Tautan-tautan Akses

Fasilitas Limbah Terbesar di Kamp Pengungsi Rohingya di Bangladesh Mulai Beroperasi


Pengungsi Rohingya menimba air dari sebuah sumur di kamp pengungsi Cox's Bazar, Bangladesh (foto: ilustrasi).
Pengungsi Rohingya menimba air dari sebuah sumur di kamp pengungsi Cox's Bazar, Bangladesh (foto: ilustrasi).

Fasilitas limbah terbesar yang pernah dibangun di permukiman pengungsi telah mulai beroperasi di Cox’s Bazar, Bangladesh; yang kini dihuni oleh hampir satu juta pengungsi minoritas Muslim-Rohingya. Badan pengungsi PBB UNHCR yang mendanai proyek ini melaporkan bahwa fasilitas pengolahan itu dapat memproses limbah 150.000 manusia setiap hari.

Lebih dari 750.000 pengungsi Muslim-Rohingya telah melarikan diri ke Cox’s Bazar sejak Agustus 2017 lalu, untuk menghindari penganiayaan dan tindakan kekerasan lain yang dilakukan militer Myanmar di bagian utara Rakhine. Semasa penindasan oleh Myanmar sebelumnya ribuan warga Muslim-Rohingya lainnya juga telah melarikan diri ke Bangladesh.

Jumlah limbah manusia di tempat-tempat penampungan padat ini sangat luar biasa banyaknya, sementara lahan yang tersedia untuk membangun kakus dan pengolahan air limbah terbatas.

Juru bicara UNHCR Andre Mahecic mengatakan mengolah limbah di medan seperti ini membutuhkan pendekatan inovatif. Ia menyebut fasilitas pengolahan limbah yang baru ini sebagai langkah besar untuk menyelesaikan masalah limbah tersebut.

“Kapabilitas untuk mengolah limbah dalam volume sangat besar di lokasi itu secara langsung dibanding harus mengirimnya ke lokasi lain, merupakan langkah penting untuk membuang limbah secara aman dan berkelanjutan dalam situasi darurat ini. Hal ini akan secara signifikan mengurangi risiko kesehatan bagi para pengungsi dan masyarakat setempat, dan juga kemungkinan wabah penyakit,” ujar Andre.

Sebagai contoh, Andre mencatat adanya lebih dari 200.000 kasus diare akut yang dilaporkan terjadi di kamp-kamp penampungan warga minoritas Muslim-Rohingya tahun lalu. Belum lagi orang yang menderita infeksi saluran pernafasan dan penyakit kulit seperti kudis, akibat kondisi yang tidak higienis.

Andre Mahecic mengatakan kepada VOA, UNHCR berencana membangun fasilitas pengolahan limbah serupa di lokasi lain untuk mengatasi masalah limbah manusia ini.

“Maksud saya, hasil pengolahan limbah itu pun aman. Ada produksi bio-gas yang merupakan bagian dari hasil pengolahan limbah itu, dan apapun yang tersisa dibuat menjadi netral sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan manusia,” tambahnya.

Andre Mahecic mengatakan otorita berwenang Bangladesh telah menyediakan lokasi fasilitas pengolahan limbah itu, dan sejumlah pakar teknik UNHCR, badan amal Inggris OXFAM – dengan dukungan para pengungsi – membangun lokasi baru pengolahan limbah manusian itu hanya dalam waktu tujuh bulan. Ditambahkannya, biaya awal pembangunan fasilitas itu, termasuk pemasangan peralatan, pengoperasian dan pemeliharaan hanya menelan anggaran kurang dari 400 ribu dolar. (em)

Recommended

XS
SM
MD
LG