Tautan-tautan Akses

MA India Sarankan Pemerintah Tunda UU Pertanian Baru


Para petani yang melancarkan aksi protes di perbatasan Delhi-Haryana, pinggiran New Delhi, India, mendengarkan pembicara di mimbar, Kamis, 17 Desember 2020. (Foto: AP)
Para petani yang melancarkan aksi protes di perbatasan Delhi-Haryana, pinggiran New Delhi, India, mendengarkan pembicara di mimbar, Kamis, 17 Desember 2020. (Foto: AP)

Mahkamah Agung India, Kamis (17/12), menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan untuk menunda penerapan undang-undang reformasi pertanian baru guna memulihkan dialog dengan para petani. Puluhan ribu petani telah beberapa pekan menggelar aksi protes menentang undang-undang tersebut yang menurut mereka menurunkan harga pangan dan sangat merugikan pendapatan mereka.

Ketua Mahkamah Agung S.A. Bobde juga menunda proposal yang diajukan oleh pengadilan itu untuk membentuk panel mediasi sampai para hakim menerima tanggapan pemerintah dan mendengarkan argumen dari para pengacara yang mewakili para petani, yang kemungkinan berlangsung pekan depan.

Para petani yang ikut berunjuk rasa, beristirahat di dalam tenda darurat di perbatasan Delhi-Haryana, pinggiran New Delhi, India, Kamis, 17 Desember 2020.
Para petani yang ikut berunjuk rasa, beristirahat di dalam tenda darurat di perbatasan Delhi-Haryana, pinggiran New Delhi, India, Kamis, 17 Desember 2020.


Jaksa Agung K.K. Venugopal mengatakan ia akan menghadap ke Mahkamah Agung setelah membahas masalah tersebut dengan pemerintah.

Para petani telah memblokir beberapa jalan raya utama di pinggiran New Delhi selama tiga pekan dan mengatakan mereka tidak akan mengakhiri aksi itu sampai pemerintah mencabut apa yang mereka sebut “undang-undang hitam'' yang disahkan oleh parlemen pada September lalu.

Selain menghalangi pergerakan orang, protes besar-besaran itu telah memukul manufaktur dan bisnis di India Utara.

Pada hari Rabu, Mahkamah Agung menawarkan untuk membentuk panel mediasi setelah lima putaran pembicaraan antara pemerintah dan petani gagal mengakhiri kebuntuan.

Para pemimpin protes telah menolak tawaran pemerintah untuk mengubah beberapa ketentuan dalam undang-undang yang kontroversial itu. Para petani yang memprotes mengatakan undang-undang tersebut akan mengarah pada kartelisasi dan komersialisasi pertanian, dan membuat petani rentan terhadap keserakahan perusahaan.

Mereka khawatir pemerintah akan berhenti membeli produksi dengan harga jaminan minimum dan perusahaan kemudian akan menekan harga. Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan bersedia berjanji bahwa harga yang dijamin akan terus berlanjut. Hampir 60 persen penduduk India bergantung pada pertanian untuk mata pencaharian mereka.

Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi menegaskan undang-undang reformasi pertanian akan menguntungkan petani. Undang-undang itu, kata pemerintah, akan memungkinkan petani memasarkan produk mereka dan meningkatkan produksi mereka melalui investasi swasta.

Jumat lalu, sebuah kelompok petani mengajukan petisi ke Mahkamah Agung yang meminta pencabutan ketiga undang-undang reformasi pertanian baru tersebut. Serikat Kisan Bharatiya, atau Serikat Tani India, berpendapat bahwa undang-undang tersebut sewenang-wenang karena diberlakukan tanpa konsultasi yang tepat dengan para pemangku kepentingan.

Sekelompok pengacara New Delhi juga telah mengajukan petisi ke Mahkamah Agung untuk meminta agar para petani mengosongkan jalan-jalan raya yang menghubungkan negara bagian-negara bagian di utara ke ibu kota India. [ab/uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG