Tautan-tautan Akses

ILO & UNICEF: 160 Juta Anak di Dunia Dipaksa Bekerja


Para pekerja anak di Kandahar, Afghanistan (foto: ilustrasi).
Para pekerja anak di Kandahar, Afghanistan (foto: ilustrasi).

Sebuah laporan baru mendapati bahwa 160 juta anak atau hampir satu dari sepuluh anak di dunia menjadi pekerja anak, atau naik 8,4 juta sejak tahun 2016. Sebuah laporan bersama yang dikeluarkan Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Dana Anak-anak PBB (UNICEF) memperingatkan pandemi COVID-19 akan semakin memperburuk kondisi pekerja anak yang sudah memprihatinkan.

Peningkatan jumlah pekerja anak di dunia, yang dibanding tahun 2016 kini mencapai 160 juta, merupakan peningkatan pertama yang tercatat dalam jumlah absolut sejak Organisasi Buruh Internasional (ILO) mulai melacak jumlah pekerja anak di dunia 20 tahun lalu. Data itu menunjukkan hampir separuh dari anak-anak ini, atau 79 juta, terlibat dalam pekerjaan berbahaya – atau berarti 6,5 juta lebih banyak dibanding tahun 2016.

Pekerja anak di Myanmar (foto: dok). Jumlah pekerja anak mengalami peningkatan dibanding tahun 2016.
Pekerja anak di Myanmar (foto: dok). Jumlah pekerja anak mengalami peningkatan dibanding tahun 2016.

Pekerjaan berbahaya dinilai sebagai salah satu bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Pekerjaan berbahaya yang dimaksud adalah pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan fisik dan mental, dan dapat mengakibatkan kematian. ILO melaporkan 70% anak bekerja di sektor pertanian, sebagian besar pertanian keluarga. Sementara 20% anak bekerja di sektor jasa, termasuk pekerjaan rumah tangga; dan 10% lainnya di sektor industri.

Gambaran yang muncul dari penelitian ini berbeda-beda di setiap wilayah. Laporan itu mendapati bahwa jumlah pekerja anak di Asia dan Pasifik, serta di Amerika Latin dan Karibia terus menurun. Tetapi jumlah pekerja anak meningkat secara substansial di Afrika dan sub-Sahara Afrika.

Direktur Jendral ILO Guy Ryder mengatakan dibanding empat tahun lalu, secara keseluruhan di Afrika saat ini ada lebih dari 20 juta pekerja anak. Dari jumlah itu 16,6 juta berada di sub-Sahara Afrika.

“Jadi jika kita melihat dari segi prosentase, ini berarti hampir satu dari setiap lima anak Afrika dan satu dari setiap empat anak di sub-Sahara Afrika adalah pekerja anak. Mereka kehilangan kesempatan mengenyam pendidikan. Mereka bekerja dalam usia muda. Mereka bekerja dengan jam kerja yang terlalu panjang. Mereka seringkali bekerja di sektor yang berbahaya,” ungkap Ryder.

Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore
Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore

Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore menyampaikan keprihatinan atas fenomena mengkhawatirkan adanya peningkatan jumlah anak-anak kecil yang bekerja keras. Ia mengatakan separuh dari semua anak yang menjadi pekerja anak di seluruh dunia berusia antara 5-11 tahun. Pandemi COVID-19 membuat situasi yang mengerikan ini menjadi semakin buruk, tambahnya.

“Dihadapkan pada hilangnya pekerjaan dan meningkatnya kemiskinan, keluarga-keluarga terpaksa membuat keputusan yang memilukan. Kami memperkirakan lebih dari sembilan juta anak akan terpaksa menjadi pekerja anak pada akhir tahun depan, jumlah yang akan meningkat menjadi hingga 46 juta jika cakupan perlindungan sosial gagal melindungi mereka karena penghematan yang dilakukan negara,” kata Fore.

Untuk membalikkan tren peningkatan pekerja anak itu, ILO dan UNICEF menyerukan perlindungan sosial yang memadai untuk semua, termasuk tunjangan anak secara universal dan pendidikan yang berkualitas, serta peningkatan anggaran agar anak-anak dapat kembali ke sekolah. Mereka mengatakan pekerjaan yang layak untuk orang dewasa harus diperbanyak agar anak-anak tidak perlu bekerja untuk membantu menghidupi keluarga mereka. [em/lt]

XS
SM
MD
LG