Tautan-tautan Akses

Ketidakakuratan Data Warnai Penyaluran Bansos di Jateng


Walikota Solo, Hadi Rudyatmo ( baju rompi dengan bendera merah putih) mendampingi Menteri Sosial ( berdiri -baju merah), mengecek langsung penyaluran Bantuan Sosial Tunai di Solo, akhir Mei 2020. (Foto: Pemkot Surakarta)
Walikota Solo, Hadi Rudyatmo ( baju rompi dengan bendera merah putih) mendampingi Menteri Sosial ( berdiri -baju merah), mengecek langsung penyaluran Bantuan Sosial Tunai di Solo, akhir Mei 2020. (Foto: Pemkot Surakarta)

Pemerintah terus mengevaluasi bantuan sosial dan jaring pengaman sosial selama masa pandemi. Akurasi data penerima dan transparansi menjadi kunci dalam meredam gejolak aksi protes terkait penyaluran bantuan itu.

Gejolak aksi protes terkait pembagian bantuan sosial pemerintah untuk masyarakat terdampak pandemi corona masih terjadi di berbagai daerah. Mereka mempertanyakan akurasi pendataan warga penerima bantuan tersebut.

Di Solo, Mei lalu, penyaluran bansos dipertanyakan karena daftar penerimanya menyertakan 77 nama yang sebetulnya tidak berhak.Seluruh 77 nama itu akhirnya dicoret dari daftar penerima setelah diketahui mereka adalah anggota dan mantan anggota aparatur sipil negara, sudah meninggal dunia atau sudah menerima bantuan lain dari pemerintah daerah atau pusat.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dalam video di media sosialnya, Kamis (18/6), menyatakan, ia mengharapkan partisipasi masyarakat dan aparat pemerintah untuk memastikan penyaluran bantuan sosial tunai (BST) bisa tepat sasaran. Menurut Ganjar, semangat gotong royong dalam penyaluran bantuan sosial selama pandemi menjadi kunci mengatasi gejolak sosial.

"Sampai dengan hari ini, pandemi corona bahkan setiap hari selalu ada tambahan kasus. Kita tidak boleh menyerah, tidak boleh pasrah, pencegahan dan penanggulangan masih terus kita lakukan. Penyaluran bantuan kepada sedulur, saudara kita yang membutuhkan khusus penyaluran bantuan sosial ini, terlebih dulu saya minta maaf, karena masih banyak persoalan di lapangan yang mungkin membuat warga kecewa. Sebut saja, data yang kurang akurat dan membuat bantuan salah sasaran," jelas Ganjar Pranowo.

"Persyaratan yang ribet sehingga saudara kita yang seharusnya dapat bantuan justru tidak menerima. Saat ini kita terus melakukan perbaikan data dengan melibatkan kepala desa, relawan yang terus bergerak mendata warga yang membutuhkan. Makanya mari kita bantu kepala desa, perangkat desa, lurah, RT/RW yang selama ini sudah bekerja luar biasa di masa pandemi. Caranya tunjukkan NIK (nomor induk kependudukan) dan KK (kartu keluarga)," imbuhya.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melansir data usulan penerima bantuan dari 35 kabupaten/kota. Jumlahnya sebanyak 1 juta keluarga. Setiap keluarga akan menerima bantuan 200 ribu rupiah berupa bahan pangan pokok per bulan sebanyak tiga tahap selama tiga bulan mendatang.

Ketidakakuratan Data Warnai Penyaluran Bansos di Jateng
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:58 0:00

Untuk tahap 1, hingga Juni 2020, bantuan telah disalurkan ke sekitar 277 ribu keluarga ini. Pemprov Jateng juga menyalurkan bantuan untuk 35 ribu warganya yang berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dalam bentuk paket bahan pangan pokok.

Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi, dalam diskusi daring bertema Desa Peduli Buruh Migran atau DESBUMI Tanggap Pandemi, Rabu (17/6) mengatakan aparat penegak hukum akan melakukan pengawasan ketat untuk mengantisipasi penyelewengan bantuan sosial. Menurut Budi, Desa wajib mengumumkan data anggaran dan penerima bantuan sosial yang diterima warganya. Budi menegaskan transparansi dan akurasi data menjadi kunci mengatasi gejolak sosial terkait bantuan sosial.

Bantuan juga dikirimkan ke luar kota Surabaya untuk warga miskin yang terdampak ekonominya karena corona. (Foto: VOA/Petrus Riski)
Bantuan juga dikirimkan ke luar kota Surabaya untuk warga miskin yang terdampak ekonominya karena corona. (Foto: VOA/Petrus Riski)

"Bantuan sosial di masa pandemi ini kan harus cepat, tepat, akuntabel, dan transparan. Kita terbuka pada laporan masyarakat jika ada temuan penyelewengan bantuan sosial, aparat penegak hukum polisi, kejaksaan, hingga KPK akan terus mengawasi dan merespon. Kami berharap pada Kepala Desa, perangkat desa, aktivis desa, setiap anggaran maupun data penerima bantuan sosial silakan dipaparkan di balai desa," jelas Budi Arie Setiadi.

"Umumkan secara terbuka, data bisa diakses seluruh masyarakat sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Saya melihat dan menilai hasil pantauan di lapangan selama pandemi ini, gejolak sosial yang terjadi di desa terkait penyaluran bantuan sosial karena pemerintah desa kurang terbuka, kurang transparan," imbuhnya.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, mengungkapkan, pandemi corona meningkatkan kemiskinan di kawasan pedesaan. Sekitar lima juta orang lagi di kawasan itu kini didaftarkan sebagai warga miskin. [ys/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG