Gerakan kelompok-kelompok perlawanan di bagian timur Myanmar baru-baru ini untuk membentuk pemerintahan lokal yang independen menunjukkan semakin kuatnya pengaruh kelompok-kelompok tersebut dan dapat mengilhami tindakan serupa di tempat lain.
Demikian analisis sejumlah pakar, yang juga merefleksikan perpecahan yang terus-menerus dalam gerakan perlawanan yang lebih luas.
Analisis itu menyusul pengumuman pembentukan Dewan Eksekutif Sementara Negara Bagian Karenni pada 12 Juni lalu oleh aliansi kelompok-kelompok bersenjata, politik, dan masyarakat sipil guna mengelola fungsi-fungsi pemerintahan secara independen dari junta militer, yang mengambil alih kekuasaan negara itu lewat kudeta militer pada 1 Februari 2021.
Dewan ini "bertujuan untuk melindungi kehidupan dan harta benda rakyat, memberikan layanan publik dan memenuhi kebutuhan dasar rakyat termasuk pendidikan, kesehatan, makanan, dan kebutuhan dasar lainnya," kata dewan tersebut dalam sebuah pernyataan publik pada hari yang sama.
Berbagai kelompok bersenjata di seluruh Myanmar telah memerangi junta militer sejak mereka menggulingkan pemerintah terpilih dan menumpas serangkaian protes yang terjadi dengan kekuatan yang mematikan. Meskipun junta masih menguasai kota-kota besar dan sebagian besar kota kecil, kelompok-kelompok perlawanan diyakini telah menguasai atau memperebutkan sekitar separuh wilayah pedesaan.
Kelompok-kelompok ini, yang dicap junta sebagai teroris, telah mengambil-alih fungsi-fungsi dasar pemerintahan di kantong-kantong kecil wilayah, tetapi kelompok di Karenni adalah yang pertama kali melakukan hal tersebut di seluruh negara bagian dan wilayah di Myanmar. [em/rd]
Forum