Tautan-tautan Akses

Lagi, Pelaku Serangan di Sinagog AS Divonis Hukuman Seumur Hidup


Terdakwa John T. Earnest mendengar testimoni dari para saksi dalam sidang kasus penyerangan sinagog yang melibatkan dirinya, di San Diego, AS, pada 19 September 2019 . (Foto: The San Diego Union-Tribune via AP/John Gibbins)
Terdakwa John T. Earnest mendengar testimoni dari para saksi dalam sidang kasus penyerangan sinagog yang melibatkan dirinya, di San Diego, AS, pada 19 September 2019 . (Foto: The San Diego Union-Tribune via AP/John Gibbins)

Seorang laki-laki pendukung gerakan supremasi kulit putih berusia 22 tahun telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di penjara federal Amerika Serikat (AS) karena membunuh seorang perempuan dan melukai tiga orang lainnya ketika ia menyerbu sebuah sinagog di California Selatan pada 2019.

Vonis ini menambah hukuman seumur hidup yang diterimanya tiga bulan lalu di pengadilan negara bagian tersebut.

John T. Earnest pada Selasa (28/12) menolak berbicara di ruang sidang yang dipenuhi para korban, keluarga dan jemaat.

Di pengadilan negara bagian itu, kuasa hukum Earnest mengatakan kliennya ingin berbicara tetapi seorang hakim menolak dengan alasan bahwa ia tidak ingin memberi kesempatan pada Earnest untuk menyampaikan pernyataan yang penuh dengan kebencian.

September lalu Earnest mengaku bersalah terhadap tuduhan federal setelah Departemen Kehakiman mengatakan tidak akan mengupayakan hukuman mati. Tim pengacara dan jaksa merekomendasikan hukuman seumur hidup, ditambah 30 tahun penjara.

Pada bulan yang sama Earnest menerima hukuman seumur hidup lagi berdasarkan kesepakatan dengan negara bagian yang membebaskannya dari hukuman mati.

John T. Earnest, pelaku penyerangan sinagog di California hadir dalam sidang dakwaan atas kasus penyerangan tersebut di San Diego, AS, pada 30 April 2019. (Foto: The San Diego Union-Tribune via AP/Nelvin C. Cepeda)
John T. Earnest, pelaku penyerangan sinagog di California hadir dalam sidang dakwaan atas kasus penyerangan tersebut di San Diego, AS, pada 30 April 2019. (Foto: The San Diego Union-Tribune via AP/Nelvin C. Cepeda)

Keyakinannya atas pembunuhan dan percobaan pembunuhan di sinagog, dan tindakan membakar di masjid di dekat lokasi pembunuhan itu membuatnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat, ditambah masa kurungan selama 137 tahun.

Beberapa menit setelah penembakan pada hari terakhir Paskah, Earnest menelpon petugas panggilan darurat 911 untuk mengatakan ia telah melakukan penembakan di sinagog untuk menyelamatkan warga kulit putih.

“Saya membela bangsa kita melawan orang-orang Yahudi yang berusaha menghancurkan semua warga kulit putih,” ujarnya.

Laki-laki asal San Diego itu terinspirasi dari penembakan massal di Tree of Life Congregation in Pittsburgh dan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, sebelum menyerang Chabad of Poway, sebuah sinagog di dekat San Diego pada 27 April 2019. Ia sering mengunjungi “8chan” – sebuah jaringan gelap di internet yang diisi oleh mereka yang tidak terpengaruh media sosial arus utama dan menggunakannya untuk memasang pandangan eksremis, rasis dan kekerasan.

Menurut pernyataan tertulis dari pemerintah federal, Earnest secara legal membeli senapan semi otomatis di San Diego sehari sebelum serangan itu. Ia memasuki sinagog itu dengan 10 peluru, dan 50 peluru lain di rompinya. Ia melarikan diri setelah berupaya mengisi ulang senapannya, sementara para jemaah mengejarnya ke dalam mobil miliknya.

Earnest membunuh Lori Gilbert-Kaye yang berusia 60 tahun, yang ia tembak dua kali di serambi sinagog; melukai seorang gadis kecil berusia 8 tahun serta pamannya dan Rabi Yisroel Goldstein, yang memimpin kebaktian pada hari libur akbar Yahudi.

Suami Gilbert-Kaye, putri, dua saudara perempuan dan lainnya berbicara tentang bagaimana para korban mencerahkan hidup mereka; dan menyebut Earnest sebagai pengecut, binatang jahat dan monster.

Setelah penembakan itu orang tua Earnest mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan kekagetan dan kesedihan mereka, menyebut tindakan putra mereka sebagai “misteri yang mengerikan.”

Putra mereka adalah seorang mahasiswa, atlet, dan musisi berprestasi yang belajar menjadi perawat di California State University, San Marcos.

“Kami sangat malu, ia kini menjadi bagian dari sejarah kejahatan yang dilakukan terhadap orang Yahudi selama berabad-abad,” tambah pernyataan itu. [em/ah]

XS
SM
MD
LG