Tautan-tautan Akses

China: Larangan TikTok akan “Gigit Balik” AS


Pemerintah China memperingatkan bahwa rencana pelarangan untuk aplikasi berbagai video TikTOk, “mau tidak mau akan menggigit balik Amerika Serikat”. (Foto: Reuters)
Pemerintah China memperingatkan bahwa rencana pelarangan untuk aplikasi berbagai video TikTOk, “mau tidak mau akan menggigit balik Amerika Serikat”. (Foto: Reuters)

Pemerintah China pada Rabu (13/3) memperingatkan bahwa rencana pelarangan untuk aplikasi berbagai video TikTOk, “mau tidak mau akan menggigit balik Amerika Serikat”. Sementara DPR AS akan melakukan pemungutan suara terkait rencana ini pada Rabu.

DPR AS mengusulkan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan memaksa aplikasi tersebut memutus hubungan dengan perusahaan pemiliknya di China, atau akan dilarang beroperasi di AS.

RUU tersebut, sejauh ini merupakan ancaman paling besar yang diterima aplikasi berbagi video tersebut. TikTok memiliki popularitas tinggi di seluruh dunia. Namun, menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerintah dan pejabat-pejabat keamanan terkait kepemilikannya oleh perusahaan China dan potensi kepatuhannya kepada Partai Komunis di Beijing.

Menjelang pemungutan suara tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin mengecam rencana pelarangan oleh pemerintah AS.

Logo aplikasi TikTok dalam sebuah ilustrasi yang diambil, 22 Agustus 2022. (Foto: REUTERS/Dado Ruvic)
Logo aplikasi TikTok dalam sebuah ilustrasi yang diambil, 22 Agustus 2022. (Foto: REUTERS/Dado Ruvic)

“Meskipun Amerika Serikat tidak pernah menemukan bukti bahwa TikTok mengancam keamanan nasionalnya, pemerintah AS tidak berhenti untuk menekan Tiktok,” kata dia.

“Perilaku intimidasi semacam ini tidak akan berhasil dalam persaingan yang sehat, mengganggu aktivitas bisnis normal perusahaan-perusahaan, merusak kepercayaan diri investor internasional di lingkungan investasi, dan merusak aturan ekonomi internasional dan perdagangan yang normal,” tambah dia.

“Pada akhirnya, langkah ini pasti akan menggigit balik ke AS sendiri,” Wang melanjutkan kecamannya.

Pemungutan suara kemungkinan akan dilakukan pada Rabu pagi waktu AS, dan diperkirakan akan dengan mudah diloloskan dalam sebuah momen langka dua partai besar, di tengah iklim politik yang terpecah di Washington.

Namun nasib RUU ini belum jelas di Senat, di mana sejumlah figur kunci menolak untuk mengambil langkah drastis terhadap aplikasi yang sangat populer dengan 170 juta pengguna di AS itu.

Presiden Joe Biden sendiri akan menandatangani RUU ini, yang dikenal sebagai “Melindungi Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Musuh Asing”, menjadi UU jika sampai ke meja kerjanya, kata Gedung Putih.

TikTok bersikukuh membantah tuduhan memiliki kaitan apapun dengan pemerintah China dan telah melakukan restrukturisasi perusahaan, sehingga data dari pengguna di AS tetap berada di dalam negeri, kata perusahaan tersebut. CEO TikTok, Shou Zi Chew, berada di Washington, mencoba untuk mencari dukungan untuk menghentikan RUU itu.

China: Larangan TikTok akan “Gigit Balik” AS
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:56 0:00

“Legislasi terakhir ini yang terburu-buru dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan tanpa dilakukan dengar pendapat publik, menimbulkan keprihatinan konstitusional yang serius,” tulis Wakil Presiden TikTok, Michael Beckerman dalam sebuah surat kepada para pendukung RUU tersebut, yang dibaca AFP.

Sementara di AS, anggota parlemen dari kedua partai besar mengatakan, aplikasi ini menimbulkan ancaman keamanan nasional.

JIka disetujui, RUU ini akan memberikan waktu bagi aplikasi video pendek yang dimiliki perusahaan ByteDance tersebut, selama enam bulan untuk melakukan divestasi saham, atau mereka akan menghadapi larangan beroperasi secara nasional.

Logo perusahaan induk TikTok, ByteDance, terlihat di Beijing, China, 10 Februari 2022. (Foto: Reuters)
Logo perusahaan induk TikTok, ByteDance, terlihat di Beijing, China, 10 Februari 2022. (Foto: Reuters)

ByteDance juga mengatakan, tidak jelas, apakah pemerintah China akan menyetujui sebuah bentuk divestasi. Persetujuan itu diperlukan oleh perusahaan induk TikTok, untuk melakukan langkah tersebut. Di sisi lain, ByteDance juga tidak menjelaskan, apakah divestasi saham bisa dilakukan dalam waktu enam bulan.

Anggota DPR dari Partai Demokrat, Maxwell Frost adalah salah satu anggota parlemen yang menggelar konferensi pers pada Selasa untuk menolak RUU itu.

“Saya sangat prihatin dengan data kita yang dikumpulkan dan disalahgunakan oleh musuh asing dan juga perusahaan domestik. Tapi RUU ini tidak akan menyelesaikan persoalan itu,” kata dia.

Casey Fiesler, professor ilmu informasi di Universitas Colorado, dan juga seorang pengguna setia TikTok, mempertanyakan apakah perhatian utama terhadap aplikasi telah mengaburkan gambaran yang lebih besar, terkait privasi data dan potensi manipulasi di industri ini.

“Jika TikTok bisa melakukan divestasi di China, jika bisa, misalnya, kemudian dibeli oleh sebuah perusahaan teknologi dari AS, saya masih ingin tetap melihat adanya sejumlah regulasi yang bermakna, karena saya memiliki perhatian yang sama terhadap perusahaan teknologi Amerika, sepertinya halnya saya mengkhawatirkan TikTok,” kata dia.

“Satu hal yang menurut saya sangat penting disini adalah bahwa kita memikirkan, bagaimana memitigasi sejumlah persoalan ini dan risikonya, tanpa benar-benar merusak sisi baiknya, dimana itu hanya bisa terjadi jika platform itu sepenuhnya dilarang,” tambah dia.

RUU ini akan memberi waktu 165 hari kepada ByteDance untuk mendivestasi saham TikTok. Jika perusahaan itu gagal melakukan itu, kios aplikasi yang dioperasikan oleh Apple, Google dan layanan lain secara resmi tidak boleh menawarkan TikTok, atau menyediakan layanan hosting web ke aplikasi yang dikelola oleh ByteDance tersebut. [ns/ab]

Forum

XS
SM
MD
LG