Tautan-tautan Akses

Dari Pekanbaru ke AS: Riau Rhythm Tampilkan Sastra dan Musik Melayu


Untuk pertama kalinya Riau Rhythm yang berasal dari Pekanbaru, Riau melakukan tur ke AS (dok: Riau Rhythm)
Untuk pertama kalinya Riau Rhythm yang berasal dari Pekanbaru, Riau melakukan tur ke AS (dok: Riau Rhythm)

Kelompok Riau Rhythm yang berasal dari Pekanbaru Riau baru-baru ini tampil membawakan musik melayu di Amerika Serikat. Mereka berhasil menarik perhatian penonton lewat musik yang dimainkan dengan menggunakan berbagai alat musik tradisional Indonesia, seperti gambus dan calempong.

Belum lama ini kelompok musik Riau Rhythm tampil di Amerika Serikat. Walau sudah pernah tampil di luar negeri, termasuk di Eropa, India, dan Korea Selatan, ini merupakan pertama kalinya bagi kelompok musik melayu asal Pekanbaru, Riau ini menghibur warga internasional di tiga negara bagian di Amerika Serikat.

Riau Rhythm yang beranggotakan 8 orang tampil di negara bagian Illinois, New Jersey, dan New York (dok: Riau Rhythm)
Riau Rhythm yang beranggotakan 8 orang tampil di negara bagian Illinois, New Jersey, dan New York (dok: Riau Rhythm)

Berdiri sejak 22 tahun lalu, sebenarnya keinginan untuk manggung di Amerika sudah ada sejak tahun 2003.

“Kita sudah memberikan porto folio ke Amerika itu dari tahun 2003. Nah, sejauh itu kita selalu masuk dalam proses kuratorial,” jelas Rino Deza Pati, komposer sekaligus anggota dari Riau Rhythm.

Dua puluh tahun berlalu, akhirnya kelompok yang beranggotakan 8 personil ini diundang untuk tampil di Old Town School of Folk Music di Chicago, Illinois, Jersey City Theatre Centre di Newarks, New Jersey, dan New York.

“Ini merupakan tentunya sebuah berita yang baik ya, bagi kami, karena menjaga konsistensi untuk bisa terus masuk ke dalam pencapaian, dimana pusat seni pertunjukan di dunia itu di Amerika,” ujar Rino.

Untuk tur ke Amerika kali ini, Riau Rhythm membawa konsep musik hibrida yang unik, yang merupakan musik tradisional Indonesia yang dipadukan dengan nuansa music modern Amerika.

Dalam kesempatan yang sama Riau Rhythm juga mempromosikan album ke-8 mereka yang bertajuk “Awang Menunggang Gelombang,” yang mengangkat cerita mengenai ekspedisi dari penjelajah Ferdinan Magellan di abad ke-15. Mereka juga sempat mengangkat beragam sastra lisan dari Sumatra yang hampir punah, juga sastra Bugis dari Makasar mengenai mantra penjinak lautan.

“Ini menjadi bagian penting dan sejarah yang luar biasa bagi grup Riau Rhythm, yang sudah berdiri sejak 22 tahun ini.”

Perbedaan Kultur dan Bahasa

Merupakan tantangan tersendiri bagi Riau Rhythm saat harus menampilkan musik dan bahasa yang berbeda kepada publik Amerika. Walau sempat mempresentasikan sinopsis di awal penampilan mereka di panggung, namun, penonton juga dintantang untuk memahami makna yang ingin disampaikan melalui musik.

Riau Rhythm menyajikan musik melayu dengan alat-alat musik tradisional yang mereka bawa langsung dari Indonesia (dok: Riau Rhythm)
Riau Rhythm menyajikan musik melayu dengan alat-alat musik tradisional yang mereka bawa langsung dari Indonesia (dok: Riau Rhythm)

“Sebelum berangkat itu kita memberikan beberapa konsep-konsep yang sepertinya orang awam atau bahkan orang yang bukan di luar culture-nya sendiri itu bisa merasakan, ‘oh, ternyata lagu ini menceritakan tentang ini,’” ujar Rino.

Perjalanan Riau Rhythm ke Amerika ini juga memberikan kejutan bagi warga Amerika dengan menghadirkan kebudayaan Indonesia yang berbeda. Jika kebudayaan Jawa dan Bali kerap ditampilkan memalui berbagai institusi di Amerika, kini adalah giliran Riau Rhythm untuk memperkenalkan budaya yang jarang ditampilkan.

“Di Amerika kalau ya, seperti gamelan itu kan sudah sangat terkenal, karena di Amerika sendiri sudah ada gamelan institute. Nah, kita mencoba menyumbang, bahwa Indonesia ini ternyata ada bagian lain. Ada Sumatra, ada Kalimantan, ada Timur gitu,” jelas Rino.

Bawa Instrumen 150 Kg

Dona Dyah Kusumawardhani yang tinggal di Chicago, Illinois berkesempatan untuk menyaksikan penampilan Riau Rhythm untuk pertama kalinya. Menurutnya, ini merupakan “kesempatan yang berharga sekali,” juga bagi para penonton internasional, mengingat musik melayu khas Indonesia jarang diperkenalkan di Amerika, jika dibandingkan dengan musik dangdut atau pop.

“Menurut saya sangat keren Riau Rhythm membawakan beberapa alat musik yang sangat jarang dibawakan oleh kebanyakan band, khususnya di Amerika, seperti calempong dan gambus, yang merupakan alat musik tradisional di Indonesia,” ujar Dona kepada VOA.

Dona Dyah Kusumawardhani bersama Riau Rhythm di Chicago, Illinois (dok: Riau Rhythm)
Dona Dyah Kusumawardhani bersama Riau Rhythm di Chicago, Illinois (dok: Riau Rhythm)

Memang untuk perjalanan ke Amerika kali ini, Riau Rhythm membawa berbagai alat musik khusus yang mencapai berat 150 kg. Mereka juga membawa biola yang dimaikan dengan gaya melayu, serta gambang, alat tradisional yang berasal dari abad ke-15 dan kerap “dipakai setiap ada upacara.”

Dengan mengenakan kostum bercorak melayu dan membawa tanjak Riau untuk merepresentasikan kebudayaan melayu, Riau Rhythm menyajikan music yang unik, yang berhasil membuat para penonton merinding dan terkejut.

“Anda selama 22 tahun, kemana aja? Kok enggak pernah mempertunjukkan di (AS)? Itu menjadi hal yang menarik. Mereka sangat surprise bahwa ada satu karya yang menurut mereka ini rock, namun tidak rock seperti yang di industri dan ini musik tradisi, tapi tidak setradisi yang mereka dengar gitu,” jelas Rino.

Dari Pekanbaru ke AS: Riau Rhythm Tampilkan Sastra dan Musik Melayu
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:04:45 0:00

Nilai Lebih Musik Tradisional

Musisi Indonesia, Ulung Tanoto yang juga adalah Music and Artistic Director untuk kelompok Indonesian Kids Performing Arts atau IKPA di Washington, D.C. pun memiliki pendapat yang sama mengenai antusiasme, sekaligus ketertarikan warga internasional terhadap musik-musik tradisional yang kerap ditampilkan di Amerika.

Ulung Tanoto, Music and Artistic Director untuk Indonesian Kids Performing Arts di Washington, D.C. (dok: Ulung Tanoto)
Ulung Tanoto, Music and Artistic Director untuk Indonesian Kids Performing Arts di Washington, D.C. (dok: Ulung Tanoto)

Sama seperti Riau Rhythm, bersama IKPA, Ulung kerap menampilkan perpaduan antara musik tradisional Indonesia dan musik barat.

“Penonton Amerika itu antusias sekali untuk penyajian-penyajian musik yang ada unsur-unsur kultural gitu. Iya lebih-lebih daripada kayak misalnya jazz, pop gitu kan sudah biasa ya mereka," jelas Ulung kepada VOA.

"Saya juga pernah ketemu dengan musisi yang lain itu juga bilangnya, kalau misalnya di Amerika ini, kalau misalnya mau menarik minat, itu justru pakai unsur tradisi, apalagi untuk musisi-musisi imigran,” tambahnya.

Ulung Tanoto, Music and Artistic Director untuk Indonesian Kids Performing Arts di Washington, D.C. (dok: Ulung Tanoto)
Ulung Tanoto, Music and Artistic Director untuk Indonesian Kids Performing Arts di Washington, D.C. (dok: Ulung Tanoto)

Ulung menambahkan unsur-unsur tradisional dalam musik bisa menjadi nilai lebih saat ditampilkan di panggung internasional.

“Selalu bangga sama jati diri kitalah. Dan itu justru menjadi nilai lebih di mata internasional. Jadi kalau misalnya mungkin cuman di Indonesia aja mungkin kurang berasa ya, tapi kalau udah go international, itu akan bisa jadi nilai yang kuat,” kata Ulung.

Untuk kedepannya Riau Rhythm berencana untuk melakukan tur lagi ke Amerika dengan durasi yang lebih panjang, dengan tujuan untuk mempresentasikan Indonesia secara lebih luas lagi. [di/ab]

Forum

XS
SM
MD
LG