Tautan-tautan Akses

Diplomasi Digital, Alternatif Baru di Era Pandemi


Presiden Joko Widodo saat menghadiri KTT ASEAN virtual. (Foto: Courtesy/Biro Setpres)
Presiden Joko Widodo saat menghadiri KTT ASEAN virtual. (Foto: Courtesy/Biro Setpres)

Pandemi COVID-19 yang muncul sejak awal Maret tahun lalu telah mengubah cara hidup warga global termasuk dalam hal melaksanakan pekerjaan, seperti diplomasi. 

Beragam pembatasan mobilitas untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 sudah membuat pertemuan secara tatap muka beralih menjadi konferensi melalui virtual.

Dalam sambutannya saat membuka Konferensi Diplomasi Digital Internasional yang digelar secara virtual, Selasa (16/11), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan pandemi COVID-19 sudah mengubah cara negara-negara berdiplomasi dan membuat banyak orang lebih mengandalkan teknologi.

Menlu Retno LP Marsudi. (Foto: Courtesy/Biro Setpres)
Menlu Retno LP Marsudi. (Foto: Courtesy/Biro Setpres)

"Tentu saja selama pandemi (COVID-19) diplomasi dilakukan secara virtual segera terbukti hal itu berharga. Sekarang ini, para pemimpin dunia tidak mesti bepergian ke luar negeri untuk menghadiri pertemuan-pertemuan (internasional). Mereka dapat mengirim pidato telah direkam sebelumnya atau berpidato langsung secara virtual," kata Retno.

Retno mencontohkan bagaimana Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan pemungutan suara terhadap sebuah rancangan resolusi lewat surat elektronik. Covax melakukan koordinasi pengiriman hampir 450 juta dosis vaksin ke berbagai negara juga secara virtual.

Indonesia pun kini melakukan negosiasi melalui dunia maya untuk finalisasi CEPA (Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif) dengan Korea Selatan dan PTA (Perjanjian Perdagangan Preferensi) dengan Mozambik.

Keamanan dan Etika Sedianya Tetap Jadi Pertimbangan

Meskipun kebutuhan diplomasi digital akan terus meningkat, Retno menggarisbawahi bahwa diplomasi digital belum bisa sepenuhnya menggantikan diplomasi tatap muka. Gabungan antara diplomasi secara fisik dan digital atau diplomasi hibrid akan menjadi norma baru setelah pandemi COVID-19 berakhir. Semua negara harus bersiap menghadapi hal tersebut dan untuk itu ada sejumlah langkah yang harus diambil, terutama untuk tetap mempertahankan keamanan dan etika.

Retno mengatakan keamanan siber, privasi data, tata kelola internet harus mendapat perhatian untuk menciptakan kepercayaan pada diplomasi digital.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam pertemuan informal para menteri luar negeri ASEAN Ministerial Meeting (AMM) secara virtual, Rabu, 24 Juni 2020. (Foto: Kementerian Luar Negeri RI)
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam pertemuan informal para menteri luar negeri ASEAN Ministerial Meeting (AMM) secara virtual, Rabu, 24 Juni 2020. (Foto: Kementerian Luar Negeri RI)

Selain itu perlu upaya menjembatani kesenjangan diplomasi digital antar negara. Retno mengatakan tidak semua negara terbiasa dan mampu berdiplomasi secara digital. Karena itu, negara-negara berkembang mesti dibantu untuk memperkuat infrastruktur diplomasi digital mereka, mencakup pengembangan kapasitas dalam hal keahlian dan literasi digital, investasi dalam teknolgi digital yang terjangkau dan pembuatan platform online yang aman dan terlindungi.

Australia Rilis Strategi Teknologi Baru

Dalam Konferensi Diplomasi Digital Internasional, Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne sependapat bahwa pandemi COVID-19 telah mengubah cara orang bekerja. Ditambahkannya, semua orang, termasuk diplomat harus beradaptasi dengan perubahan gaya hidup ini.

"Dan mengandalkan media sosial untuk memelihara interaksi dengan para mitra Australia di dunia internasional dan masyarakat Australia. Perumusan kebijakan, termasuk kebijakan luar negeri untuk beberapa saat terganggu oleh berbagai pembatasan mobilitas tidak pernah diduga sebelumnya selama masa pandemi. Namun teknologi digital telah membantu untuk menerobos pembatasan-pembatasan tersebut," ujar Marise.

Menlu Australia Marise Payne dan Menlu RI Retno Marsudi (kanan) seusai penandatanganan nota kesepakatan (MOU) pakta pertahanan di kantor Kemenlu RI di Jakarta, 9 September 2021. (Kemlu RI)
Menlu Australia Marise Payne dan Menlu RI Retno Marsudi (kanan) seusai penandatanganan nota kesepakatan (MOU) pakta pertahanan di kantor Kemenlu RI di Jakarta, 9 September 2021. (Kemlu RI)

Marise menegaskan dunia siber dan teknologi digital telah menjadi prioritas utama dalam kebijakan luar negeri Australia. Karena itulah, dirinya telah menerbitkan International Cyber and Critical Technology Strategy pada April tahun ini.

Tujuan dari strategi itu, lanjut Marise, adalah mewujudkan Australia yang aman, terlindungi dan sejahtera, juga kawasan Indo Pasifik dan dunia. Australia juga mempunyai Strategi Ekonomi Digital yang bertujuan membuat Australia menjadi maju dalam perekonomian digital pada 2030.

Diplomasi Digital, Alternatif Baru di Era Pandemi
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:53 0:00

Marise mengakui diplomasi digital merupakan sarana yang berpengaruh tapi juga memiliki tantangan yang mesti dihadapi termasuk soal kronologi, akurasi dan penyebaran informasi dalam jumlah yang sangat banyak tiap hari. Karena itu, semua pihak perlu menyadari betapa bahayanya disinformasi dan misinformasi seperti mengenai pandemi COVID-19 dan vaksin. Disinformasi dan misinformasi harus dilawan dengan fakta dan transparansi. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG