Tautan-tautan Akses

Studi: Dosis Pengobatan dengan Antibiotik pada Penderita Sinusitis Terlalu Berlebihan


FOTO ARSIP – Pemandangan umum kantor pusat Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Atlanta yang diambil tanggal 30 September 2014 (foto: REUTERS/Tami Chappell/Foto Arsip)
FOTO ARSIP – Pemandangan umum kantor pusat Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Atlanta yang diambil tanggal 30 September 2014 (foto: REUTERS/Tami Chappell/Foto Arsip)

Sebagian orang yang mendapatkan resep antibiotik untuk pengobatan sinusitis mendapat dosis pengobatan untuk 10 hari atau lebih meskipun kalangan dokter untuk penyakit infeksi merekomendasikan lima hingga tujuh hari untuk kasus-kasus yang sederhana, ujar sebuah studi di AS.

Kalangan peneliti menguji data sample yang mewakili perkiraan 3,7 juta orang dewasa yang mendapat pengobatan untuk sinusitis dan diberi pengobatan antibiotik pada tahun 2016. Secara keseluruhan 70 persen dari antibiotik dalam resep adalah untuk masa pengobatan selama 10 hari atau lebih, demikian temuan studi tersebut.

“Kapanpun antibiotik digunakan, mereka dapat menimbulkan efek samping dan menyebabkan resistensi pada antibiotik,” ujar penulis studi senior, Dr. Katherine Fleming-Dutra, wakil direktur pada Office of Antibiotic Stewardship yang berada di bawah U.S. Centers for Disease Control and Prevention di Atlanta.

“Inilah alasannya mengapa pentingnya penggunaan antibiotik hanya pada saat mereka dibutuhkan dan menggunakan antibiotik yang tepat untuk masa pengobatan efektif minimum,” ujar Fleming-Dutra lewat email.

Efek samping antibiotik yang biasa dijumpai termasuk di antaranya ruam, pening, mual, diare, dan infeksi ragi, ujarnya. Efek samping yang lebih serius dapat termasuk di antaranya reaksi alergi yang dapat menyebabkan kematian dan infeksi bakteri Clostridium difficile, yang dapat menyebabkan diare dan kerusakan parah pada usus besar dan kematian.

Resistensi terhadap antibiotik terjadi saat bakteri mengembangkan kemampuan untuk mengalahkan kemampuan obat yang dirancang untuk membasmi mereka dan membuat pengobatan terhadap infeksi lebih sulit.

​Pedoman yang relatif baru

Saat obat antibiotik diberikan untuk pengobatan infeksi sinus, hanya dibutuhkan terapi selama lima hingga tujuh hari untuk kasus-kasus yang sederhana, saat pasien mulai pulih dalam jangka waktu beberapa hari sejak memulai pengobatan dan saat tidak ada tanda-tanda apabila infeksi telah menyebar di luar sinus, menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA).

Pedoman ini relatif baru, namun, ada kemungkinan masa pemberian obat antibiotik untuk jangka waktu yang lebih panjang sebagaimana temuan dalam studi terjadi karena tidak semua dokter telah menerapkan rekomendasdi praktik yang baru ini, ujar Fleming-Dutra. Sebelum tahun 2012, IDSA merekomendasikan pengobatan antibiotik untuk infeksi sinus pada orang dewasa selama 10 hingga 14 hari.

Dalam studi tersebut, tak satupun pengobatan dengan penicillin atau tetracycline yang diberikan untuk jangka waktu 5 hari, dan hanya 5 persen dari resep penicillins, tetracyclines, atau fluoroquinolones yang diberikan untuk jangka waktu tujuh hari.

Saat kalangan peneliti mengesampingkan azithromycin, sebuah antibiotik yang tidak direkomendasikan untuk pengobatan infeksi sinus, mereka menemukan 91 persen dari seluruh pengobatan dengan antibiotik untuk infeksi sinus diberikan untuk jangka waktu 10 hari atau lebih.

Studi tersebut tidak mengkaji apakah atau bagaimana dampak masa pengobatan antibiotik pada infeksi sinus atu potensi dari efek samping yang ditimbulkannya.

Fokus para peneliti juga hanya pada infeksi sinus yang bersifat akut, dan dengan mengesampingkan beberapa kasus dimana tipe infeksinya tidak jelas, yang kemungkinan juga telah mengesampingkan kasus-kasus yang bersifat akut, demikian catatan tim studi dalam AMA Internal Medicine.

Selain itu juga ada kemungkinan dalam beberapa kasus, dokter yang memberi resep antibiotik untuk jangka waktu 10 hari atau lebih lama menginstruksikan kepada pasiennya untuk menghentikan konsumsi obat setelah lima hingga tujuh hari kecuali mereka masih merasakan gejala-gejala infeksi sinus tersebut, ujar Dr. Sharon Meropol, seorang peneliti pada Case Western Reserve University School of Medicine di Cleveland, Ohio, yang tidak berpartisipasi dalam studi ini.

Peralihan obat

Satu perangkap dari pendekatan ini adalah saat pemulihan pasien berjalan lambat, kemungkinan mereka terinfeksi oleh organisme yang resisten pada antibiotik yang diberikan, dan mereka dapat pulih lebih cepat apabila mereka beralih ke antibiotik yang berbeda ketimbang tetap mengkonsumsi antibiotik yang ada saat ini lebih lama, ujar Meropol lewat email.

“Pedoman pengobatan bakteri sinusitis akut yang ketinggalan jaman ditulis dengan keyakinan bahwa konsumsi antibiotik dalam durasi waktu yang lebih singkat, dimana apabila bakteri tidak dibasmi secara menyeluruh akan menimbulkan risiko infeksi yang lama, berulang, dan resisten terhadap antibiotik,” ujar Meropol.

“Namun rekomendasinya saat ini telah berubah karena studi yang dilakukan setelah itu menunjukkan justru hal sebaliknya yang benar – bahwa apabila pasien merespon pada pengobatan yang diberikan, jangka waktu pengobatan selama lima hingga tujuh hari aman dan bisanya sudah cukup memadai,” imbuh Meropol. “Jangka waktu pengobatan yang lebih lama biasanya tidak diperlukan.” [ww]

XS
SM
MD
LG