Tautan-tautan Akses

Google dan Detroit Berbeda Pandangan tentang Mobil Self-driving


Mobil self-driving buatan Google melakukan ujicoba dekat Museum Sejarah Komputer di Mountain View, Calif, 14 Mei 2014. (Foto: dok.)
Mobil self-driving buatan Google melakukan ujicoba dekat Museum Sejarah Komputer di Mountain View, Calif, 14 Mei 2014. (Foto: dok.)

Di tahun 2012, sebuah tim kecil yang terdiri dari beberapa insinyur dan staf bisnis milik Google Inc bertemu dengan beberapa produsen mobil terbesar dunia, untuk mendiskusikan kerjasama pembuatan self-driving car atau mobil yang dapat menyetir sendiri.

Dalam sebuah rapat, kedua pihak menyambut teknologi futuristik ini dengan antusias, namun kedua pihak juga dipastikan tidak akan bekerjasama. Google dan produsen mobil menemui ketidaksepakatan dalam banyak hal, mulai dari kemampuan mobil serta waktu pemasaran serta ruang lingkup kolaborasi.

“Dalam rapat itu, kedua pihak seperti berbicara dalam dua bahasa yang berbeda,” ujar salah satu peserta rapat.

Semenjak Google memperluas bisnisnya lebih dari sekedar perusahaan mesin pencari internet, dan mencari peluang di pasar otomotif, keinginan Google ini justru dianggap sebagai arogansi bagi beberapa perusahaan di Detroit yang menganggapnya sebagai ancaman ataupun kesempatan di Silicon Valley.

Saat ini, Google meneruskan usahanya, membangun prototipe kendaraan yang sepenuhnya bisa menyetir sendiri dan menentang rencana produsen mobil untuk secara bertahap menambah fitur menyetir sendiri ke kendaraan yang sudah ada. Tapi harapan Google untuk membuat mobil yang bisa menyetir sendiri mungkin tetap mengharuskannya untuk bekerjasama dengan Detroit, dan perusahaan yang berbasis di California itupun mengakui hal tersebut. Sebagai alternatif Google yang tidak punya pengalaman dalam industri otomotif harus menghabiskan milyaran dolar untuk bisa menembus industri yang sudah berusia satu abad tersebut.

“Perusahaan-perusahaan otomotif sedang memonitor Google dan mereka mencoba mengerti apa tujuan dan ambisi Google,” ujar seorang narasumber yang berkecimpung di industri otomotif, namun tidak ingin disebutkan namanya.

“Para pembuat mobil tidak yakin apakah Google adalah lawan atau teman mereka, khususnya setelah ada kecurigaan kalau apa yang sedang dilakukan Google akan mengakibatkan masalah besar.”

Tanpa Steering Wheel

Para pengamat memperkirakan Google telah berinvestasi puluhan juta dolar untuk proyek sampingannya ini. Sedangkan semua perusahaan otomotif, yang sangat familiar dengan situasi finansial yang sedang sulit dan nama brand yang rusak akibat penarikan kembali mobil yang sudah dipasarkan, melihat inovasi mobil self-driving milik Google sebagai ancaman untuk bisnis otomatif mereka.

Hal ini bisa terlibat di prototipe Google terbaru. Dua orang duduk sejajar dalam mobil mini yang dilengkapi dengan fitur pengaman seperti kaca yang fleksibel dan alat navigasi berbentuk kerucut yang berputar di atas mobil. Mobil listrik ini diluncurkan pada bulan Mei, memiliki batas kecepatan maksimal 25 mil per jam, dan tanpa memiliki setir, pedal rem, dan pedal gas.

Pendiri Google, Sergey Brin menggambarkan self-driving car sebagai sebuah produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Hal ini mewakili pergeseran besar dari model lama berdasarkan kepemilikan individu, sebesar 375 milyar dolar menurut J.D. Power.

Lebih lanjut, sebuah studi yang dilakukan oleh perusahaan konsultasi KPMG tahun lalu menunjukan kalau penduduk Amerika cenderung percaya pada merek Google atau Apple untuk produk mobil self-driving daripada mobil self-driving dari merek-merek otomotif terkenal.

Kepala pengembangan produk global dari General Motor, Mark Reuss, baru-baru ini mengatakan Google berpotensi menjadi pesaing berat perusahaannya.

Evolusi versus Revolusi

Chris Urmson, direktur kelompok mobil self-driving Google, mengatakan tidak akan bernegosiasi dengan para produsen mobil namun mengatakan kalau mobil self-driving Google dapat menguntungkan mereka dan konsumen.

Dengan menggunakan mobil self-driving, penumpang jadi dapat melakukan kegiatan lain yang dapat menghasilkan uang banyak bagi Google, seperti halnya saat orang-orang menggunakan aplikasi mesin pencarian internet. Urmson mengatakan Google masih berusaha memikirkan cara menghasilkan keuntungan dari penggunaan teknologi.

“Menurut saya ini lebih dari sekedar membuat penumpang mobil self-driving punya waktu lebih untuk menjelajahi internet,” katanya.

Para pembuat mobil seperti General Motor, Mercedes, dan Volvo selama bertahun-tahun telah mengembangkan teknologi kendaraan yang mengarah kepada mobil self-driving.

Tapi sebagian besar lebih menyukai pendekatan secara bertahap terhadap mobil self-driving, seperti mengenalkan fitur lane centering atau mengarahkan mobil ke jalur yang benar dan parking assistance atau bantuan untuk parkir. Para pembuat mobil juga masih enggan untuk berinvestasi di fitur baru sampai mereka yakin kalau produk tersebut memiliki permintaan yang tinggi di pasar.

Pendekatan dan proses panjang pengembangan produk pembuat mobil tidak sejalan dengan ambisi Google yang ingin menciptakan mobil self-driving lengkap. Perusahaan internet tersebut kelihatannya tidak sabar dengan Detroit, menurut orang-orang yang terlibat dengan pembicaraan pada tahun 2012 dengan para produsen mobil.

“Ada kecongkakan dari pihak Google, seperti, “Kami tahu apa yang kita lakukan, kalian bantu saja,” ujar seorang narasumber lainnya, yang mewakili produsen mobil besar yang terlibat dalam pembicaraan dengan Google.

“Kami bilang: Kalian tidak tahu banyak. Dan kami tidak akan menaruh nama merek kami di proyek seperti itu. Kalau sesuatu yang buruk terjadi, kami yang akan rugi lebih banyak.

Poin lain yang menonjol adalah peta yang dikembangkan oleh Google dan mobil robotnya, ujar Sven Strohband, ahli robot yang bekerja untuk Volkswagen sampai tahun 2006, namun tidak terlibat dalam diskusi di atas. Data yang dikompilasi oleh Google itu bisa sangat detil, bahkan sampai bisa mendeteksi seberapa tinggi trotoar dan lokasi rambu.

“Pertanyaannya adalah, siapa yang memiliki data itu? Ujar Strohband. “Dibutuhkan sebuah aplikasi peta yang selalu diperbarui dan mobil itu hanya bisa berjalan jika memiliki data peta yang akurat.”

Tanpa pengemudi yang bisa disalahkan jika terjadi kecelakaan, kendaraan-kendaraan self-driving ini bisa membawa beban tanggung jawab yang besar bagi para produsennya.

Usaha Google menyakinkan salah satu produsen mobil kalau pihaknya akan bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan karena hal itu terkait dengan teknologi yang mereka ciptakan, tidak berhasil menurut salah seorang yang mengikuti diskusi tersebut.

“Saya bahkan sampai tidak percaya. Kalian betul-betul tidak mengerti,” ujarnya. “Jika terjadi kecelakaan para produsen tidak akan pernah bisa menentukan siapa yang salah. Yang memastikan itu pengacara, hakim, dan juri.”

Memulai Dengan Perlahan

Terlepas dari apakah Google ingin melisensi teknologinya atau menciptakan mobil yang sesuai dengan spesifikasi mereka, Google tetap akan membutuhkan Detroit, ujar para pengamat industri otomotif.

Google sudah membuat kemajuan di area yang kurang sensitif seperti area hiburan dan navigasi. Januari lalu, Google bekerjasama dengan General Motor, Audi, Honda, dan Hyundai membentuk Aliansi Otomotif Terbuka untuk memasukan aplikasi operasional Android ke dalam mobil.

Google juga telah mengambil langkah-langkah untuk memahami peraturan lebih baik dengan merekrut Ron Medford, mantan Deputi Direktur National Highway Traffic Safety Administration, pada tahun 2012.

“Pandangan saya, kedua pihak saling membutuhkan,” ujar Strohband, Kepala Teknologi di Khosla Venture.

Seorang sumber dari salah satu produsen mobil mengatakan kalau perusahaannya masih berhubungan dengan Google setiap minggu dan mendiskusikan hal-hal terkait mobil walaupun mereka belum resmi bekerjasama dalam mobil self-driving.

Beberapa pelaku industri memprediksi mobil self-driving setidaknya akan tersedia di pasaran pada tahun 2020, meskipun menurut penelitian milik firma HIS Automotive mengatakan kalau mobil self-driving baru akan keluar tahun 2035. Untuk saat ini, Google membuat prototipe mobil self-driving dalam jumlah kecil yakni 100 hingga 200 unit. Untuk sementara Google tidak akan mengidentifikasi nama partner manufakturnya, walaupun laporan menunjukkan perusahaan tersebut adalah Roush Enterprises yang berbasis di Michigan. Roush menolak berkomentar.

Untuk membangun ribuan unit mobil tentunya Google membutuhkan kerjasama dengan produsen mobil. Sumber di dalam industri pun menekankan bahwa untuk memproduksi sistem penting seperti setir dan suspensi dengan tingkat konsistensi tinggi, bekerjasama dengan ratusan pemasok dan produksi dalam jumlah besar dibutuhkan skill yang tidak bisa dipelajari dalam semalam.

Walaupun Tesla Motors memberikan contoh bahwa pihak luar bisa masuk ke dalam industri mobil, perusahaan pembuat mobil elektronik tersebut diuntungkan dengan mendapatkan pinjaman besar dari pemerintah dan akses ke pabrik mobil GM-Toyota NUMMI yang ditutup di Fremont, California.

Biaya untuk meluncurkan sebuah mobil model baru, termasuk biaya pengembangan dan alatnya, adalah sekitar 1 sampai 1,5 milyar dolar. Untuk sebuah perusahaan yang memulai dari awal seperti Google, biayanya pasti lebih tinggi, ujar seorang ahli di bidang otomotif.

Para ahli otomotif menyarankan Google untuk bekerjasama dengan Tesla, yang juga sedang mengembangkan teknologi self-driving dan memiliki pola pikir seperti Google. Dengan jumlah uang kontan sebesar 60 milyar dolar, Google juga dapat mengakuisisi perusahaan otomotif yang lebih kecil, beberapa orang berspekulasi, dan juga mengingatkan kalau cara tersebut akan membutuhkan biaya yang lebih besar, liabilitas dan tantangan yang harus Google terima.

“Google itu seperti perusahaan besar yang diinginkan oleh setiap orang,” ujar Edwin Olson, asisten professor ilmu computer di Universitas Michigan, yang juga bekerja dengan proyek mobil otomatis milik Ford. “Namun di saat yang sama, saya rasa para produsen mobil juga tidak ingin didikte oleh Google saat tiba waktunya.”

XS
SM
MD
LG