Tautan-tautan Akses

Dugaan Kecurangan Pemilu Berujung di Mahkamah Konstitusi?


Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan saat unjuk rasa menentang dugaan kecurangan pemilu presiden 14 Februari di luar kantor Bawaslu di Jakarta, Senin, 19 Februari 2024. (Foto: AP/Achmad Ibrahim)
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan saat unjuk rasa menentang dugaan kecurangan pemilu presiden 14 Februari di luar kantor Bawaslu di Jakarta, Senin, 19 Februari 2024. (Foto: AP/Achmad Ibrahim)

Berbagai dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 mendorong tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan 3 menyiapkan bukti untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Tim hukum dua pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan 3, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sedang berupaya mengumpulkan bukti-bukti terjadinya kecurangan yang oleh keduanya disebut bersifat terstruktur, sistematis dan masif – atau dikenal dengan sebutan TSM – dalam pelaksanaan Pemilu Presiden 2024. Seluruh bukti ini akan menjadi bahan gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Wakil Direktur Penegakan Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Jou Hasyim Waimahing, menyebut sejumlah bukti yang telah diverifikasi timnya, antara lain dugaan kecurangan pencoblosan surat suara yang dilakukan sebelum pemungutan suara yang terjadi di sejumlah wilayah seperti Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur dan Kabupaten Paniai, Papua Tengah. Selain itu, bukti-bukti dugaan pelanggaran administrasi dan etik juga akan dimasukan ke dalam konstruksi dalil permohonan yang akan diajukan ke MK.

Pengumpulan bukti-bukti untuk diajukan ke MK juga dilakukan oleh tim hukum Anies-Muhaimin. Ketua Bidang Hukum pasangan itu, Ari Yusuf Amir menyatakan pihaknya telah memverifikasi kurang lebih 100 bukti terkait kecurangan pemilu, seperti pencoblosan surat suara massal oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan mobilisasi kepala desa untuk memilih calon pasangan tertentu. Menurut Ari, pihaknya terus berkomunikasi dengan tim hukum paslon nomor urut 3

Pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan rekapitulasi nasional hasil pemilu tingkat kecamatan di Surabaya pada 18 Februari 2024. (Foto: AFP)
Pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan rekapitulasi nasional hasil pemilu tingkat kecamatan di Surabaya pada 18 Februari 2024. (Foto: AFP)

“Nanti kita buktikan di persidangan. Kami akan mengungkap fakta kecurangan ini dan niat yang sama adalah supaya Pemilu ini berintegritas dan menghasilkan Pemilu yang jujur,” ungkapnya.

Langkah Konstitusional

Pakar hukum tata negara di Universitas Andalas, Charles Simabura menilai langkah yang dilakukan kedua tim paslon itu merupakan langkah konstitusional yang harus dilakukan dan prosesnya harus dikawal bersama sehingga bisa membuka fakta-fakta sebenarnya termasuk fakta hukum.

Meskipun demikian ia meminta semua pihak menyadari risiko dan tantangannya karena MK telah memiliki “pakem” dalam menguji sengketa kecurangan pemilu seperti ini.

“Biasanya mahkamah akan selalu menguji berapa pergeseran suara secara kuantitatif akibat terjadinya pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis dan masif) itu. Namun demikian saya masih menaruh harapan agar misalnya MK juga masuk ke tahap, mungkin yang bersifat kualitatif, tidak hanya secara kuantitatif artinya betul-betul bisa menilai sebagai suatu proses yang panjang. Segala dalil-dalil kecurangan itu harus dinilai sebagai suatu rangkaian peristiwa,” ujarnya kepada VOA, Jumat (23/2).

Pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan saksi partai melakukan rekapitulasi hasil tabulasi di tingkat kecamatan di Jakarta pada 16 Februari 2024. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
Pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan saksi partai melakukan rekapitulasi hasil tabulasi di tingkat kecamatan di Jakarta pada 16 Februari 2024. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)

Berdampak pada Perolehan Suara?

Hal senada juga diungkapkan pakar hukum tata negara di Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah. Menurutnya, meski kedua kubu dapat membuktikan adanya kecurangan pemilu, pembuktian tersebut tidak akan berarti apa-apa jika tidak menimbulkan dampak terhadap hasil perolehan suara atau kemenangan Prabowo-Gibran.

Bukti gugatan harus mampu mempengaruhi perolehan suara kandidat lain dari 50 persen+1 menjadi lebih kecil. Menurutnya Undang Undang Pemilu menyatakan MK akan menerima gugatan sengketa hasil jika mempengaruhi hasil perolehan suara.

Dugaan Kecurangan Pemilu Berujung di Mahkamah Konstitusi?
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:52 0:00

Bukan hanya 50 persen+1, lanjutnya, tetapi juga minimal suara 20 persen dengan sebaran lebih dari setengah provinsi.

“Kalau kita hitung jumlah provinsi Indonesia 38, artinya setengahnya kan adalah 19. Lebih dari setengah berarti 20 minimal jadi kemenangan Prabowo itu lebih dari minimal 20 provinsi. Nah kalau pihak 01 dan 03 bisa membuktikan, misalnya ada kecurangan sehingga hasil suara sah dari 02 hanya 19 provinsi, tidak lebih setengah, maka MK bisa menganggap bahwa bisa mempengaruhi perolehan suara sehingga bisa dimintakan petitum putaran kedua. Jadi dua itu yang bisa difokuskan oleh 01 dan 03,” tambahnya.

Tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan 3 yakin bukti-bukti yang akan diajukan ke MK dapat mempengaruhi perolehan selisih suara.

"Gugatan Hukum Lebih Baik Dibanding Bicara Tanpa Bukti"

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Gibran, Afriansyah Noor, menilai apa yang akan dilakukan oleh kedua kubu tersebut lebih baik dibanding berbicara di media massa tanpa menampilkan bukti.

Proses penghitungan suara pemilihan presiden yang dilakukan saat ini masih berlangsung di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan. Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei memperlihatkan kemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan mencapai suara di atas 50 persen. [fw/em]

Forum

XS
SM
MD
LG