Tautan-tautan Akses

Komisi AS: Afghanistan Pelanggar Kebebasan Beragama Terburuk di Dunia


Seorang anggota pasukan Taliban berjaga di luar masjid yang menjadi lokasi pengeboman di provinsi Mazar-e-Sharif, Afghanistan, pada 21 April 2022. (Foto: AP)
Seorang anggota pasukan Taliban berjaga di luar masjid yang menjadi lokasi pengeboman di provinsi Mazar-e-Sharif, Afghanistan, pada 21 April 2022. (Foto: AP)

Komisi Untuk Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat (U.S. Commission on International Religious Freedom), pada Senin (25/4) mengatakan Afghanistan kini masuk dalam daftar pelanggar kebebasan beragama terburuk di dunia.

Komisi ini membuat rekomendasi dalam laporan tahunan yang dirilis pada Senin. Laporan itu mengatakan kelompok minoritas agama telah menderita sejak Taliban mengambilalih kekuasaan pertengahan Agustus lalu. Komisi itu sendiri hanya dapat membuat rekomendasi.

Dalam laporan terbarunya, komisi tersebut merekomendasikan 15 negara sebagai “negara dengan perhatian khusus” karena pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi di wilayahnya. Dalam ringkasan laporannya komisi ini mendefinisikan negara-negara ini sebagai “yang terburuk dari yang terburuk” dengan menoleransi atau terlibat dalam “pelanggaran kebebasan beragama yang sistematis, berkelanjutan dan mengerikan.”

Lima belas negara yang disebut dalam laporan itu adalah China, Eritrea, Iran, Myanmar, Korea Utara, Pakistan, Rusia, Arab Saudi, Tajikistan, Turkmenistan, Afghanistan, India, Nigeria, Suriah dan Vietnam. Komisi tersebut juga mengkritisi pemerintah Biden karena tahun lalu mengeluarkan Nigeria dari daftar yang mereka rilis.

Kelompok Minoritas Jadi Sasaran Kekerasan

Dalam laporan tahunannya itu, Komisi Kebebasan Beragama Internasional AS mengatakan sejak Taliban menerapkan kembali interpretasi keras tentang Islam-Sunni di Afghanistan, kelompok minoritas agama lain telah “mengalami pelecehan, penahanan, dan bahkan kematian karena keyakinan atau agama mereka.”

Banyak kelompok minoritas Yahudi, Hindu dan Sikh yang telah meninggalkan negara itu sejak Taliban kembali berkuasa. Sementara mereka yang tetap tinggal seperti komunitas Ahmadiyah, Baha'i dan Kristen menjalankan ibadah mereka secara diam-diam karena khawatir akan dipersekusi.

Sejumlah pria dari etnis Hazara berdoa di dalam sebuah Masjid Syiah di Kabul, Afghanistan, pada 5 November 2021. (Foto: AP/Bram Janssen)
Sejumlah pria dari etnis Hazara berdoa di dalam sebuah Masjid Syiah di Kabul, Afghanistan, pada 5 November 2021. (Foto: AP/Bram Janssen)

Komisi tersebut juga mengutip Laporan Human Rights Watch tentang bagaimana Taliban menyerang dan menyita properti kelompok etnis minoritas Hazara dan Syiah. Ada pula bagian laporan Amnesty International yang dikutip, yaitu tentang pembantaian laki-laki Hazara oleh Taliban pada 2021.

Sejumlah pembantaian terhadap etnis Hazara dilakukan oleh kelompok ISIS di provinsi Khorasan atau dikenal sebagai ISIS-K, yang memusuhi Taliban dan terbukti menjadi tantangan keamanan yang sulit bagi penguasa Afghanistan itu. Sampul depan dari laporan terbaru komisi tersebut menyertakan foto serangan berdarah yang dilakukan oleh ISIS-K terhadap sebuah masjid Syiah di propinsi Kunduz pada tahun lalu.

Laporan itu kembali menggemakan data CIA World Factbook tahun 2009, yang mengatakan kelompok non-Muslim Afghanistan mencakup sebagian kecil populasi. Ditegaskan bahwa 99,7 persen warga Afghanistan beragama Muslim, di mana kebanyakan dari mereka menganut aliran Muslim-Sunni, sementara sekitar 10-15 persen adalah Muslim-Syiah.

Meskipun berdasarkan perkembangan tahun 2021, laporan itu juga menunjukkan keprihatinan tentang invasi Rusia ke Ukraina, merujuk pada penganiayaan kelompok Jehovah's Witnesses di Rusia, dan kelompok minoritas Muslim lain, seperti Tatar di Krimea.

Indonesia Direkomendasikan Masuk “Daftar Pemantauan Khusus”

Komisi tersebut juga merekomendasikan untuk menempatkan 12 negara dalam “daftar pemantauan khusus” atas keprihatinan terhadap kebebasan beragama di negara tersebut. Dua belas negara itu adalah Aljazair, Kuba, Nikaragua, Azerbaijan, Republik Afrika Tengah, Mesir, Indonesia, Irak, Kazakhstan, Malaysia, Turki dan Uzbekistan.

Komisi yang dibentuk tahun 1998 di bawah Undang-undang Kebebasan Beragama Internasional itu membuat rekomendasi-rekomendasi yang tidak mengikat bagi pemerintah dan Kongres AS. Di masa lalu Departemen Luar Negeri AS akan mengadopsi sebagian – tetapi tidak semua – dari rekomendasi-rekomendasi tersebut. [em/rs]

XS
SM
MD
LG