Tautan-tautan Akses

HRW: Libya Gagal Tuntut Pertanggungjawaban Para Penjahat Perang


Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda, 7 November 2019. (Foto: dok).
Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda, 7 November 2019. (Foto: dok).

Sebuah organisasi HAM terkemuka, Kamis (25/2), menuduh pihak berwenang Libya gagal mengadili para penjahat perang yang bertanggung jawab atas tindakan berdarah terhadap protes-protes antipemerintah yang menyebabkan jatuhnya diktator Moammar Gaddafi pada 2011.

Pernyataan Human Rights Watch (HRW) ini muncul pada peringatan 10 tahun perujukan Libya oleh Dewan Keamanan PBB ke Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) atas tuduhan kejahatan serius terhadap kemanusiaan yang dilakukan selama berlangsungnya pemberontakan. Hingga saat ini, tidak ada satupun tersangka yang berhasil diseret ke pengadilan.

“Setelah satu dekade kekebalan hukum atas kejahatan-kejahatan serius, roda keadilan yang digerakkan oleh rujukan Dewan Keamanan ke ICC soal Libya tampaknya terhenti,'' kata Hanan Salah dari HRW. “Anggota Dewan perlu memastikan bahwa pengadilan memiliki sarana yang memadai dan dukungan politik untuk melakukan pekerjaan vitalnya atas nama para korban pelanggaran berat di Libya. ''

Pada 2017, ICC mengeluarkan tiga surat perintah penangkapan terhadap Seif al-Islam Gaddafi, putra mendiang diktator Al-Tuhamy Mohamed Khaled (mantan kepala Badan Keamanan Dalam Negeri Libya) dan Mahmoud al-Werfalli, seorang perwira militer Libya.

Saif al-Islam, putra mantan pemimpin Libya Moammar Gaddafi. (Foto: dok).
Saif al-Islam, putra mantan pemimpin Libya Moammar Gaddafi. (Foto: dok).

Seif al-Islam Gaddafi, yang dituduh melakukan pembunuhan atas perannya dalam penumpasan aksi protes 2011, diyakini bersembunyi di kota Zintan, Libya. Ia dibebaskan dari tahanan pada Juni 2017, setelah lebih dari lima tahun ditahan sebagai bagian dari program pengampunan yang dikeluarkan oleh parlemen Libya yang berbasis di wilayah timur negara itu.

Khaled dicari atas tuduhan kejahatan perang terhadap tahanan yang dipenjarakan oleh pasukan keamanan Libya selama aksi protes 2011. Jaksa ICC Fatou Bensouda sebelumnya mengatakan bahwa Khaled berada di Kairo, Mesir.

Mahmoud Mustafa Busayf Al-Werfalli. (Foto: ICC)
Mahmoud Mustafa Busayf Al-Werfalli. (Foto: ICC)

Werfalli dicari atas dugaan perannya dalam, atau memerintahkan, eksekusi 33 tawanan di kota Benghazi pada 2016 dan 2017. ICC menyatakan bahwa eksekusi tersebut difilmkan dan diposting di media sosial. Werfalli telah bertugas sebagai komandan tentara timur Libya yang berbasis di Benghazi dan dipimpin oleh Khalifa Hifter.

Jaksa ICC menuntut pemerintah Mesir menyerahkan Khaled, dan Hifter menyerahkan al-Werfalli. “ICC menghadapi tantangan berat dalam menjalankan mandatnya di Libya. Tanpa bantuan polisi, ICC bergantung pada pemerintah negara-negara di mana para tersangka dapat ditemukan. Sayangnya kerja sama itu juga tidak memadai,'' kata pernyataan HRW.

Sejak 2011, Libya mengalami kekacauan dan menjadi tempat berlindung bagi kelompok-kelompok militan Islam serta kelompok-kelompok bersenjata yang telah memicu perang saudara yang berkepanjangan.

Negara ini telah terbagi antara dua pemerintah yang bersaing: satu di imur dan satu lagi di barat selama enam tahun terakhir. Setiap pemerintahan didukung oleh sejumlah besar milisi dan pemerintah asing.

Pada 2019, komandan yang berbasis di timur, Khalifa Hifter, melancarkan serangan militer untuk merebut ibu kota, Tripoli, dari pemerintah yang didukung PBB. Usaha selama 14 bulan itu gagal tahun lalu setelah Turki mendukung Tripoli dengan pasukan, peralatan militer, dan tentara bayaran. [ab/uh]

XS
SM
MD
LG