, termasuk sekutu AS di Eropa. Laporan-laporan juga menyoroti ketidakstabilan dan ketidakpastian yang diduga akan terjadi di Timur Tengah akibat keputusan tersebut.

Editorial China

Sebuah editorial tajam berjudul "Trump Kicks the Hornets Nest, Again" (Trump Menyepak Sarang Lebah Lagi) di Global Times yang meramalkan bahwa "saat negara-negara Arab dan Islam membangun kembali, hasil (dari keputusan) ini akan drastis" dan menambahkan bahwa ini akan memberi ekstremis radikal “kesempatan langka.”

Editorial itu mengatakan melalui keputusan ini Trump telah membuktikan bahwa dia adalah "presiden yang berani" namun mencatat bahwa hal itu juga menimbulkan pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan presiden Trump selanjutnya. "Ketegangan yang timbul menjadi beban. Tampaknya dia benar-benar akan menggunakan kekuatan A.S. dan dengan tegas mereformasi tempat-tempat di dunia yang membuatnya tidak puas, termasuk Korea Utara" kata artikel tersebut.

"Jika Pyongyang menolak menghentikan uji coba nuklir dan misilnya, kemungkinannya bertambah besar Trump beralih ke angkatan bersenjata” katanya. Sebuah kolom opini di People’s Daily, harian edisi luar negeri yang didukung Partai Komunis, memperingatkan bahwa keputusan tersebut dapat berdampak pada hubungan AS dengan dunia Arab dan mengubah Organisasi Kerjasama Islam menjadi "kerjasama" hanya dalam nama. “Keputusan Trump akan meningkatkan pertengkaran antara Israel dan dunia Arab dan semakin merusak hubungan Arab Saudi dan Israel," kata artikel tersebut, menambahkan bahwa hal itu dapat memicu gelombang sentimen anti-Yahudi, Israel dan Amerika lainnya di kalangan kelompok ekstremis dan nasionalis.

Di media sosial, peringatan dan kekhawatiran tentang risikonya bahkan lebih gencar dan bervariasi. Ada yang berpendapat bahwa keputusan Trump berbahaya dan ditakdirkan hanya untuk menyulut kembali ketegangan di Timur Tengah dan Yerusalem. Seorang pengguna Weibo mengatakan bahwa keputusan tersebut seperti menyalakan korek api dekat tong mesiu, yang lain mengatakan keputusan itu telah membuka "Gerbang Neraka" di Timur Tengah. Sebagian bertanya-tanya apakah keputusan ini berkaitan dengan rencana perpajakan Trump di dalam negeri. Yang lain bertanya saat sudah sibuk dengan Korea Utara, bagaimana AS bisa menangani masalah Timur Tengah juga.

Tidak semua menentang keputusan Trump

Sebgian orang sepakat dengan posisi pemerintahan Trump bahwa setelah bertahun-tahun melakukan hal yang sama, sudah tiba saatnya untuk mencoba sesuatu yang baru. "Apakah itu Korea Utara atau Timur Tengah, logika Trump benar," tulis seorang pengguna media sosial.

Pengguna lain menyebut Trump seorang pemimpin pemberani yang tidak takut mengatakan apa yang sebenarnya, dan menyiratkan bahwa tindakan tersebut telah membuka "Era Baru untuk perdamaian di Timur Tengah." Namun penulis itu menambahkan bahwa dunia mengandalkan Israel untuk memastikan hal itu terjadi.

Meskipun kritik terhadap keputusan Trump cukup luas, beberapa analis berpendapat bahwa langkah tersebut dapat mendorong Israel untuk memberikan konsesi kepada Palestina. Presiden-presiden Amerika sebelumnya membiarkan status Yerusalem - tempat suci bagi agama Yahudi, Islam dan Kristen - diputuskan dalam negosiasi antara kedua belah pihak. Pemerintah China sendiri telah menyuarakan keprihatinan tentang kemungkinan eskalasi konflik di Timur Tengah dan dukungannya untuk penyelesaian sengketa secara damai.

Dalam sebuah konferensi pers reguler pada hari Kamis, juru bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang mengatakan bahwa China akan terus mendukung proses perdamaian Timur Tengah, menyerukan agar perundingan segera dimulai kembali. Geng juga kembali menyatakan dukungan China bagi rakyat Palestina untuk mendirikan sebuah negara merdeka dengan kedaulatan penuh berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya. [as]

XS
SM
MD
LG