Tautan-tautan Akses

Kepala Intel AS: Ancaman Siber Merusak Infrastruktur AS


Direktur Intelijen Nasional Dan Coats bersaksi di hadapan Komite Angkatan Bersenjata di Senat, di Washington, 6 Maret 2018.
Direktur Intelijen Nasional Dan Coats bersaksi di hadapan Komite Angkatan Bersenjata di Senat, di Washington, 6 Maret 2018.

Kepala intelijen Amerika hari Jumat memperingatkan peningkatan ancaman serangan siber yang merusak terhadap infrastruktur penting Amerika. Ia mengatakan "hampir 20 tahun setelah serangan 11 September 2001, lampu peringatan kembali menyala."

Rusia, China, Iran, dan Korea Utara setiap hari melancarkan serangan siber terhadap jaringan komputer lembaga pemerintah federal, negara bagian maupun lokal, serta perusahaan-perusahaan dan lembaga akademis Amerika, ujar Direktur Intelijen Nasional Dan Coats.

Dari empat negara itu, "Rusia selama ini menjadi negara asing yang paling agresif menyerang, tidak diragukan lagi," ujarnya. Coats berbicara di lembaga riset Hudson Institute tidak lama setelah Departemen Kehakiman mengumumkan dakwaan terhadap 12 perwira intelijen militer Rusia atas tuduhan meretas komputer kampanye presiden Amerika Hillary Clinton tahun 2016 dan organisasi Partai Demokrat.

Dakwaan dan komentar Coats muncul hanya beberapa hari sebelum Presiden Amerika Donald Trump bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin untuk pembicaraan di Helsinki, pertemuan formal pertama Trump dengan Putin.

Coats mengibaratkan serangan siber setiap hari seperti "aktivitas mengkhawatirkan" yang dideteksi badan-badan intelijen Amerika sebelum Al-Qaeda melancarkan serangan ekstremis paling menghancurkan terhadap Amerika pada 11 September 2001. "Sistem peringatan itu berkedip merah. Kini, hampir 20 tahun kemudian, saya di sini menyatakan lampu peringatan itu kembali berkedip merah," ujarnya.

Ia mengatakan pemerintah Amerika belum mendeteksi jenis serangan siber dan gangguan yang menurut pejabat dilancarkan Rusia terhadap dewan pemilihan negara bagian dan daftar pemilih sebelum pemilihan presiden tahun 2016. "Namun, kami sepenuhnya menyadari, tinggal tekan papan ketik, maka situasi yang sama akan berulang," Coats menambahkan.

Pada saat yang sama, ujar Coats, sebagian orang Rusia yang mencampuri kampanye presiden Amerika tahun 2016 kembali menggunakan akun media sosial palsu dan sarana lain untuk menyebar informasi dan propaganda palsu guna memicu perpecahan politik di Amerika, katanya.

Orang-orang itu "membuat akun media sosial baru, menyamar sebagai orang Amerika dan kemudian menggunakan akun-akun itu untuk menarik perhatian pada isu-isu yang memecah belah," ujarnya.

China, menurut Coats, utamanya bermaksud mencuri rahasia militer dan industri dan memiliki "kemampuan, sumber daya yang mungkin tidak dimiliki Rusia." [ka/ii]

XS
SM
MD
LG