Tautan-tautan Akses

MA Jepang Tolak Kewajiban Sterilisasi bagi Kaum Transgender


Ketua Mahkamah Agung Jepang Saburo Tokura dan para Hakim Agung serta sejumlah pihak terkait lainnya memberikan argumentasi dalam kasus perubahan gender di kantor Mahkamah Agung di Tokyo (foto: dok).
Ketua Mahkamah Agung Jepang Saburo Tokura dan para Hakim Agung serta sejumlah pihak terkait lainnya memberikan argumentasi dalam kasus perubahan gender di kantor Mahkamah Agung di Tokyo (foto: dok).

Mahkamah Agung Jepang hari Rabu (25/10) memutuskan bahwa undang-undang yang mewajibkan kaum transgender menjalani operasi sterilisasi, agar dapat mengubah jenis kelamin mereka secara resmi, adalah inkonstitusional.

Keputusan yang diambil oleh 15 hakim Pengadilan Tinggi tersebut merupakan keputusan pertama mengenai konstitusionalitas undang-undang Jepang yang disahkan pada 2003, yang mewajibkan pengambilan organ seks untuk perubahan gender yang diakui negara. Praktik ini telah lama dikritik oleh kelompok hak asasi manusia dan medis internasional.

Keputusan tersebut, yang mengharuskan pemerintah mempertimbangkan kembali undang-undang itu, merupakan langkah pertama yang memungkinkan seorang transgender mengubah identitas mereka dalam dokumen resmi, tanpa harus disterilkan.

Namun, hal ini bukanlah kemenangan penuh karena Mahkamah Agung mengembalikan kasus tersebut ke pengadilan tinggi untuk mengkaji lebih lanjut persyaratan operasi penegasan gender.

Kasus ini diajukan pada tahun 2020 oleh penggugat, yang permintaannya untuk mengubah jenis kelamin dalam daftar keluarganya, dari laki-laki ketika dilahirkan menjadi perempuan, ditolak oleh pengadilan yang lebih rendah.

Pengacara penggugat menyebut keputusan Mahkamah Agung “sangat langka dan signifikan.

Keputusan tersebut diambil pada saat meningkatnya kesadaran akan isu-isu seputar kelompok LGBTQ+ di Jepang dan merupakan kemenangan parsial bagi komunitas tersebut.

Para hakim dengan suara bulat memutuskan bahwa bagian dari undang-undang yang mewajibkan sterilisasi untuk perubahan gender adalah inkonstitusional, menurut dokumen pengadilan dan pengacara penggugat.

Namun keputusan mahkamah agung mengembalikan kasus tersebut ke pengadilan tinggi untuk meninjau lebih lanjut persyaratan operasi penegasan gender, menurut pengacara penggugat, sangat disesalkan karena menunda penyelesaian masalah tersebut.

Berdasarkan undang-undang, transgender yang ingin jenis kelamin saat lahir diubah dalam catatan keluarga dan dokumen resmi lainnya, harus didiagnosis menderita dismorfia gender dan menjalani operasi pengangkatan organ seks. Syarat lainnya adalah belum menikah dan belum mempunyai anak. [ns/ka]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG