Tautan-tautan Akses

Kuasa Hukum Ahok Temukan Banyak Kejanggalan


Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama pada sidang tanggal 13 Desember 2016 lalu (foto: dok).
Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama pada sidang tanggal 13 Desember 2016 lalu (foto: dok).

Kuasa Hukum Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menilai banyak kejanggalan dalam kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.

Sidang kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kembali digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan hari Selasa (17/1).

Dalam sidang keenam ini rencananya ada enam saksi yang akan dihadirkan. Empat di antaranya adalah saksi pelapor dan dua lainnya merupakan anggota Polresta Bogor. Namun, yang hadir dalam sidang kali ini hanya tiga orang yaitu Wilyudin Dhani, Briptu Hamdani dan Bripka Agung Hermawan, mereka merupakan polisi yang menerima laporan kasus tersebut pertama kali sebelum dilimpahkan ke Bareskrim.

Tim Kuasa Hukum Ahok, Humprey Djemat menyayangkan tidak hadirnya beberapa saksi pelapor dalam persidangan ini. Dia menilai ketidakhadiran para saksi pelapor tersebut karena mereka tidak siap untuk ditanya perihal alasan melaporkan Ahok. Dia juga menyakini adanya motif politik dibalik kasus Ahok tersebut.

Humprey mengatakan pengadilan harus segera memeriksa latarbelakang orang-orang yang melaporkan Mantan Bupati Belitung Timur itu, karena ia menyakini ada orang yang mengkoordinasikan orang-orang tersebut.

Humprey mengatakan timnya menemukan banyak kejanggalan. Dia mencontohkan adanya beberapa poin kesamaan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dua saksi pelapor, yaitu Iman Sudirman dari Palu, Sulawesi Tengah dan Syamsu Hilal dari Jakarta.

Sebelumnya, tim kuasa hukum Ahok juga menemukan kasus serupa pada dua saksi lain, yakni Gus Joy Setiawan dan M. Burhanuddin. Meski demikian, kuantitas kesamaan hanya 40 kata; sementara antara Iman dan Syamsu mencapai satu paragraf panjang.

"Artinya apa?, di sini bukan soal cuma persamaannya saja yang aneh tetapi ada orang di luar itu yang mengatur semua orang-orang ini untuk maju sebagai saksi dan memberikan keterangan yang persis sama. Kan tidak mungkin saksi di Palu memberikan keterangan yang sama dengan saksi yang ada di Jakarta, apalagi penyidiknya tidak saling mengenal dan tempatnya saling berjauhan. Jadi kita perlu bongkar ini mengenai saksi-saksi pelapor bahwa apakah saksi-saksi ini melapor atas kehendaknya sendiri atau memang ada yang menyuruh," papar Humprey.

Lebih lanjut Humprey menjelaskan dalam sidang hari Selasa ini, dua polisi dihadirkan untuk menjelaskan soal kesalahan dalam penulisan tanggal pidato Ahok di Kepulauan Seribu dalam laporan Wilyudin.

Aksi demonstrasi di luar persidangan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gurbernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama, hari Selasa (17/1). (foto: VOA/Fathiyah Wardah)
Aksi demonstrasi di luar persidangan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gurbernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama, hari Selasa (17/1). (foto: VOA/Fathiyah Wardah)

Pada Laporan Polisi atas nama Wilyudin, tuduhan penodaan agama yang dilakukan Ahok terjadi pada hari Jumat, 6 September 2016. Padahal, peristiwa itu terjadi pada tanggal 27 September 2016.

Wilyudin Abdul Rasyid Dani membantah jika dikatakan telah memberikan keterangan palsu. Wilyudin menegaskan ada kesalahan pengetikan laporan pemeriksaan di Polresta Bogor.

"Ketika BAP saja itu di Bareskrim saya sampai enam kali perbaikan. Tidak mungkin saya bersaksi palsu," kata Wilyudin.

Sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama kembali diwarnai demonstrasi oleh dua kubu pro dan anti Ahok.

Jefry Tumiwa, demonstran yang mendukung Basuki Tjahaja Purnama meminta agar Ahok segera dibebaskan karena dinilai tidak bersalah dalam kasus ini. Ia menilai masyarakat Jakarta sudah sangat pintar dan tidak akan disandera dengan isu-isu agama seperti ini. Karena yang mereka lihat adalah kinerja Ahok yang sudah mulai berhasil menata ibukota.

"Saya kecewa karena apa yang diungkapkan Ahok itu merupakan fakta yang dia lakukan seperti membangun masjid, memperhatikan umat Islam, menggusur Kalijodo, memberantas perzinahan yang dilarang dalam Islam," tutur Jefry.

Sementara dalam aksi itu, kubu anti Ahok meminta agar Gubernur DKI Jakarta itu segera dihukum. [fw/ii]

Recommended

XS
SM
MD
LG