Tautan-tautan Akses

Kebijakan Luar Negeri Trump Tak Sepenuhnya Sesuai Retorika Kampanyenya


Presiden AS Donald Trump berbicara kepada Menlu Rex Tillerson dalam rapat kabinet di Gedung Putih (foto: dok).
Presiden AS Donald Trump berbicara kepada Menlu Rex Tillerson dalam rapat kabinet di Gedung Putih (foto: dok).

Enam bulan menjabat presiden AS, Donald Trump membukukan catatan beragam terkait janjinya untuk mengubah banyak warisan kebijakan luar negeri pendahulunya. Ia telah mundur dari Kesepakatan Iklim Paris, membatalkan pakta perdagangan Kemitraan Transpasifik (TPP), dan mendukung terciptanya hubungan yang lebih baik dengan Rusia.

Ketika berbicara di hadapan publik, Donald Trump sangat berbeda dari pendahulunya, Barack Obama.

Dalam pidatonya di hadapan masyarakat Polandia di Warsawa yang menyambutnya dengan sorak-sorai, Trump menunjukkan tentangannya terhadap diplomasi multilateral Obama. Ia memperingatkan, nilai-nilai Barat terancam oleh aksi terorisme dari mereka yang tidak menjunjung nilai-nilai yang sama.

“Apakah kita memiliki keinginan dan keberanian untuk mempertahankan keberadaban kita dalam menghadapi mereka yang ingin meremehkan dan merusaknya?,” ujar Trump.

Namun, dalam sejumlah isu penting, tindakan-tindakan Trump tidak sesuai dengan retorika kampanyenya.

Mengenai Iran, sewaktu masa kampanye Trump pernah mengatakan, “Kesepakatan mengenai Iran adalah kesepakatan paling bodoh yang pernah saya saksikan. Saya belum pernah melihat kesepakatan seperti ini.”

Namun sebagai presiden, Trump telah dua kali menandatangani pengesahan agar kesepakatan nuklir Iran terus dipertahankan. Dan mengenai NATO, ia mengubah pendapatnya semasa kampanye yang menyebut aliansi itu sudah ketinggalan zaman.

“Saya pernah bilang NATO ketinggalan zaman. Aliansi itu tidak lagi ketinggalan zaman,” tandasnya.

Trump telah mengubah tiga prakarsa besar Obama, yakni menumpas imigrasi ilegal, serta membatalkan partisipasi AS dari dua kesepakatan besar multilateral --- perjanjian perdagangan Kemitraan Transpasifik dan perjanjian iklim Paris.

“Pada dasarnya adalah kesepakatan Paris sangat tidak adil bagi Amerika Serikat,” kata Trump.

Namun, setelah dikecam dan diisolasi oleh mitra-mitra G20 Amerika, ia menyiratkan bahwa dalam lawatan ke Paris pekan lalu, ia berubah pikiran. Banyak analis kebijakan luar negeri mengatakan, pernyataan-pernyataan Trump yang beragam menciptakan kebingungan internasional.

Charles Kupchan dari Council on Foreign Relations mengatakan, “Ada pertanyaan-pertanyaan mendalam mengenai nilai-nilai Amerika dan ke mana pemerintahan ini bergerak. Jika menuju arah yang sangat nasionalis dan populis, dalam empat tahun ke depan, akan ada erosi serius terhadap kepercayaan dan keyakinan akan hubungan-hubungan dan lembaga-lembaga yang membuat tatanan internasional stabil.”

Namun, setidaknya pada saat ini, ada banyak faktor yang membuat kebijakan-kebijakan Trump tidak jauh berbeda dari Obama. Mengenai Iran, tim penasehat kebijakan masih menimbang-nimbang: mengenai larangan kunjungan ke AS, pengadilan membatasi cakupan perintah eksekutifnya; mengenai Korea Utara, presiden menyadari, Obama memang tidak memiliki pilihan yang baik. [ab/lt]

XS
SM
MD
LG