Kelompok-kelompok Lebanon yang berkuasa, Hezbollah dan Amal, pada Sabtu (15/1) mengatakan akan mengakhiri boikot sesi kabinet. Langkah itu membuka jalan bagi para menteri untuk bertemu setelah jeda tiga bulan di mana krisis ekonomi mendalam dan mata uang merosot lebih jauh.
Kelompok-kelompok itu, yang mendukung beberapa menteri dalam pemerintahan yang terdiri dari berbagai spektrum politik dan sektarian, mengatakan keputusan itu didorong oleh keinginan untuk menyetujui anggaran 2022 dan untuk membahas pemulihan ekonomi. Mereka sebelumnya menolak menghadiri sesi kabinet karena mempermasalahkan penanganan penyelidikan ledakan besar di pelabuhan Beirut pada 2020.Tidak adanya pertemuan kabinet telah menyebabkan tertundanya pembicaraan mengenai rencana pemulihan dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Padahal pembicaraan itu dianggap penting untuk membuka bantuan internasional guna membantu mengangkat negara itu keluar dari krisis yang menyebabkan banyak warga jatuh miskin.
Hezbollah, kelompok yang didukung Iran, dan Amal, kelompok Syiah Muslim lain, telah mengupayakan pencopotan seorang hakim yang menangani penyelidikan ledakan. Mereka telah menuduh Hakim Tarek Bitar bias karena berusaha menginterogasi dua tokoh senior Amal yang didakwa terkait ledakan itu. Bitar, yang belum pernah menyampaikan pernyataan publik, dikutip oleh para keluarga korban ledakan yang mengatakan ia akan terus melakukan penyelidikan yang telah beberapa kali terkendala sejumlah gugatan yang diajukan oleh para tersangka berpengaruh dalam kasus itu. [vm/ah]