Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: Kantor Berita China Sebut Unjuk Rasa Pro-Rusia 'Suara Nurani' Rakyat AS


Sejumlah pengunjuk rasa membawa bendera nasional Ukraina saat melakukan protes menentang perang Rusia di Ukraina, menandai peringatan pertama agresi skala penuh Rusia, di Bukares, Rumania, 24 Februari 2023. (Foto: Andreea Alexandru/AP)
Sejumlah pengunjuk rasa membawa bendera nasional Ukraina saat melakukan protes menentang perang Rusia di Ukraina, menandai peringatan pertama agresi skala penuh Rusia, di Bukares, Rumania, 24 Februari 2023. (Foto: Andreea Alexandru/AP)
Li Jingjing

Li Jingjing

Wartawan CGTN

“Karena media arus utama Barat tidak memberitakan aspirasi (rakyat) yang sesungguhnya, di acara saya ini, saya akan menunjukkan kepada Anda suara dari gerakan antiperang.”

Menyesatkan

Televisi milik Beijing, China Global Television Network (CGTN) pada 3 Maret 2023 menayangkan siaran wawancara dengan seorang emigran Amerika Serikat (AS), Nick Brana dari Chili. Dalam tayangan itu, sang pewara Li JingJing mewawancarai Brana yang merupakan pendiri Partai Gerakan untuk Rakyat, partai gurem yang sesungguhnya tidak terkenal.

Partai Gerakan untuk Rakyat yang didirikan Brana tersebut adalah salah satu pelaksana unjuk rasa pro-Rusia yang digelar pada 19 Januari di Washington, DC. Saat itu, ratusan orang berkumpul di Lincoln Memorial, banyak peserta yang mengibarkan bendera Rusia dan mengenakan pakaian bertanda huruf "Z" – simbol yang diperkenalkan Moskow dalam operasi perang di Ukraina.

Para penyelenggara, yang sebagian adalah pekerja media pemerintah Rusia menyebut acara itu sebagai “Kegusaran terhadap mesin perang.” Namun anehnya mereka justru menyalahkan Barat yang dituding sebagai dalang atas agresi Rusia di Ukraina.

Sejumlah tuntutan yang mereka suarakan tak ubahnya mirip dengan propaganda utama politik Rusia yang di antaranya mendesak AS menghentikan dukungannya untuk Ukraina. Selain itu, demonstrasi yang diklaim sebagai gerakan rakyat itu juga menuntut pembubaran Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang beranggotakan 30 negara, dan Badan Intelijen Pusat AS (CIA).

Kembali ke tayangan CGTN, dalam wawancara tersebut sang penyiar Li JingJing membahas soal isu unjuk rasa itu dengan Brana. Ia mengatakan para demonstran "ingin mengirim pesan yang jelas kepada para penghasut perang: 'Berhentilah mendorong dunia ke arah Perang Dunia III.'"

Kremlin sering kali menggaungkan isu ancaman perang dunia ketiga yang bertujuan untuk menciptakan kekhawatiran dan membatasi dukungan Barat untuk Ukraina.

Li menambahkan, “Karena media arus utama Barat tidak memberitakan aspirasi yang sesungguhnya, di acara saya ini, saya akan menunjukkan kepada Anda suara dari gerakan antiperang.”

Uraian Li tentang berbagai faksi, dan para tokoh politik marjinal di balik demonstrasi "Kegusaran terhadap Mesin Perang" sebagai "suara nurani" dalam masyarakat AS atau debat antiperang adalah hal yang menyesatkan.

Apa yang disebut sebagai unjuk rasa "antiperang" adalah gerakan yang melawan upaya Barat untuk membantu Ukraina dalam mempertahankan diri, bukan malah menentang agresi Rusia.

Selama kemunculannya, Brana terus membahas agenda politik Rusia, termasuk klaim palsu bahwa AS mengorganisasi kudeta di Ukraina pada 2014; bahwa perang Ukraina dipicu oleh aksi ekspansi NATO; bahwa AS berjanji kepada Uni Soviet bahwa NATO tidak akan berkembang; dan bahwa “perekonomian Rusia berjalan cukup baik” meskipun “cukup menderita” akibat hujan sanksi yang dirancang untuk menghukum Rusia karena mempertahankan diri dari ekspansi NATO.”

Banyak orator di ajang unjuk rasa itu yang diduga memiliki hubungan erat dengan pemerintah Rusia, baik secara keuangan ataupun memang dipekerjakan oleh Kremlin.

Pembicara-pembicara tersebut termasuk Garland Nixon, Wyatt Reed, Chris Hedges, dan Tara Reade, yang memang bekerja atau secara regular berkontribusi untuk lembaga penyiaran pemerintahan Rusia seperti Sputnik dan RT.

Unjuk rasa tersebut menarik lebih banyak ideologi dan gerakan politik pinggiran, termasuk pendukung Lyndon LaRouche, seorang aktivis politik AS yang percaya konspirasi. Ia adalah kandidat presiden yang gagal yang sering kali dikultuskan oleh kelompoknya.

Beberapa pengunjuk rasa tampak mengibarkan bendera Rusia atau Soviet, sebagai ungkapan simpati kepada Presiden Rusia Vladimir Putin dan perang Rusia di Ukraina.

Salah satu penyelenggara unjuk rasa, The Center for Political Innovation, "meminta maaf" kepada panitia karena mengibarkan bendera Rusia di acara "mendukung Rusia melawan imperialisme AS.” Di akun twitternya mereka berkicau: "Kami tidak bermaksud memaksakan politik kami secara tidak tepat."

Anggota kelompok itu sebelumnya mengenakan simbol "Z" untuk menunjukkan dukungan atas invasi ke Ukraina. Simbol Z sendiri digunakan Moskow untuk mengidentifikasi pihaknya dalam perang di Ukraina.

Molly Conger, seorang jurnalis, peneliti antifasis, dan aktivis yang menghadiri unjuk rasa tersebut, mencuit bahwa "faksi-faksi yang terorganisasi di sini lebih pro-Rusia daripada antiperang."

Partai Libertarian, yang membantu mensponsori acara tersebut, mencatat bahwa "beberapa pembicara membuat pernyataan yang bertentangan langsung dengan tesis inti dari acara tersebut" yaitu, para pembicara yang menyatakan dukungan mereka terhadap perang Rusia melawan Ukraina.

Contohnya adalah, Jackson Hinckle yang menggambarkan diri sendiri sebagai "Komunis MAGA.” Ia mengaku mendukung "operasi militer khusus" Rusia di Ukraina.

Scott Ritter yang sebelumnya dijadwalkan menjadi pembicara dalam acara itu akhirnya batal diundang. Mantan inspektur senjata PBB yang dipermalukan dan kontributor reguler RT itu mengatakan bahwa dia tidak antiperang, dan menganalogikan Ukraina sebagai "anjing gila" yang harus ditembak.

XS
SM
MD
LG