Tautan-tautan Akses

Jepang Rencanakan 'Kota Masa Depan' untuk Gantikan Daerah Bencana


Sebuah mobil lewat di depan tumpukan puing-puing (15/1) akibat bencana tsunami di dermaga di Ofunato, Iwate, hampir satu tahun setelah tsunami menghancurkan daerah tersebut pada 11 Maret 2011 (AFP).
Sebuah mobil lewat di depan tumpukan puing-puing (15/1) akibat bencana tsunami di dermaga di Ofunato, Iwate, hampir satu tahun setelah tsunami menghancurkan daerah tersebut pada 11 Maret 2011 (AFP).

Jepang merencanakan pembangunan enam wilayah hemat energi yang disebut "kota masa depan" di wilayah yang hancur akibat gempa bumi berkekuatan 9 S.R. dan tsunami tahun lalu. Namun, muncul kekhawatiran akan ruang lingkup dan keberlanjutan proyek tersebut dan apakah komunitas internasional akan dibiarkan ikut terlibat.

Jepang merencanakan pembangunan enam wilayah hemat energi yang disebut "kota masa depan" di wilayah yang hancur akibat gempa bumi berkekuatan 9 S.R. dan tsunami tahun lalu. Namun, muncul kekhawatiran akan ruang lingkup dan keberlanjutan proyek tersebut dan apakah komunitas internasional akan dibiarkan ikut terlibat.

Tsunami yang terjadi 11 Maret tahun lalu telah menyapu bersih sejumlah pesisir dan penduduk di kawasan tersebut. Banyak yang khawatir bahwa beberapa kota akan hilang selamanya. Tetapi, Jepang kini berencana untuk membangun kembali beberapa daerah tersebut sebagai komunitas hemat energi. Beberapa idenya cukup ambisius.

Tiga kota yang hancur, Ofunato, Rikuzentakata dan Sumida Kesen, akan menjadi lokasi proyek listrik mega surya pertama di dunia dengan baterai yang didistribusikan secara lokal.

Daerah Kamaishi berencana untuk menghasilkan listrik sendiri untuk konsumsi lokal dan untuk menciptakan industri baru. Wilayah Higashi Matsushima akan menggunakan teknologi pembangungan canggih yang menjamin kekokohan bangunan-bangunan. Iwanuma akan menggunakan puing dari bencana alam untuk mengembangkan kembali lingkungan yang alami. Daerah ini juga akan memiliki jaringan listrik bertenaga surya yang canggih.

Daerah Shinichi berencana untuk menjadi "pusat infrastruktur informasi " sementara Minamisoma sedang mencoba untuk menjadi kota yang bertema "sirkulasi energi," kemungkinan dengan memanfaatkan tenaga angin.

Bahan bakar fosil impor masih menjadi kekuatan utama ekonomi Jepang, terutama karena hampir semua reaktor nuklir negara itu sekarang tidak beroperasi karena berbagai alasan. Pihak berwenang sedang mencari ide-ide berani untuk energi alternatif. Pada sebuah seminar di Fukushima, beberapa orang dari para korban bencana, perencana kota internasional dan diplomat mendapat penjelasan baru-baru ini dari ketua kelompok akademis yang mengevaluasi beberapa proposal mutakhir.

Arsitek dan insinyur Shuzo Murakami mengatakan warga “kota masa depan " tidak hanya akan mengontrol penggunaan listrik mereka, tetapi juga membuat dan menyimpan energi di rumah mereka sendiri.

Tapi, Murakami memperingatkan bahwa komunitas baru tersebut tidak dapat dirancang dengan cara hanya mengucurkan dana untuk pembangunannya. Kota-kota baru, katanya, harus mandiri dan berkelanjutan sehingga orang akan ingin tinggal di sana dalam jangka panjang.

Bahkan sebelum bencana tahun lalu beberapa komunitas telah menghadapi tantangan besar. Penduduk yang lebih muda telah pergi ke kota-kota besar, meninggalkan pekerjaan di bidang pertanian dan perikanan di daerah tersebut.

Para korban bencana dan para perancang pembangunan khawatir bahwa proyek tersebut bisa menjadi versi terbaru pekerjaan bernilai miliaran dolar tanpa tujuan yang jelas. Hal yang telah banyak terjadi di Jepang selama beberapa dekade di mana politisi dan pengusaha konstruksi saling berkolusi, untuk kepentingan keuangan mereka sendiri.

Jepang mendorong perusahaan asing untuk berpartisipasi dalam pembangunan kembali wilayah mereka. Tapi kelompok-kelompok asing mengeluhkan sedikitnya antusiasme untuk keahlian dan produk mereka, baik untuk pembersihan pasca bencana dan upaya rekonstruksi yang telah direncanakan. Beberapa orang mengatakan kepada VOA bahwa sejumlah perantara orang Jepang telah menawarkan bantuan hanya jika suap dibayarkan.

Seorang pembicara kunci pada seminar Fukushima, Richard Jones, wakil direktur eksekutif Badan Energi Internasional, mengatakan bahwa pengambil keputusan di Jepang perlu memfokuskan pada kebutuhan masyarakat dan bukan pada keinginan perusahaan besar Jepang.

"Tentu saja dalam situasi seperti ini, selalu ada godaan karena mereka menggunakan banyak uang rakyat untuk memusatkan perhatian pada sumber-sumber domestik," ujar Jones. "Tapi saya pasti akan mengajak masyarakat untuk mencoba berpikir tentang jangka panjang dan tentang kebutuhan masyarakat di daerah tersebut.

Menurut Jones, kebutuhan utama dalam komunitas yang hancur akibat bencana adalah rekonstruksi secepat mungkin. "Saya pikir mereka tidak harus menciptakan sesuatu yang baru ketika telah tersedia banyak contoh di luar sana dari komunitas lain dan proyek lainnya yang cukup berhasil," katanya.

Jones, mantan duta besar Amerika di empat negara, mengatakan masyarakat cerdas di Denmark, Inggris, Jerman dan Swedia adalah model yang layak dipelajari.

Para pendukung proyek ini mengatakan pelajaran tersebut termasuk bagaimana perencanaan dan pembangunan harus melibatkan penduduk masa depan di wilayah tersebut dan pemegang kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa tempat tersebut nantinya tak hanya hemat energi, tapi juga menarik untuk dihuni.

XS
SM
MD
LG