Tautan-tautan Akses

Kaum Muda dalam Pilpres 2024: Aspirasi atau Alat Meraih Kemenangan?


Pendukung calon presiden Anies Baswedan dan pasangannya Muhaimin Iskandar bersorak menunggu kedatangan pasangan tersebut untuk mendaftarkan nama mereka untuk mencalonkan diri pada pemilu tahun depan di gedung KPU Jakarta, 19 Oktober 2023. (Foto: AP )
Pendukung calon presiden Anies Baswedan dan pasangannya Muhaimin Iskandar bersorak menunggu kedatangan pasangan tersebut untuk mendaftarkan nama mereka untuk mencalonkan diri pada pemilu tahun depan di gedung KPU Jakarta, 19 Oktober 2023. (Foto: AP )

Generasi milenial, dan generasi Z kerap kali menjadi sasaran empuk para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang bertarung dalam Pemilu 2024. Tidak heran, karena 56 persen dari total suara yang diperebutkan berasal dari generasi muda tersebut.

Pertanyaannya, apakah aspirasi generasi penerus bangsa ini akan benar-benar akan didengarkan, ataukah hanya dianggap sebagai 'komoditas' untuk mencapai kursi kepemimpinan tertinggi di negara ini?

Keresahan tersebut disampaikan oleh salah satu generasi Z Emanuel Prasetyo dalam acara Milenial Bertanya Anti-Gagal, di Jakarta, Jumat (8/12). Prasetyo yang juga tergabung dalam organisasi Banteng Muda Indonesia dan Satuan Relawan Ganjar se-Indonesia mengatakan generasi muda dalam setiap pemilu sering kali tidak paham dengan gagasan-gagasan yang disampaikan oleh masing-masing pasangan calon (paslon) yang sedang bertarung.

“Artinya begini, yang namanya segmen generasi muda lebih ingin kepada suatu aksi nyata,” kata Prasetyo.

Gita Permata (kedua dari kiri) selaku jubir milenial bersama dengan wakil TPN Ganjar-Mahfud, Andhika Perkasa dalam acara "Milenial Bertanya Anti-Gagal" pada Jumat (8/12) di Jakarta. (VOA/Indra Yoga)
Gita Permata (kedua dari kiri) selaku jubir milenial bersama dengan wakil TPN Ganjar-Mahfud, Andhika Perkasa dalam acara "Milenial Bertanya Anti-Gagal" pada Jumat (8/12) di Jakarta. (VOA/Indra Yoga)

Contohnya, imbuh dia, tim pemenangan atau juru bicara dapat bertemu dan berdialog secara langsung dengan komunitas anak muda untuk memahami tantangan yang dihadapi dan mencari solusi bersama.

Keresahan tersebut pun dijawab langsung oleh Juru Bicara Milenial Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Gita Permata Siregar. Ia menegaskan, generasi milenial dan generasi Z bukanlah sekadar alat untuk meraih kemenangan semata.

“Jadi bagi saya adalah pemilih anak muda ini bukan komoditas. Mereka ini adalah pemeran utama,” kata Gita.

Hal tersebut, menurutnya, bisa dilihat dari survei-survei yang banyak dilakukan lembaga survei politik yang menunjukkan bahwa gen Z dan milenial adalah kaum yang mendominasi pada pemilu tahun depan.

Ironisnya, kata Ghita, banyak pemilih muda yang belum begitu peduli apa itu politik secara ideologis. Kebanyakan mereka masih melihat politik dari sudut pandang dampak atau segi praktis. “Saya sebagai jubir, berusaha juga untuk mendesiminasi dan menyebarkan gagasan-gagasan,” ungkap Gita.

Spanduk raksasa bergambar calon presiden, Prabowo Subianto, dan cawapresnya, Gibran Rakabuming Raka, di Jakarta, 25 Oktober 2023. (Foto: Antara/Galih Pradipta via REUTERS)
Spanduk raksasa bergambar calon presiden, Prabowo Subianto, dan cawapresnya, Gibran Rakabuming Raka, di Jakarta, 25 Oktober 2023. (Foto: Antara/Galih Pradipta via REUTERS)

Lebih jauh, ia menjelaskan akan berupaya terjun langsung ke lapangan untuk menjangkau kalangan muda. Dengan begitu, diharapkan akan lebih banyak aspirasi yang akan didengar untuk disampaikan kepada Ganjar-Mahfud.

“Kita mau berusaha untuk visi, misi, gagasan dari sosok Pak Ganjar dan Pak Mahfud untuk Indonesia yang unggul itu bisa diterima oleh semua kalangan, aksesibilitas. Bukan equality, tapi equity, yang mana berarti kita mendapat sumber daya yang bisa menghasilkan keselarasan,” jelasnya.

Ia berpendapat, tingkat kesetaraan yang dicapai dapat membuka ruang untuk berdialog yang lebih produktif. Dengan demikian anak-anak muda dapat memahami, mengkritisi, dan mengikuti perkembangan kebijakan yang diusulkan Ganjar dan Mahfud.

Gita meyakini langkah tersebut akan bisa menjangkau semua kalangan anak muda, dan diharapkan bisa membuat generasi muda ini tidak lagi apatis atau tidak peduli terhadap politik di Tanah Air.

Pendukung calon presiden Ganjar Pranowo dan pasangannya Mahfud Mahmodin bersorak saat pengundian nomor elektoral yang akan mewakili pasangan tersebut pada Pilpres 2024, di KPU Jakarta, 14 November 2023. (Foto: AP)
Pendukung calon presiden Ganjar Pranowo dan pasangannya Mahfud Mahmodin bersorak saat pengundian nomor elektoral yang akan mewakili pasangan tersebut pada Pilpres 2024, di KPU Jakarta, 14 November 2023. (Foto: AP)

“Jadi kita berpolitik, kalau dibilang politik berat, sebenarnya kita menghadapi persoalan yang lebih berat lagi, yakni tantangan di masa depan nanti. Kita sudah terbuai dengan adanya algoritma dari teknologi yang memang mempermudah tetapi di sisi lain punya dampak mendestruksi pikiran dan melihat ke depannya seperti apa,” katanya.

Eksploitasi Suara Generasi Muda

Pengamat Politik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, menilai sejauh ini ketiga kandidat capres dan cawapres masih menjadikan suara-suara dari kalangan anak muda ini hanya sebagai alat untuk mencapai kemenangan.

Narasi yang ditampilkan, kata Airlangga, masih penuh dengan politik gimmick yang pada akhirnya hanya sekedar mengeksploitasi suara-suara dari generasi milenial dan generasi Z. Pada akhirnya politik gimmick tersebut tidak menghadirkan pesan mendasar terkait aspirasi atau kebutuhan dan kepentingan anak muda.

“Kita bisa menyaksikan menguatnya politik gimmick seperti misalnya joget-joget, flexing atau hal-hal yang sifatnya permukaan itu kelihatannya sekarang itu dominan tampil tanpa melihat substansi itu sendiri, sama sekali,” ungkap Airlangga.

Langkah dari para politisi tersebut, katanya, bukanlah tanpa sebab. Menurutnya, generasi muda yang identik memiliki adiksi dengan handphone cenderung dianggap sebagai generasi yang apatis, bahkan asosial. Padahal, dalam kenyataannya banyak generasi muda yang peduli dan kritis dengan masalah sosial seperti salah satunya masalah krisis iklim.

Maka dari itu, ia berpendapat, sudah seharusnya ketiga paslon ini untuk mulai peduli dan mendengar apa yang menjadi keinginan dari generasi muda tersebut. Apabila capres dan cawapres ini tetap mengabaikan aspirasi mereka, itu sama halnya dengan menjual politik kepalsuan.

“Misalnya pasangan Prabowo-Gibran. Menampilkan Gibran sebagai misalkan idola atau ikon muda, tapi dia bicara apa? Dia tidak bicara apa-apa soal aspirasi dan agenda kaum muda,” katanya.

Hal itu lah, menurut Airlangga, yang disebut sebagai politik kepalsuan, yaitu menjual kemasan, tetapi isinya kosong.

Pendukung putra Presiden RI Joko Widodo sekaligus Wali Kota Surakarta saat ini, Gibran Rakabuming Raka di Jakarta pada 21 Oktober 2023. (Foto: Bay ISMOYO/AFP)
Pendukung putra Presiden RI Joko Widodo sekaligus Wali Kota Surakarta saat ini, Gibran Rakabuming Raka di Jakarta pada 21 Oktober 2023. (Foto: Bay ISMOYO/AFP)

“Ini harus berubah karena suatu hal yang mendesak saat ini adalah bagaimana ke depan ini kita bicara bahwa kaum muda ini yang akan menjadi pemimpin kedepan. Dan jangan dijejali lagi dengan politik atau kampanye kepalsuan,” tegasnya.

Pengamat Politik BRIN Lili Romli menilai hanya satu paslon saja yang ia lihat lebih menjual politik gimmick serta politik pencitraan ketimbang menyampaikan gagasan, visi, atau misi kepada generasi muda. Meski begitu, seharusnya politik gimmick dan pencitraan harus dihilangkan, karena kedua hal tersebut sama sekali tidak memberikan pendidikan politik terhadap generasi muda.

Ia pun menyayangkan tema debat capres dan cawapres yang akan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) nanti sama sekali tidak ada yang menyentuh kalangan anak muda, padahal menurutnya hal ini sangat penting.

“Kita ingin mendengar sikap dan perhatian para capres dan cawapres terhadap masa depan generasi milenial dan gen Z itu, yang katanya selalu didengungkan oleh mereka Indonesia Emas,” katanya.

Padahal, menurut Lili, Indonesia Emas harus menjelaskan langkah konkret apa yang akan diambil calon pemimpin untuk masa depan kaum muda.

“Selama ini yang selalu dikeluhkan persoalan pengangguran. Mereka itu lapangan pekerjaan apa yang harus diperoleh mereka di tengah persaingan yang ketat dalam era globalisasi ini? Yang saya lihat mereka itu mencari sendiri tanpa arahan, panduan, keterlibatan negara untuk memberikan prospek baik bagi generasi milenial dan gen Z ini,” pungkasnya.

Indonesia Emas sendiri merupakan visi pemerintah untuk menjadikan negara ini sebagai negara maju ketika merayakan usianya yang ke-100 pada 2045. Presiden Joko Widodo mengatakan untuk mencapai target tersebut, Indonesia membutuhkan pemimpin yang berani dan pandai mencari solusi. [gi/ah]

Forum

XS
SM
MD
LG