Tautan-tautan Akses

Hari Perempuan Internasional: Fokus pada Kebutuhan Perempuan


Para aktivis melakukan unjuk rasa menuntut dihormatinya hak-hak perempuan pada peringatan Hari Perempuan Sedunia di Jakarta (foto: dok).
Para aktivis melakukan unjuk rasa menuntut dihormatinya hak-hak perempuan pada peringatan Hari Perempuan Sedunia di Jakarta (foto: dok).

Hari Perempuan Internasional, yang dirayakan setiap tanggal 8 Maret, memusatkan perhatian dunia pada keadaan perempuan dalam hal kesetaraan gender, bias, sterotip dan diskriminasi. Tujuannya adalah untuk menjadikan dunia lebih beragam, setara dan inklusif. 

Kita kerap mendengar kutipan terkenal: “di balik setiap perempuan hebat, ada perempuan hebat lain.” Atau “menanamkan investasi pada perempuan berarti menanamkan investasi pada masyarakat.” Atau “ketika perempuan maju, dunia maju bersama mereka.”

Hari Perempuan Internasional 8 Maret mengajak dunia untuk memusatkan perhatian pada keberadaan perempuan saat ini dan ke mana arah mereka.

Di Amerika, Yayasan Kamar Dagang Amerika melangsungkan forum dua hari secara virtual untuk menyoroti Hari Perempuan Internasional.

Paloma Adams-Allen di USAID mengatakan, “Kemajuan nyata telah dibuat perempuan dalam beberapa dekade terakhir, namun dampak tantangan global saat ini membuat perempuan dan anak perempuan masih terus memikul beban yang sangat tidak proporsional.”

Ada teriakan dari perempuan-perempuan di Ukraina yang negaranya sedang diserang Rusia.

“Ketika konflik terus berlanjut, kami melihat bagaimana perempuan memainkan peran penting melawan kampanye kekerasan Rusia, menanggapi kebutuhan mendesak dalam masyarakat mereka, memerangi informasi yang salah, mengangkat senjata untuk ikut berperang dan terlibat dalam diplomasi,” tambah Paloma.

Sejumlah aktivis perempuan Israel, baik etnis Yahudi maupun Arab, melakukan aksi unjuk rasa menyerukan perdamaian di luar tembok Kota Tua Yerusalem (Foto: ilustrasi).
Sejumlah aktivis perempuan Israel, baik etnis Yahudi maupun Arab, melakukan aksi unjuk rasa menyerukan perdamaian di luar tembok Kota Tua Yerusalem (Foto: ilustrasi).

Para pakar mencatat bahwa perempuan di seluruh dunia telah memikul sebagian besar beban pandemi global Covid-19, baik sebagai pengasuh dan petugas kesehatan, di rumah maupun di tempat kerja.

Rachel Vogelstein di Dewan Kebijakan Gender Gedung Putih mengatakan, “Layanan penitipan anak, perawatan orang tua, perawatan di rumah terlalu sering tidak dapat diakses dan tidak terjangkau, sementara pada saat yang sama perempuan bekerja keras untuk merawat keluarga mereka, bahkan saat mereka merawat orang lain.”

Sementara itu perempuan terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaan selama pandemi Covid-19. Yayasan Kamar Dagang Amerika mengatakan di Amerika lebih dari tiga juta perempuan keluar dari pasar tenaga kerja selama dua tahun terakhir ini, di mana partisipasi perempuan di tempat kerja saat ini lebih rendah dibanding 30 tahun terakhir ini.

USAID bahkan mengatakan perempuan dan anak perempuan lebih mungkin meninggal karena bencana alam karena jumlah bencana dan tingkat keparahan akibat perubahan iklim meningkat secara global.

Para aktivis hak-hak perempuan juga ingin melihat lebih banyak perempuan di puncak pemerintahan dan peran politik.

Ketua Bersama Kaukus Perempuan di Kongres Jennifer Gonzales-Colon mengatakan, “Perlu ada lebih banyak anak perempuan dan perempuan yang berpartisipasi dalam politik. (Karena) ketika kita mencapai 49% populasi pun, kita tidak terwakili secara merata dalam kekuasaan.”

Para pakar memuji kemajuan yang telah dicapai perempuan sejauh ini, tetapi menginginkan lebih banyak hal lagi dalam hal kesetaraan, keragaman dan inklusifitas gender. [em/lt]

XS
SM
MD
LG