Tautan-tautan Akses

Laporan: Sedikitnya 32 Transgender di AS Dibunuh Sepanjang 2022


Sejumlah demonstran membawa spanduk bertuliskan "Trans Lives Matter" untuk mengenang para transgender yang tewas dibunuh karena identitasnya dalam sebuah aksi di Washington square park di New York, pada 20 November 2021. (Foto: AFP/Kena Betancur)
Sejumlah demonstran membawa spanduk bertuliskan "Trans Lives Matter" untuk mengenang para transgender yang tewas dibunuh karena identitasnya dalam sebuah aksi di Washington square park di New York, pada 20 November 2021. (Foto: AFP/Kena Betancur)

Sedikitnya 32 warga transgender dan orang yang tidak mengidentifikasi dirinya dengan gender tertentu (gender-nonconforming) di Amerika Serikat telah dibunuh sepanjang tahun 2022 ini. Hal ini disampaikan Human Rights Campaign pada Rabu (16/11) dalam laporan tahunannya menjelang Hari Peringatan Transgender pada 20 November mendatang.

Delapan puluh satu persen korban diketahui sebagai transgender kulit berwarna (people of color), sementara 59 persen lainnya berkulit hitam. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, transpuan terwakili secara tidak proporsional dan tingkat kematian di kalangan kelompok tersebut mencapai 81 persen.

Human Rights Campaign mulai melacak kematian akibat kekerasan terhadap transgender dan orang-orang gender-nonconforming pada tahun 2013, tahun yang sama ketika Biro Penyidik Federal (FBI) mulai melacak kejahatan berbasis rasial terhadap kelompok transgender. Human Rights Campaign mendapati setidaknya terdapat 302 kematian akibat kekerasan dalam kelompok transgender sejak 2013.

Laporan itu menyatakan “sangat banyak warga kulit hitam, berusia di bawah 35 tahun dan dibunuh dengan senjata api.”

Perempuan transgender berkulit hitam seperti Shawmayne Giselle Marie, yang bekerja sebagai asisten perawat berusia 27 tahun dan dibunuh pada Juni lalu di Gulfport, Mississippi, adalah salah seorang dari 63 persen korban yang tercatat sejak tahun 2013.

Minggu ini adalah Transgender Awareness Week, yang umumnya diramaikan dengan berbagai kegiatan edukasi menjelang Hari Peringatan Transgender pada 20 November nanti. Hari peringatan tersebut merupakan aksi peringatan untuk menghormati mereka yang meninggal akibat kekerasan anti-transgender dan menarik perhatian publik pada ancaman yang dihadapi transgender.

Jumlah Korban yang Tidak Dilaporkan Mungkin Lebih Besar

Human Rights Campaign mencatat bahwa jumlah korban jiwa yang terhitung kemungkinan lebih sedikit dari jumlah kematian sebenarnya karena seringkali kematian kelompok transgender tidak dilaporkan, atau data mengenai gender mereka mengalami kesalahan dalam laporan polisi.

Data-data tersebut tidak mencakup mereka yang meninggal karena bunuh diri, yang juga berada pada tingkat yang lebih tinggi di antara kelompok LGBTQ dibanding populasi umum.

Sejumlah demonstran berkumpul di tangga gedung Capitol negara Bagian Texas di Austin untuk memprotes RUU yang mendiskriminasi kelompok transgender dalam sebuah aksi pada 2 Mei 2021.(Foto: AP/Eric Gay)
Sejumlah demonstran berkumpul di tangga gedung Capitol negara Bagian Texas di Austin untuk memprotes RUU yang mendiskriminasi kelompok transgender dalam sebuah aksi pada 2 Mei 2021.(Foto: AP/Eric Gay)

Laporan itu mendapati sejak tahun 2013 – termasuk dalam dua tahun terakhir ini – terdapat 15 orang transgender yang dibunuh oleh polisi, atau saat berada di dalam penjara, atau saat berada dalam pusat penahanan ICE (Immigration and Customs Environment).

Beberapa korban dibunuh oleh orang yang mereka kenal. Sejak tahun 2013, hampir seperlima pembunuh adalah orang yang dikenal korban. Diantara mereka adalah Ray Muscat, 26, yang ditembak mati oleh pacarnya pada Mei lalu di Michigan.

RUU Anti-LGBTQ Marak

Direktur Penelitian dan Pendidikan Publik Human Rights Campaign Foundation, Shoshana Goldberg, mengatakan laporan pada tahun ini dipaparkan di tengah gelombang besar legislasi anti-trans di tingkat negara bagian, yang menurutnya sebagian besar dipicu oleh disinformasi dan stigma.

Sebagian rancangan undang-undang (RUU) berusaha membatasi diskusi tentang LGBTQ di sekolah, membatasi perawatan kesehatan yang menegaskan gender tertentu, dan mencegah anak-anak transgender bermain dalam tim olahraga, atau menggunakan kamar mandi yang sesuai dengan identitas gender mereka.

RUU semacam itu, tambahnya, memicu sentimen anti-LGBTQ dengan menggambarkan orang queer sebagai risiko bagi anak-anak dan masyakarat luas.

Sepanjang tahun 2022 ini, sejumlah negara bagian telah memberlakukan 25 RUU anti-LGBTQ, termasuk 17 RUU yang secara khusus menarget orang transgendermenurut laporan tersebut. Lebih dari 145 undang-undang anti-transgender telah diperkenalkan di 34 negara bagian, menandai jumlah terbesar yang dicatat Human Rights Campaign dalam proses legislatif negara bagian.

Goldberg mengatakan meskipun RUU itu tidak secara langsung mendorong kekerasan terhadap kelompok LGBTQ, RUU tersebut memperkuat budaya bias yang sering diperburuk oleh rasisme dan seksisme, yang berpotensi meningkatkan risiko kekerasan yang fatal.

“Tahun ini terdapat peningkatan jumlah retorika dan stigma negatif yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang disampaikan para pemimpin politik anti-kesetaraan dan tokoh masyarakat pada orang transgender dan non-biner serta keluarga mereka, orang-orang terdekat mereka dan bahkan para penyedia layanan medis untuka mereka,” tambah Goldberg seraya menambahkan “kita tidak dapat memisahkan itu dari kekerasan yang mengerikan dan berkelanjutan terhadap orang-orang transgender.”

Menurut Williams Institute, sebuah lembaga kajian yang berfokus pada masalah LGBTQ di University of California, Los Angeles, memperkirakan terdapat 1,6 juta orang di Amerika Serikat yang berusia 13 tahun ke atas yang mengidentifikasi diri mereka sebagai transgender. [em/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG