Tautan-tautan Akses

Kelemahan Lalat Tsetse Mungkin Ada di Bakteri Simbiosisnya


ARSIP - Lalat-lalat tsetse yang sudah mati tampak di laboratorium yang dikelola oleh the International Livestock Research Institute di Lembah Ghibe, 185 km baratdaya Addis Ababa, Ethiopia (foto: AP Photo/Sayyid Azim)
ARSIP - Lalat-lalat tsetse yang sudah mati tampak di laboratorium yang dikelola oleh the International Livestock Research Institute di Lembah Ghibe, 185 km baratdaya Addis Ababa, Ethiopia (foto: AP Photo/Sayyid Azim)

Sebuah penelitian baru menyatakan lalat yang membawa penyakit tidur Afrika bisa jadi membawa bibit-bibit kehancurannya sendiri.

Lalat yang membawa penyakit tidur Afrika bisa jadi membawa bibit-bibit kehancurannya sendiri, menurut sebuah penelitian baru.

Kalangan ilmuwan telah memperinci hubungan unik antara lalat tsetse dan bakteri di ususnya dimana lalat tidak dapat bertahan hidup tanpanya.

Lalat tsetse menyebarkan penyakit tidaur Afrika kepada manusia dari hewan liar dan telah menyebabkan beberapa epidemi skala besar di waktu lampau.

Parasit yang bertanggungjawab atas penyakit tidur adalah satu dari sejumlah kecil kuman penyakit yang dapat berpindah dari aliran darah ke otak. Bakteri tersebut mengganggu siklus tidur dan menyebabkan perubahan suasana hati, kebingungan, gemetaran, dan akhirnya kegagalan organ.

Para peneliti sudah lama berharap untuk memanfaatkan dari jumlah sifat lalat yang tidak biasa. Seperti mamalia, lalat tsetse menyusui dan melahirkan agar tetap awet muda.

Air susu lalat tsetse mengandung baktei yang disebut Wigglesworthia yang diturunkan si induk ke bayi-bayinya. Meskipun memiliki salah satu dari genom terkecil, Wigglesworthia adalah sesuatu yang penting bagi lalat tsetse. Tanpanya, lalat tersebut akan mandul.

Dalam sebuah laporan yang dipublikasihan hari Rabu dalam Prosiding Royal Society, para peneliti dari Yale University di New Haven, Connecticut, dan the University of Pavia di Italia menjelaskan sejumlah cara lalat tsetse bergantung pada Wigglesworthia. Bakteri tersebut memasok vitamin B yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh lalat tersebut dan tidak mendapatkannya dari darahnya sendiri, satu-satunya sumber asupan pangan. Tanpa vitamin B, lalat tersebut tidak akan dapat membesarkan bayi-bayinya dengan layak, dan mereka akan kelaparan.

Peran protein

Para ilmuwan juga menguji jaringan tubuh yang menampung bakteri. Lalat tersebut memproduksi protein khusus yang memandu bakteri ke tempat dimana mereka dibutuhkan. Protein lainnya menyembunyikan bakteri dari sistem kekebalan tubuh lalat.

Yang menjadi persoalan bagi para peneliti adalah menemukan beberapa strategi untuk menyerang saat mereka melangkah ke depan. Mereka bia mencoba untuk memproduksi obat yang menyasar Wigglesworthia secara langsung, atau melepaskan sistek kekebalan tubuh lalat pada bakteri, atau menghalangi satu dari beberapa jalur yang digunakan bakteri untuk mendukung kehidupan lalat.

Worku Tegegne menggembala sapinya di Lembah Ghiba, baratdaya Addis Ababa, Ethiopia, dimana sapinya menderita bovine trypanosomosis atau yang dikenal di daerah setepmapt sebagai penyakit Gendi, yang ditularkan oleh lalat-lalat tsetse.
Worku Tegegne menggembala sapinya di Lembah Ghiba, baratdaya Addis Ababa, Ethiopia, dimana sapinya menderita bovine trypanosomosis atau yang dikenal di daerah setepmapt sebagai penyakit Gendi, yang ditularkan oleh lalat-lalat tsetse.

“Ada banyak tempat potensial yang dapat anda eksploitasi dalam studi ini,” ujar salah satu pelaksana dan ahli serangga, Geoffrey Attardo kepada VOA. “Permasalahannya hanyalah menemukan tempat yang optimal.”

Upaya baru-baru ini untuk membatasi penyebaran penyakit tidur umumnya telah berhasil. Menurut WHO, jumlah kasus yang dilaporkan mengalami penurunan dari hampir 40.000 di tahun 1998 menjadi hanya 2.804 di tahun 2015.

Namun para peneliti mengatakan tetap penting untuk mengembangkan berbagai metode pengendalian yang baru yang berbiaya lebih rendah, mudah disebarluaskan, dan lebih efektif.

“Selama terjadinya epidemi, ada kemauan politik untuk menanganinya, namun begitu wabah penyakit tersebut mereda, begitu juga upaya untuk menghentikannya,” ujar Attardo. “Kemudian lalat-lalat itu datang lagi dari daerah-daerah liar, dan siklusnya mulai lagi. Dan 20 atau 30 tahun kemudian, anda mengalami epidemi kembali.” [ww]

XS
SM
MD
LG