Tautan-tautan Akses

Juni, India Mungkin Kembali Mengekspor Vaksin AstraZeneca


Seorang perawat bersiap untuk memberikan vaksin AstraZeneca / Oxford di bawah skema COVAX, 13 Maret 2021. (Foto: REUTERS/Tiksa Neger)
Seorang perawat bersiap untuk memberikan vaksin AstraZeneca / Oxford di bawah skema COVAX, 13 Maret 2021. (Foto: REUTERS/Tiksa Neger)

Kepala Eksekutif Serum Institute of India, produsen vaksin terbesar di dunia, Selasa (6/4), mengatakan perusahaan itu akan dapat memulai kembali ekspor vaksin AstraZeneca pada Juni jika kasus infeksi virus corona di negara tersebut mereda.

Namun, Adar Poonawalla dalam wawancara dengan Associated Press, menegaskan memperingatakan lonjakan kasus yang berkelanjutan di India dapat mengakibatkan lebih banyak penundaan ekspor karena Serum Institute of India harus memenuhi kebutuhan domestik.

Perusahaan tersebut adalah pemasok utama untuk program COVAX yang didukung Perserikatan Bangksa-Bangsa (PBB) yang bertujuan untuk mendistribusikan vaksin secara adil di dunia. Pada 25 Maret, COVAX mengumumkan program vaksinasinya mengalami kemunduran besar dalam karena lonjakan jumlah kasus di India menyebabkan Serum Institute of India harus memenuhi permintaan domestik. Akibatnya, pengiriman vaksin ke berbagai negara yang jumlahnya hingga 90 juta dosis vaksin tertunda.

Sejak itu, jumlah orang yang terinfeksi virus corona di India naik hampir dua kali lipat setiap harinya. Lonjakan tertinggi kasus harian terjadi pada Senin (5/4) dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 100 ribu kasus. Infeksi dilaporkan lebih cepat terjadi di India dibandingkan negara manapun, mendorong pembatasan virus yang lebih ketat di New Delhi dan Ibu Kota Mumbai.

India awalnya mengimunisasi kelompok yang paling rentan, tetapi memperluasnya kepada siapa pun yang berusia di atas 45 tahun pada 1 April karena adanya lonjakan kasus. Terjadinya peningkatan permintaan memaksa produsen vaksin menghentikan ekspor. Sejak itu, beberapa pejabat tinggi negara bagian telah mendesak pemerintah federal untuk memperluas sasaran program vaksinasi.

Poonawalla mengatakan perusahaan telah "memilih untuk memprioritaskan India selama dua bulan" dan berharap untuk memulai kembali ekspor.

Jika lonjakan infeksi di India tidak mereda, "Saya takut dengan apa ... yang harus kita lakukan, dan apa yang akan terjadi," katanya. “Kami harus terus memasok ke India, dan tidak ke tempat lain. Karena kita harus melindungi bangsa kami.”

Dia mengakui hal itu telah “membebani kewajiban kontrak kami” untuk menyediakan vaksin ke negara lain, dan bahwa dia telah menerima panggilan telepon dari berbagai kepala negara.

“Saya harus menjelaskan dengan sopan kepada semua orang situasinya,” katanya, menambahkan bahwa sebagian besar pemimpin dunia mengerti karena mereka menghadapi masalah yang sama - kebutuhan politik dalam negeri dan pertanyaan yang diajukan oleh partai oposisi dan publik.

"Nasionalisme sedang terjadi ... sampai batas tertentu, di mana-mana," kata Poonawalla. Dia merujuk kepada kontrol ekspor vaksin yang diberlakukan oleh Eropa, dan penggunaan Undang-Undang Produksi Pertahanan di Amerika Serikat untuk mencegah ekspor bahan mentah penting yang diperlukan untuk menggenjot pembuatan vaksin.

Dia mengatakan tidak tersedianya bahan mentah ini, seperti media khusus yang dibutuhkan untuk menumbuhkan mikroorganisme, dapat mempengaruhi produksi vaksin Serum Institute yang lain, Novavax, yang masih diuji di India. Perusahaan telah menandatangani kesepakatan untuk memasok Novavax ke COVAX, tetapi berpindah ke pemasok bahan baku yang berbeda akan mengakibatkan penundaan lima hingga enam bulan, katanya. [ah/au/ft]

XS
SM
MD
LG