Tautan-tautan Akses

Kebijakan Imigrasi Trump Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu Sela


Presiden Donald Trump berbicara dalam rapat dengan anggota Kongres dari Partai Republik di Komite Imigrasi di Gedung Putih, Washington, 20 Juni 2018.
Presiden Donald Trump berbicara dalam rapat dengan anggota Kongres dari Partai Republik di Komite Imigrasi di Gedung Putih, Washington, 20 Juni 2018.

Keputusan Presiden Donald Trump untuk membatalkan kebijakan memisahkan keluarga imigran yang secara ilegal menerobos masuk perbatasan selatan AS dikeluarkan setelah terjadi pergolakan politik pekan ini. Kebijakan Trump ini akan menjadikan imigrasi isu utama dalam pemilu sela Kongres tahun ini.

Presiden Trump, dalam kampanye politiknya di Minnesota, Rabu (20/6/2018), berjanji akan menjadikan imigrasi isu utama dalam kampanye pemilu anggota Kongres tahun ini.

"Jika kalian ingin menciptakan sistem imigrasi yang manusiawi dan sesuai hukum, kalian perlu mempensiunkan orang-orang Demokrat dan memilih orang-orang Republik untuk mengamankan perbatasan-perbatasan kita," kata Trump.

Beberapa jam sebelumnya, Trump membatalkan kebijakan kontroversialnya yang memisahkan anak-anak dari orang tua mereka.

"Jadi kita akan mempunyai perbatasan yang sangat-sangat kuat. Tapi kita tidak akan memisahkan keluarga," kata Trump.

Trump membatalkan kebijakan pemisahan itu setelah muncul kecaman dari berbagai penjuru AS yang disertai aksi protes, khususnya setelah beredarnya rekaman audio anak-anak yang menangis mencari orang tua mereka.

Kemarahan tidak hanya muncul dari partai oposisi, tapi dari partai Trump sendiri, Partai Republik.

"Kita seharusnya bisa menyepakati bahwa kita tidak akan menempatkan anak-anak di kamp-kamp penjara anak hingga batas waktu yang tidak diketahui dan disembunyikan dari pandangan publik. Negara apa ini? Ini Amerika Serikat!” kata Elijah Cumming, anggota DPR dari Partai Demokrat.

Aktivis kebijakan ketat perbatasan seperti Art Arthur dari organisasi nirlaba Pusat Kebijakan Imigrasi mendukung presiden.

"Besarnya arus masuk imigran ilegal menyiratkan bahwa kita mulai kembali ke tingkat yang terjadi selama pemerintahan Obama, dan pemerintahan Trump perlu mengambil tindakan untuk menanggapinya. Ini tanggapan yang sepatutnya, ” kata Arthur.

Namun banyak pemimpin agama mengecam, termasuk Monsinyur Kevin Sullivan dari Catholic Charities.

"Memisahkan anak dari ibunya sama sekali tidak bisa kita benarkan sebagai orang Amerika,” ujar Sullivan.

Larry Sabato, analis politik dari Universitas Virginia, mengatakan, konsekuensi negatif dari kebijakan pemisahan keluarga bisa merugikan Trump.

"Ini adalah publisitas buruk bagi pemerintahan Trump. Semua orang, kecuali Trump dan para pembantunya yang sangat anti-imigrasi, tampaknya menyadari itu," kata Sabato.

Namun Sabato mengatakan, pendirian keras Trump ditujukan untuk menggalang dukungan dari basis politiknya menjelang pemilu November.

"Tentunya mereka memfokuskan diri ke basisnya. Mereka berusaha memastikan, agar para pendukung Trump muncul dan memberikan suara. Ini bisa berpengaruh dalam pemilu sela dengan persaingan ketat," kata Sabato menambahkan.

Berdasarkan sejumlah jajak pendapat, tingkat dukungan publik terhadap kinerja Trump membaik belakangan ini, khususnya setelah KTT dengan Korea Utara.

Namun, beberapa jajak pendapat itu dilangsungkan sebelum muncul badai politik terkait isu memisahkan anak-anak dari orang tua imigran ilegal di perbatasan. [ab/lt]

XS
SM
MD
LG