Tautan-tautan Akses

HRW Tuding Pemerintah Indonesia Biarkan Tindak Kekerasan Aparat Keamanan


Polisi menangkap seorang warga yang menghadiri perayaan 50 tahun Kemerdekaan Papua dari penjajahan Belanda di Timika ( 1/12).
Polisi menangkap seorang warga yang menghadiri perayaan 50 tahun Kemerdekaan Papua dari penjajahan Belanda di Timika ( 1/12).

Sepanjang tahun 2011, pemerintah Indonesia dituding hanya berdiam diri menyaksikan aparat keamanan melakukan tindak kekerasan terhadap rakyat di Papua, dan membiarkan serangan atas demonstrasi damai yang dilakukan pemeluk kepercayaan minoritas di Jawa dan Sumatera. Demikian yang dikatakan Human Rights Watch (HRW) dalam laporan dunia (World Report) yang dirilis hari Senin. Apa tanggapan pemerintah?

Human Rights Watch (HRW) meminta pemerintah Indonesia untuk melepaskan semua tahanan yang ditangkap ketika melakukan demonstrasi damai di Papua, sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap pemerintah pusat. Pembelaan juga ditujukan kepada korban kekerasan kasus Ahmadiyah dan jemaat GKI Yasmin.

“Kekerasan yang dilakukan polisi di Papua dan penyerangan atas penganut kepercayaan minoritas seperti Ahmadiyah, semakin buruk pada tahun 2011,” kata Elaine Pearson, wakil Direktur Asia untuk Human Rights Watch, dalam siaran pers-nya Senin sore.

Pearson menilai hal tersebut lumrah terjadi akibat kegagalan pemerintah Indonesia melindungi hak-hal warga negaranya.

Dalam laporan setebal 676 halaman, Human Rights Watch mengevaluasi kemajuan praktik hak asasi manusia, selama beberapa tahun terakhir di lebih dari 90 negara; termasuk kejadian yang tidak terduga seperti di negara-negara Arab (Arab Spring).

Namun, LSM yang berkantor pusat di New York, Amerika Serikat itu memberikan catatan yang sangat buruk untuk Indonesia, dalam laporannya.

Pada Oktober 2011 polisi mengerahkan kekuatan besar-besaran untuk menghalau lebih dari 300 orang, yang terlibat dalam kongres selama tiga hari di Jayapura. Sedikitnya 3 orang meninggal dan lebih dari 90 luka-luka. Dalam catatan HRW, tidak satupun anggota polisi yang kena hukuman akibat pelanggaran disiplin. Lima orang pemimpin kelompok suku dikenakan tuduhan subversif.

Jurubicara Kementerian Luar Negeri RI, Michael Tene
Jurubicara Kementerian Luar Negeri RI, Michael Tene

Jurubicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, kepada VOA, Selasa mengatakan pemerintah tentu memiliki kebijakan sendiri untuk keamanan di Papua.

Ia mengatakan, “Masalah Papua ‘kan sebetulnya sudah selesai dalam forum-forum internasioanl, dalam pengertian statusnya. Tidak ada satupun negara-negara yang mempertanyakan soal itu. Yang terjadi sekarang, adalah upaya kita menangani kasus-kasus di sana, perbaikan-perbaikan HAM, perbaikan ekonomi, perbaikan kondisi masyarakta pada umumnya, itu yang sedang dilakukan pemerintah secara konsisten.”

Di sisi lain, pembentukan Unit Khusus Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UKP4B), dinilai positif. HRW beralasan, unit ini akan fokus pada pengembangan ekonomi Papua, disertai seorang utusan khusus untuk membuka dialog dengan kelompok pro kemerdekaan, OPM. Termasuk ketika Presiden Yudhoyono mengundang empat pemimpin gereja Papua, untuk membicarakan isu HAM.

Sementara Wakil Ketua Komisi 1 DPR, Hayono Isman, Selasa, berpendapat masukan dari HRW penting bagi Komisi 1. Tetapi HRW juga diimbau mau melihat perubahan dalam TNI, selain kondisi di lapangan.

“Memang yang menjadi masalah di Papua ini adalah bagaimana bisa dipisahkan dengan jelas antara hak berbeda pendapat dengan tindakan separatisme dengan senjata. Domain publik adalah wilayah polisi. Domain TNI adalah separatisme yang bersnejata. JAdi tidak wajar jika prajurit TNI menanyakan KTP, itu tugas polisi. Ini yang selalu kami ingatkan pada pemerintah,” demikian menurut Hayono Isman.

XS
SM
MD
LG