Tautan-tautan Akses

Indonesia Harap China Junjung Tinggi Demokrasi dan HAM


Stiker dengan pesan gerakan pro demokrasi di sebuah jalan di Hong Kong, Kamis, 2 Juli 2020. (Foto: AP)
Stiker dengan pesan gerakan pro demokrasi di sebuah jalan di Hong Kong, Kamis, 2 Juli 2020. (Foto: AP)

Pemerintah China sejak 30 Juni 2020 telah memberlakukan Undang-undang Keamanan Baru di Hong Kong. Di bawah undang-undang tersebut, berbagai aksi protes yang mengguncang Hong Kong dalam setahun terakhir dapat digolongkan sebagai tindakan subversi atau pemisahan diri. Pelakunya dapat dijatuhi hukuman penjara hingga seumur hidup.

Menanggapi undang-undang tersebut, Indonesia tetap berharap China akan menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Hal tersebut disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah dalam jumpa pers yang digelar secara virtual di Jakarta, Kamis (13/8).

Pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah. (Foto: Kementerian Luar Negeri)
Pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah. (Foto: Kementerian Luar Negeri)

Indonesia, kata Faizasyah, akan menerapkan prinsip 'satu negara dua sistem' sebagai kebijakan luar negerinya dalam berhubungan dengan China dan Hong Kong.

"Sebagai negara yang menjunjung demokrasi dan HAM, kita semua berharap bahwa negara-negara (lain) memberikan perhatian yang positif dan pandangan yang sama atas arti penting HAM tersebut, termasuk China dalam hal ini," kata Faizasyah.

Faizasyah menjelaskan Hong Kong adalah entitas yang penting bagi Indonesia karena termasuk sepuluh negara terbesar yang menggelontorkan investasinya di tanah air. Karena itu, Indonesia selalu melihat peran penting Hong Kong sebagai pusat kerjasama ekonomi dan keuangan di tingkat kawasan dan global.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menerangkan pemerintah Indonesia terus memantau dengan seksama penerapan UU Keamanan di Hong Kong. Hal ini terkait dengan banyaknya warga negara Indonesia (WNI) yang menetap dan bekerja di Hong Kong. WNI yang berada di negara itu jumlahnya mencapai lebih dari seratus ribu orang.

Judha menambahkan, pemerintah melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong, selalu berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk memastikan perlindungan WNI.

Judha Nugraha, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI (courtesy: Kemlu RI)
Judha Nugraha, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI (courtesy: Kemlu RI)

"KJRI juga senantiasa memberikan imbauan kepada seluruh warga negara kita yang berada di Hong Kong untuk selalu waspada, mengikuti aturan yang ditetapkan oleh otoritas setempat," ujar Judha.

Selain itu, katanya, WNI juga diimbau untuk menghindari kegiatan-kegiatan yang bersifat politik lokal dan segera menghubungi KJRI jika mendapat kesulitan.

Hong Kong, hingga UU Keamanan disahkan, adalah satu-satunya bagian dari China yang tidak tunduk pada aturan-aturan Beijing. Akibatnya, pemberlakuan undang undang ini menimbulkan kekhawatiran di Hong Kong akan semakin represifnya China. Apalagi setelah UU Keamanan tersebut diberlakukan, pemerintah China juga membuka kantor keamanan nasional di Hong Kong.

Pemandangan di Victoria Harbour di Hong Kong. (Foto: AP)
Pemandangan di Victoria Harbour di Hong Kong. (Foto: AP)

Kantor keamanan ini sementara waktu akan beroperasi di sebuah hotel, di Causeway Bay, distrik komersial dekat dengan Victoria Park. Lokasi tersebut biasa digunakan pengunjuk rasa pro-demokrasi melakukan aksi demonstrasi di Hong Kong.​

Meski demikian para pejabat setempat mengatakan kebijakan ini akan membawa stabilitas keamanan setelah gelombang kekerasan terhadap para pengunjuk rasa dalam setahun terakhir. ​[fw/ah]

Recommended

XS
SM
MD
LG