Tautan-tautan Akses

Kaum Perempuan Minta Hak-Hak Dasar di Afghanistan


Aksi protes sekelompok perempuan di Kabul, Afghanistan, 16 September 2021 dalam tangkapan layar yang diperoleh dari video media sosial. (ZAKIA KAWYAN/via REUTERS)
Aksi protes sekelompok perempuan di Kabul, Afghanistan, 16 September 2021 dalam tangkapan layar yang diperoleh dari video media sosial. (ZAKIA KAWYAN/via REUTERS)

Sementara Taliban semakin menyingkirkan perempuan dari kehidupan publik di Afghanistan, sebagian perempuan bertekad untuk berbicara meskipun ada ancaman pembalasan dari kelompok Islam garis keras itu.

Taliban terkenal karena pemerintahannya yang menindas secara brutal dari tahun 1996 hingga 2001, ketika perempuan dilarang pergi ke sekolah atau bekerja dan hanya diizinkan meninggalkan rumah dengan muhrimnya.

Mereka telah berjanji untuk berubah, dengan mengatakan mereka akan menghormati hak-hak perempuan dalam kerangka syariah Islam, tetapi banyak yang tetap skeptis.

Di Kabul, kota yang paling banyak mengalami perubahan selama 20 tahun terakhir, beberapa perempuan muda, seperti aktivis Shaqaiq Hakimi, tidak mau dipaksa pergi ke pengasingan dengan kembalinya kekuasaan Taliban.

“Saya ingin berjuang dan mendapatkan kembali hak yang mereka ambil dari kami. Kami tidak perlu pergi ke negara lain. Ini adalah tanah air kami,” katanya kepada kantor berita AFP. “Jika kita tidak dipaksa untuk pergi, maka kita tidak akan pergi ke mana pun.”

Anggota Taliban duduk di depan mural bergambar perempuan di belakang pagar kawat berduri di Kabul, Afghanistan, 21 September 2021.
Anggota Taliban duduk di depan mural bergambar perempuan di belakang pagar kawat berduri di Kabul, Afghanistan, 21 September 2021.

Taliban mengklaim bahwa larangan bagi perempuan untuk kembali bekerja atau anak perempuan untuk pergi ke sekolah menengah akan dicabut begitu sistem baru mapan.

Tetapi itu menggemakan janji pada hari-hari awal rezim itu pada 1996 hingga 2001, yang dalam kenyataannya tidak pernah mengizinkan perempuan untuk kembali bekerja.

Pekerja LSM Farkhunda Zahidbaig, 21, menggambarkan bagaimana para pejuang Taliban memasuki kantornya untuk memberi tahu manajemen bahwa pegawai perempuan harus pergi.

“Setelah itu, bos kami membuat keputusan bahwa kami semua tidak boleh datang lagi ke kantor,” katanya. “Perempuan ingin memiliki profesi, tapi mereka tidak bisa melanjutkan pekerjaan mereka. Taliban telah merampas kebebasan mereka untuk bekerja.” [lt/uh]

XS
SM
MD
LG