Tautan-tautan Akses

Mantan TKI Yogyakarta Bersatu Bangun Daerah


Triyana, Ketua Paguyuban TKI Purna Tunas Jaya di kawasan wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Yogyakarta (Foto: VOA/Nurhadi)
Triyana, Ketua Paguyuban TKI Purna Tunas Jaya di kawasan wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Yogyakarta (Foto: VOA/Nurhadi)

Para Tenaga Kerja Indonesia dari Yogyakarta membentuk TKI Purna, sebuah organisasi para TKI yang telah selesai bekerja di luar negeri, dan memutuskan untuk tidak lagi merantau.

Bagi Triyana, menjadi TKI adalah pengalaman sekali seumur hidup. Menghabiskan waktu beberapa tahun di negeri orang, dijadikan sebagai sarana mencari modal. Hidupnya setelah itu harus dilewatkan di tanah kelahiran, dengan memanfaatkan tabungan hasil bekerja di negeri orang.

Bercerita kepada VOA, Triyana yang kini menjadi ketua paguyuban TKI Purna "Tunas Jaya", mengatakan tanah kelahirannya memiliki banyak potensi. Dulu, dia dan kawan-kawannya tidak memiliki modal dana untuk memanfaatkan potensi itu. Kini, bersama 112 mantan TKI yang tergabung dalam paguyuban itu, Triyana merintis berbagai bentuk usaha yang saling terkait. Kebetulan, desa Nglanggeran di Gunungkidul, tempat mereka tinggal, memiliki obyek wisata Gunung Api Purba yang kini mulai dikenal wisatawan.

“Dengan banyaknya kunjungan wisatawan, maka saya mengharapkan teman-teman TKI untuk membuat usaha baru, seperti disini sekarang ini ada banyak warung, warung makanan, ada home stay, kemudian kelompok ternak, dan kelompok tani. Dari situ lalu kita buat paket-paket wisata, sehingga semua akan menambah nilai ekonomi dan kesejahteraan TKI sendiri,” jelas Triyana.

Paguyuban yang baru saja dibentuk ini menggandeng banyak pihak dalam kegiatannya, terutama pelatihan wirausaha. Ditambahkan Triyana, masalah besar yang kerap terulang di kalangan TKI adalah setelah pulang, tabungan mereka habis untuk kebutuhan konsumtif.

Paguyuban TKI Purna akan mempelopori upaya mengajak para TKI di Indonesia untuk memanfaatkan tabungan mereka dalam kegiatan ekonomi produktif.

“Kendala yang jelas, kita butuh pendampingan. TKI yang baru pulang dari luar negeri itu jelas membawa uang dan disitu butuh pendampingan pengelolaan dana. Kadang kita salah menaruh atau membuat usaha. Diharapkan pemerintah kita, selaku mantan TKI, (dapat) lebih diperhatikan. Karena kadang, kita salah menaruh uang yang sudah banyak kita bawa dari luar, kadang kita buat usaha itu mati, tidak bisa berkembang dengan baik,” kata Triyana.

Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) DIY, Suparjo mengatakan rintisan program pembinaan bagi mantan TKI sudah dilakukan cukup lama. Namun, dia mengakui program ini bukan pekerjaan ringan. Karena itulah, upaya para mantan TKI di desa Nglanggeran yang membentuk paguyuban dan bisa mengelola sebuah tempat wisata secara mandiri patut dijadikan contoh para TKI di seluruh Indonesia.

“Kami menilai secara makro, para TKI di Nglanggeran ini mampu menggerakkan warga masyarakat, yang bersama para TKI kemudian berkarya, sama-sama bergerak, sama-sama berwirausaha, untuk membangun desa ini. Jadi, TKI di Gunungkidul ini bisa dijadikan motivator untuk TKI di daerah lain,” kata Suparjo.

Pemerintah DI Yogyakarta telah membuat kebijakan yang melarang warganya bekerja di sektor non-formal di luar negeri. Saat ini, ada hampir 5 ribu warga DIY yang bekerja di luar negeri, dengan jumlah uang yang dikirimkan ke keluarga mereka mencapai lebih dari Rp 284 miliar pada tahun 2013.

Recommended

XS
SM
MD
LG