Tautan-tautan Akses

Bunuh Diri Dengan Bantuan Dokter Di California Meningkat


ARSIP – Foto yang diambil tanggal 23 Oktober 2013 dari dokter terkemuka pendukung euthanasia di Belgia, Wim Distelmans, berbicara di Wemmel, Belgia (foto: AP Photo/Geert Vanden Wijngaert, Arsip)
ARSIP – Foto yang diambil tanggal 23 Oktober 2013 dari dokter terkemuka pendukung euthanasia di Belgia, Wim Distelmans, berbicara di Wemmel, Belgia (foto: AP Photo/Geert Vanden Wijngaert, Arsip)

Para pejabat kesehatan California melaporkan hari Jumat bahwa 374 penderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan telah melakukan bunuh diri tahun lalu dengan obat yang diresepkan oleh dokter.

Departemen kesehatan publik California mengatakan 577 orang pasien mendapat obat untuk bunuh diri tahun lalu, tapi tidak semua menggunakannya.

Peraturan yang mulai diberlakukan pertengahan tahun 2016 itu memungkinkan orang dewasa minta obat untuk mengakhiri kehidupan apabila dokter menentukan bahwa dia akan meninggal dalam enam bulan atau kurang, karena penyakit yang dideritanya.

Dalam enam bulan setelah UU itu disahkan, 111 orang meninggal dengan cara itu.

Dari 374 pasien yang meninggal tahun lalu, 90 persen berumur lebih dari 60 tahun, 95 persen punya asuransi kesehatan dan 83 persen tinggal di rumah perawatan atau hospis.

Undang-undang yang mengatur bunuh-diri-dengan-bantuan-dokter itu disahkan di California setelah Brittany Maynard, 29 tahun, yang menderita kanker otak, terpaksa pindah ke negara bagian Oregon tahun 2014 supaya ia bisa mengakhiri hidupnya disana.

Oregon adalah negara bagian pertama yang mengizinkan apa yang disebut “Death with Dignity” bagi orang-orang yang penyakitnya tidak bisa disembuhkan.

Bunuh-diri-dengan bantuan dokter juga legal di Colorado, Montana, Vermont, Washington dan Washington DC, ibukota Amerika.

Para pengecam mengatakan undang-undang itu mendorong pengambilan keputusan yang tergesa-gesa dan terjadinya kesalahan diagnosis.

Kebanyakan orang yang mendapat resep dokter seperti itu berpendidikan universitas dan telah mendapat perawatan hospis, karena rumah sakit biasa tidak bisa lagi mengobati penyakit mereka.

Ashley Cardenas, direktur lembaga yang bernama Compassion and Choices mengatakan, ini “membantah klaim oleh para penentangnya, bahwa pasien yang menggunakan obat bunuh diri itu adalah orang-orang yang tidak berpendidikan dan tidak punya pilihan lain. [ii]

XS
SM
MD
LG