Tautan-tautan Akses

Koalisi Masyarakat Sipil Desak KPK Selidiki Dugaan Skandal Pembelian Pesawat Tempur Bekas


Pesawat tempur Mirage 2000-5 Angkatan Udara Prancis (foto: ilustrasi). Indonesia menunda pembelian 12 pesawat bekas Mirage 2000-5 dari Qatar.
Pesawat tempur Mirage 2000-5 Angkatan Udara Prancis (foto: ilustrasi). Indonesia menunda pembelian 12 pesawat bekas Mirage 2000-5 dari Qatar.

Sejumlah pihak menyoroti dugaan keterlibatan Prabowo Subianto dalam korupsi pembelian pesawat tempur bekas Mirage 2000-5. Puluhan LSM mendesak KPK segera menyelidiki laporan dugaan korupsi itu, meskipun Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran dan Kementerian Pertahanan menyanggah dugaan itu.

Lebih dari 30 lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menyelidiki laporan dugaan korupsi pembelian pesawat Mirage 2000-5 yang dilakukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang kini sedang bertarung di pemilu presiden 2024.

Imparsia, Kontras, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Migrant Care, Koalisi Perempuan Indonesia, Amnesty International Indonesia, dan Indonesia Corruption Watch adalah sebagian dari 30 LSM yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil tersebut.

Informasi tentang dugaan korupsi pembelian pesawat Mirage 2000-5 itu pertama kali dikeluarkan oleh msn.com, sebuah portal web news aggregator (pengumpul berita) yang berafiliasi dengan Microsoft.

Laporan bertajuk “Indonesia Prabowo Subianto EU Corruption Investigation” yang dirilis hari Jumat (9/2) menjelaskan tentang proses penyelidikan oleh Badan Antikorupsi Uni Eropa (GRECO) terhadap kontrak pembelian pesawat Mirage 2000-5 bekas antara pemerintah Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dengan pemerintah Qatar. Kesepakatan kontrak pembelian Mirage ini melibatkan broker dari Ceko bernama Excalibur International dan seorang mantan pilot Angkatan Udara Prancis bernama Habib Boukharouba.

Dugaan Penggelembungan Harga Jual Pesawat Tempur Bekas

Laporan itu menyatakan ada indikasi bahwa harga 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 yang disepakati dalam kontrak itu telah digelembungkan. Mirage-5 diproduksi perusahaan asal Prancis, Dassault Aviation, dan kemudian dibeli dan dioperasikan oleh Angkatan Udara Qatar tahun 1997. Harga pasaran pesawat Mirage 2000-5 pada periode awal produksi dan pemasaran sekitar 20 tahun lalu adalah sekitar US$23-35 juta. Sementara kontrak yang disepakati Indonesia dan Qatar pada pertengahan tahun 2023 itu bernilai US$66 juta per pesawat. Atau berarti terjadi peningkatan harga pesawat bekas itu hingga 300 persen.

Kontrak pembelian 12 pesawat Mirage bekas itu disepakati Prabowo dengan harga US$792 juta atau sekitar Rp12,4 triliun. Menurut berbagai sumber yang dikutip secara anonymous oleh msn.com diketahui ada kesepakatan untuk memberikan kick-back sebesar 7% dari total kontrak, yaitu US$55,4 juta yang digunakan untuk dana kampanye pemilihan presiden 2024.

Laporan itu menyebut sebuah dokumen yang sudah beredar tetapi belum dapat dikonfirmasi, yang menyatakan bahwa Badan Antikorupsi Uni Eropa (GRECO) sedang menyelidiki kontrak pengadaan pesawat tempur Mirage 2000-5 dan pembelian persenjataan kaliber internasional lainnya.

Koalisi Masyarakat Sipil: Bagaimana Mungkin Kontrak Pembelian Pesawat Dibatalkan Sepihak?

Dalam konferensi pers di Jakarta Minggu sore (11/2), Direktur Laboratorium Antikorupsi Adnan Topan Husodo mengatakan selain dokumen yang disebut dalam laporan msn.com itu, ada pula sebuah rekaman pembicaraan yang belum terkonfirmasi, yang diindikasikan sebagai pembicaraan antara Prabowo dengan salah satu pihak mengenai pengadaan Mirage 2000-5 itu.

Adnan mempertanyakan pernyataan Dahnil Anhar Simanjuntak sebelumnya bahwa kontrak pembelian 12 Mirage itu telah dibatalkan, bukan ditangguhkan. Menurutnya kontrak sebesar itu tidak dapat serta merta dibatalkan begitu saja, karena jika benar dibatalkan maka Indonesia dianggap wanprestasi dan harus membayar denda.

Direktur Laboratorium Antikorupsi Adnan Topan Husodo. (Foto: Screengrab)
Direktur Laboratorium Antikorupsi Adnan Topan Husodo. (Foto: Screengrab)

Pembatalan kontrak pembelian 12 Mirage 2000-5 itu baru keluar dari lisan Dahnil, tambah Adnan, belum pernah ada pernyataan resmi dari Kementerian Pertahanan atau Kementerian Keuangan.

Lebih jauh Adnan menekankan kontrak pembelian 12 Mirage bekas dengan Qatar itu jelas-jelas melanggar UU No.16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Pasal 43 aturan hukum itu menyatakan jika belum dapat memenuhi kebutuhan pertahanannya sendiri maka pemerintah Indonesia diizinkan melakukan pengadaan melalui proses langsung antar-pemerintah atau pada pabrik produsennya.

Namun dalam kasus pembelian 12 Mirage 2000-5, Prabowo menggunakan dua calo sekaligus, yaitu broker asal Ceko, Excalibur International, dan seorang mantan pilot Angkatan Udara Prancis, Habib Boukharouba.

Dugaan Korupsi

Adnan mengatakan Dahnil menyatakan kontrak telah dibatalkan ketika muncul indikasi pembayaran kick-back. Tetapi hal itu tidak menghilangkan dugaan korupsi yang menyeruak dari skandal itu.

Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001 tentang Korupsi mengatur soal pidana penjara paling singkat setahun atau paling lama lima tahun, atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta atau paling banyak Rp 250 juta bagi tiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, dengan maksud yang bersangkutan berbuat sesuatu dalam jabatannya.

"Poin ini hendak mengatakan meskipun kontrak itu dinyatakan sudah batal akan tetapi sudah ada indiasi kick-back dan kesepakatan-kesepakatan di awal, maka hal ini juga bisa tetap diusut oleh lembaga penegak hukum, dalam hal ini adalah KPK, untuk mengusut indikasi dugaan suap menyuapnya," tegas Adnan.

Uni Eropa tidak punya urusan atau sangkut paut dengan politik dalam negeri Indonesia, atau ingin menyelidiki Prabowo Subianto yang untuk ketiga kalinya sedang bertarung untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia, tambahnya. Uni Eropa mengusut keterlibatan Excalibur International asal Ceko yang terlibat dalam pengadaan pesawat tempur bekas itu, dan kontrak antara Indonesia dan Qatar.

Koalisi Masyarakat Sipil Desak KPK Selidiki Dugaan Skandal Pembelian Pesawat Tempur Bekas
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:59 0:00

Koalisi Masyarakat Indonesia Jelaskan Upaya Pengadaan Pesawat yang Berbau Amis

Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, menjelaskan upaya pengadaan 12 Mirage 2000-5 itu berbau amis. Pesawat buatan 1996 dan 1997 itu pernah ditawarkan Qatar ke India pada tahun 2003. India langsung menolak dengan alasan harganya tidak masuk akal. Dua tahun kemudian Qatar menawarkan Mirage 200-5 itu secara cuma-cuma ke Indonesia, tetapi Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono ketika itu juga menolak dengan alasan spesifikasi pesawat yang tidak sesuai dan potensi biaya perawatan yang mahal. Ketika itu ada dua broker yang juga terlibat yaitu Excalibur International dan E-System Solutions.

Hussein Ahmad mengatakan pemilik E-System Solutions adalah Habib Boukharouba, yang merupakan kawan dekat Prabowo Subianto. Setelah ditelusuri, Habib sudah bolak-balik ke Indonesia antara bulan November 2023 hingga Januari 2024. Sementara Excalibur International juga pernah terlibat dalam pembelian Medium Range Air Defense System (MRAD) senilai 500 juta euro.

"Memang ada dugaan bau busuk di Kementerian Pertahanan yang mesti dibongkar KPK. Karena tidak hanya berdampak pada pemerintahan saat ini, tapi juga karena dia (Prabowo) maju dalam kontestasi pemilu," ujar Husein.

Rosan: Tak Pernah Ada Permintaan Uang Atas Pembelian Mirage

Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani mengaku telah mengecek langsung informasi yang menyatakan calon presiden Prabowo Subianto menerima sejumlah uang atas pembelian pesawat Mirage 2000-5. “Saya cek langsung, baik yang di Washington DC maupun di Kedutaan Besar Amerika di Indonesia, tidak pernah ada permintaan itu sama sekali,” ujar Rosan.

Ketua TKN Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani
Ketua TKN Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani

“Pertama, saya telepon Ambassador Sung Kim, Duta Besar Amerika untuk Indonesia yang baru saja kembali ke DC, dan dia menyatakan setelah dia cek ke anak buahnya, tidak ada yang masuk ke Indonesia. Itu yang pertama,” papar Rosan.

Mantan Duta Besar Indonesia Untuk Amerika itu mengaku dia juga menghubungi Asisten Menteri Luar Negeri Untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, Daniel Kritenbrink. “Yang ketiga, saya juga meminta bantuan embassy kita di Amerika dan mengontak yang namanya Keith Devereaux. Itu yang bertanggung jawab di Indonesian Desk, di Department of State. Dan ia me-reply, setelah dilakukan pengecekan, seperti yang disampaikan tidak pernah ada. Jadi tiga orang yang kami hubungi untuk memastikan hal ini,” tegas Rosan.

Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, tegasnya, berencana akan melakukan langkah hukum untuk mengusut pihak-pihak yang sengaja menyebarluaskan berita ini. [fw/em]

Forum

XS
SM
MD
LG