Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: Iran Bantah Keterkaitan dengan Serangan atas Salman Rushdie, Tapi Fatwa Mati Tetap Berlaku


Pendukung Salman Rushdie
Pendukung Salman Rushdie
Nasser Kanaani

Nasser Kanaani

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran

“Kami dengan keras menyangkal keterkaitan antara penyerang Salman Rushdie dan Republik Islam.”

Menyesatkan

Pada 15 Agustus, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani membantah adanya keterlibatan Iran dengan penikaman Salman Rushdie, penulis kelahiran India dengan kewarganegaraan Inggris yang telah memenangkan berbagai penghargaan, dalam sebuah acara baru-baru ini di New York.

Pada 12 Agustus, Hadi Matar, seorang pria New Jersey berusia 24 tahun, menyerang Rushdie di pusat pendidikan di Chautauqua, New York, Amerika ketika Rushdie tengah bersiap-siap untuk berbicara dalam kuliah umum. Rushdie mengungsi ke Amerika Serikat yang menjadi tempat berlindung bagi penulis dan artis yang diasingkan. Matar menikam Rushdie 10 sampai 15 kali di leher dan perutnya. Rushdie selamat dari serangan itu.

Rushdie lahir di India di keluarga Muslim dan kemudian menjadi warga negara Inggris setelah pindah ke Inggris. Novelnya, “Ayat-ayat Setan,” yang terbit pada 1988, menuai kontroversi di kalangan Muslim karena penggambaran satir Rushdie tentang Islam. Pada 1989, Pemimpin Tertinggi Iran saat itu, Ayatollah Ruhollah Khomeini, mengeluarkan fatwa yang memerintahkan umat Muslim untuk membunuh Rushdie.

Pada konferensi pers mingguan yang diadakan Kementerian Luar Negeri di Teheran pada 15 Agustus, juru bicara Kanaani menyalahkan Rushdie dan pendukungnya atas serangan itu. Kanaani mengatakan dukungan yang diterima Rushdie setelah serangan itu sebagai “penghinaan bagi semua agama.”

“Kami dengan keras menyangkal keterkaitan antara penyerang Salman Rushdie dan Republik Islam,” katanya.

Pernyataan ini menyesatkan. Meskipun tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan langsung Iran dalam serangan terhadap Rushdie itu, fatwa Iran yang dikeluarkan 33 tahun lalu atas Rushdie terus menyebabkan ancaman ekstrimis kepada Rushdie dan pendukungnya.

Dalam sebuah wawancara dari penjara dengan New York Post yang dipublikasikan pada 17 Agustus, penyerang Rushdie membantah ia berhubungan dengan Korps Garda Revolusi Iran. Tapi Matar mengklaim Rushdie telah “menyerang Islam” dan menyebut Khomeini sebagai “orang yang hebat.”

Matar saat ini ditahan tanpa uang jaminan, dan Jaksa Wilayah Chautauqua Jason Schmidt mengatakan keputusan itu bisa dibenarkan karena serangan Matar yang “ditargetkan, tidak beralasan, telah direncanakan” itu didukung oleh kelompok-kelompok yang lebih besar di luar batas yurisdiksi Chautauqua.”

Selama bertahun-tahun, berbagai kelompok yang terkait dengan rezim Iran menawarkan hadiah untuk kepala Rushdie senilai jutaan dolar.

Media Iran memuji penyerang Rushdie dan ulama garis keras Iran merayakan penikaman itu. Kantor Berita Iran Fras mempublikasikan sebuah video yang memuji serangan itu dan menyebut Rushdie “seorang murtad yang akan disambut api neraka.”

Mehr, kantor berita yang berbasis di Teheran mempublikasikan sebuah artikel berjudul “Penulis Murtad Salman Rushdie, Hidup di Persembunyian Seperti Setan.”

Press TV milik negara Iran menggambarkan Rushdie sebagai “penulis terkenal buku anti-Islam yang menjelek-jelekkan (Islam).”

Fatwa Khomeini tidak hanya memerintahkan Muslim untuk membunuh Rushdie. Fatwa itu juga menyatakan “semua yang terlibat dalam penerbitan buku itu yang mengetahui isinya akan dihukum mati.”

Pada tahun 1989, ketika Khomeini mengeluarkan fatwa terhadap Rushdie, The New York Times yang mengutip Reuters melaporkan bahwa ajudan Khomeini, Hassan Sanei, menawarkan hadiah bagi “siapa saja yang mau menghukum budak kolonialisme ini karena tindakannya yang memalukan.”

Sanei mengatakan yayasannya, June Fifth Foundation, akan membayar 1 juta dolar bagi warga non-Iran dan 3 juta dolar bagi warga Iran untuk membunuh Rushdie, dan menyebut pembunuhan ini sebagai “perang suci.”

Fatwa itu memaksa Rushdi bersembunyi selama beberapa tahun dan berpergian ditemani oleh penjaga keamanan sembari menggunakan nama samaran Joseph Anton.

Fatwa itu juga menyebabkan serangan terhadap penerjemah dan penerbit karya Rushdie. Pada 1991, Ettore Capriolo, yang menerjemahkan “Ayat-ayat Setan” ke dalam bahasa Italia, ditikam di Milan, Italia. Delapan hari kemudian, penerjemah ke dalam bahasa Jepang, Hitoshi Igarashi, ditemukan mati ditikam di kantornya di Tsukuba University di Tokyo.

William Nygaard, seorang penerbit Norwegia yang menerbitkan buku Rushdie yang diterjemahkan, ditembak tiga kali di luar rumahnya pada tahun 1993. Pada tahun 1994, Naguib Mahfouz, seorang penulis Mesir dan pemenang hadiah Nobel kategori sastra, ditikam di luar rumahnya di Kairo setelah ia mencela fatwa Khomeini.

Pada tahun 1998, presiden Iran saat itu Mohammad Khatami mengatakan kasus Rushdie sudah “selesai.” Teheran mengatakan tidak akan mengancam hidup Rushdie atau memerintahkan siapapun untuk mengancam hidup Rushdie.

Tapi pejabat pemerintah Iran dan ulama terus menghasut masyarakat untuk melawannya.

Pada tahun 2005, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menghidupkan kembali fatwa pendahulunya, dan mengatakan Islam menghalalkan pembunuhan Rushdie sebagai seorang murtad.

Hadiah uang untuk kepala Rushdie semakin meningkat.

Pada 2012, Sanei menambah hadiah uang untuk kepala Rushdie menjadi 3,3 juta dolar setelah sebuah film anti-Islam dirilis dan menimbulkan respon kekerasan dari Muslim ultra-konservatif. Rushdie tidak ada hubungan apa-apa dengan produksi film tersebut dan bahkan mengkritiknya.

“Jika hukuman yang dikeluarkan oleh Imam (Ayatollah Khomeini) dilakukan, hinaan lain tentang Islam dalam bentuk karikatur, artikel dan film, tidak akan terjadi,” kata Sanei.

Pada 2016, Reuters melaporkan media pemerintah Iran menambahkan 600.000 dolar untuk hadiah pembunuhan Rushdie.

Pada Juni 2012, Iran merilis game video untuk mengajarkan generasi baru tentang “dosa” Rushdie. Game tersebut, berjudul “Kehidupan Salman Rushdie yang Penuh Tekanan dan Implementasi Fatwa,” dikembangkan oleh Asosiasi Mahasiswa Islam yang didukung oleh pemerintah Iran dan diperkenalkan pada Pameran Game Komputer Internasional kedua negara itu, yang diselenggarakan oleh pemerintah Iran.

Para pengembang game itu mengatakan mereka mengalami keterlambatan produksi. The Guardian melaporkan tidak ada banyak detil tentang game itu, tapi judulnya mengisyaratkan misi pemain adalah untuk melaksanakan fatwa mati terhadap Rushdie.

Forum

XS
SM
MD
LG