Tautan-tautan Akses

Komnas HAM Desak Jokowi Tuntaskan Kasus HAM Masa Lalu


Herlambang Perdana (kiri) dan Nurkhoiron menjadi pembicara dalam diskusi dan pemutaran film bertema HAM di kantor Kontras Surabaya, Senin 11 Mei 2015 (foto: VOA/Petrus).
Herlambang Perdana (kiri) dan Nurkhoiron menjadi pembicara dalam diskusi dan pemutaran film bertema HAM di kantor Kontras Surabaya, Senin 11 Mei 2015 (foto: VOA/Petrus).

Komnas HAM mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk segera mengambil sikap serta melaksanakan komitmennya dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak Presiden Joko Widodo segera mengambil tindakan, untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM pada masa lalu, seperti peristiwa pembunuhan tahun 1965, penembakan misterius, penghilangan13 orang, Tragedi Trisakti 1 dan 2, Kerusuhan Mei 1998, kasus Wasior-Wamena, serta penembakan di Talangsari.

Penyelesaian secara hukum maupun rekonsiliasi menjadi pilihan untuk memangkas rantai impunitas yang berimpilikasi pada tetap terpeliharanya tindakan kekerasan.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Muhammad Nurkhoiron mengatakan, Presiden Joko Widodo harus merealisasikan janji kampanyenya, untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lampau yang hingga kini belum terselesaikan.

Nurkhoiron mengatakan, “Harus ada keberanian politik dari pemerintahan Jokowi, karena Jokowi itu kan menurut saya Presiden yang tidak pernah atau belum, atau bahkan bukan menjadi bagian dari masa lalu. Tidak terjerat, tidak tersandera oleh peristiwa masa lalu. Harusnya dia punya keberanian untuk menyatakan itu.”

Nurkhoiron juga mengungkapkan, percepatan penanganan kasus pelanggaran HAM masa lalu oleh Presiden, dapat dilakukan dengan membentuk tim khusus yang bertugas menindaklanjuti hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM. Sementara itu semua elemen dan masyarakat diminta mendesak Presiden agar segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

“Presiden bisa saja misalnya dengan disupport oleh Komnas HAM, membentuk tim khusus dibawah Presiden, misalnya ini contoh ya. Dibawah Presiden dengan dia mengeluarkan Perpres atau apa, yang nanti tim ini menggodok (membahas) seluruh dokumen yang selama ini hanya jadi bola pingpong antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung,” tambahnya.

Sementara, Koordinator Serikat Pengajar HAM Indonesia (Sepaham), Herlambang Perdana Wiratrama mengatakan, upaya pihak-pihak yang melakukan pembiaran dan melindungi pelaku kejahatan, dipastikan akan dapat memicu tindakan kekerasan lanjutan di masa mendatang. Pemerintahan Joko Widodo diminta memotong rantai impunitas, yang justru banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum di Indonesia.

“Yang harus sungguh-sungguh diupayakan adalah memangkas mata rantai impunitas. Karena kasus 65 (pemberontakan G30S PKI tahun 1965, red.) itu hanyalah salah satu dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yang kemudian dampaknya hingga sekarang yang paling serius adalah bertahannya sistem impunitas yang kemudian melahirkan potensi kekerasan. Bahkan kekerasan itu sendiri tetap mewarnai dalam konteks politik hukum di Indonesia hari ini,” ujar Herlambang.

Pelarangan aktivitas nonton film bertema HAM seperti "Senyap" di beberapa lembaga pendidikan, menjadi bukti bahwa upaya menjaga ideologi yang melahirkan kekerasan juga dilakukan institusi pendidikan.

Film "Senyap" merupakan film dokumenter yang menceritakan usaha pencarian kebenaran sejarah, serta upaya rekonsiliasi antara keluarga korban dengan pelaku pembunuhan. Pembunuhan dilakukan terhadap ribuan orang yang dianggap sebagai anggota Partai Komunis Indonesia, meski belum tentu korban yang terbunuh terkait dengan partai komunis.

Herlambang Perdana yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya mengatakan, perguruan tinggi harus menjadi lembaga yang mampu memberikan pemahaman serta pencerahan kepada masyarakat, mengenai nilai-nilai yang benar dan berperikemanusiaan.

“Sekalipun itu mandat politik negara, tapi lembaga pendidikan seperti university itu juga punya andil dalam membangun atau mengembangkan itu. Karena generasi kita kan melalui kampus, melalui lembaga pendidikan, sehingga menjadi penting dan vital bagi upaya memangkas proses-proses pembodohan di republik ini,” papar Herlambang.

Recommended

XS
SM
MD
LG