Tautan-tautan Akses

Ethiopia Deklarasikan 'Gencatan Senjata Kemanusiaan Tanpa Batas'


Seorang remaja di kamp pengungsi Hotel Agda tampak memegang botol air. Kamp tersebut terletak di Kota Semera, Afar, Ethiopia, pada 14 Februari 2022. (Foto: AFP/Eduardo Soteras)
Seorang remaja di kamp pengungsi Hotel Agda tampak memegang botol air. Kamp tersebut terletak di Kota Semera, Afar, Ethiopia, pada 14 Februari 2022. (Foto: AFP/Eduardo Soteras)

Pemerintah Ethiopia, pada Kamis (24/3), mengumumkan "gencatan senjata kemanusiaan tanpa batas yang mulai diberlakukan segera." Pemerintah mengatakan bahwa pihaknya berharap hal itu dapat membantu mempercepat pengiriman bantuan darurat ke wilayah Tigray, di mana ratusan ribu orang menghadapi kelaparan.

Sejak perang pecah di wilayah Ethiopia utara pada November 2020, ribuan orang telah tewas, dan semakin banyak warga yang terpaksa mengungsi karena konflik itu meluas dari Tigray ke wilayah tetangga, Amhara dan Afar.

Pemerintah Perdana Menteri Abiy Ahmed "berkomitmen mengerahkan upaya maksimal untuk memfasilitasi kelancaran bantuan darurat kemanusiaan ke wilayah Tigray," katanya dalam pernyataan.

Konflik meletus ketika Abiy mengirim pasukan ke Tigray untuk menggulingkan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), bekas partai yang berkuasa di kawasan itu. Ia mengatakan langkah itu diambil sebagai tanggapan atas serangan pemberontak di kamp-kamp tentara.

Pertempuran yang telah berlangsung lebih dari setahun itu telah memicu krisis kemanusiaan. Terdapat laporan tentang pemerkosaan massal dan pembantaian, dengan kedua pihak dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.

Lebih dari 400.000 orang telah mengungsi di Tigray, menurut PBB. Wilayah itu juga menjadi sasaran dari apa yang dikatakan PBB sebagai blokade de facto.

Amerika Serikat (AS) menuduh pemerintah Abiy menghalangi bantuan sampai kepada para warga yang membutuhkan, sementara pihak berwenang menyalahkan pemberontak atas halangan itu.

Hampir 40 persen orang di Tigray, wilayah dengan populasi yang mencapai enam juta penduduk, menghadapi "kekurangan pangan yang ekstrem", kata PBB pada Januari. Kekurangan bahan bakar memaksa pekerja bantuan mengirim obat-obatan dan persediaan penting lainnya dengan berjalan kaki.

Belum ada reaksi dari TPLF atas pengumuman pemerintah tersebut. [ka/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG