Tautan-tautan Akses

BPPTK Sosialisasikan Peta Kawasan Bencana Baru Pasca-Letusan Merapi


Seorang pria melewati sebuah gedung sekolah yang hancur di Cangkringan akibat letusan Gunung Merapi, Oktober lalu.
Seorang pria melewati sebuah gedung sekolah yang hancur di Cangkringan akibat letusan Gunung Merapi, Oktober lalu.

Sebagai respon terhadap meluasnya bahaya Gunung Merapi, BPPTK telah mengeluarkan dan mensosialisaikan Peta Kawasan Rawan Bencana baru.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, secara resmi telah mengeluarkan Peta Kawasan Rawan Bencana pasca-letusan Gunung Merapi akhir tahun 2010 lalu. BPPTK telah mulai melakukan sosialisasi peta ini kepada pemerintah kabupaten-kabupaten di sekitar Merapi, seperti Sleman di DIY, dan Magelang, Boyolali serta Klaten di Jawa Tengah.

Secara umum, menurut Kepala BPPTK, Subandriyo, peta yang baru ini memuat perluasan daerah rawan bencana di sisi selatan Gunung Merapi. Daerah rawan bencana rata-rata ditetapkan sepanjang 7-8 kilometer dari puncak. Khusus di tepi sungai Gendol, kawasan bencana ditetapkan sejauh 15 kilometer, karena awan panas letusan Merapi tahun 2010 di daerah ini menjangkau jarak itu.

Pengungsi Merapi di salah satu tempat penampungan (11/17). Sebagian warga hingga kini masih mengungsi karena rumah mereka hancur akibat bencana.
Pengungsi Merapi di salah satu tempat penampungan (11/17). Sebagian warga hingga kini masih mengungsi karena rumah mereka hancur akibat bencana.

Subandriyo mengatakan, "Yang baru adalah ada perluasan kawasan rawan bencana yang ke arah selatan, revisi ini untuk mengakomodasi perluasan akibat awan panas 2010.”

Peta Kawasan Rawan Bencana Merapi yang baru ini tentu saja membawa konsekuensi tidak ringan. Ribuan warga yang sebelumnya tinggal di lereng Merapi sisi selatan dipastikan harus direlokasi atau berpindah tempat tinggal. Tetapi menurut Subandriyo, keputusan untuk melakukan relokasi atau tidak diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah setempat.

Subandriyo mengatakan, “Rekomendasi kita secara umum bahwa Kawasan Rawan Bencana III itu tidak direkomendasikan untuk hunian tetap. Untuk selanjutnya, peta Kawasan Rawan Bencana itu menjadi terlarang atau tidak itu menjadi kewenangan kabupaten.”

Kepala Desa Kepuharjo, Kabupaten Sleman, Heri Suprapto mengaku warganya secara umum dapat menerima, apabila pemerintah daerah memutuskan untuk melakukan relokasi. Sejak lama sebenarnya warga sudah was-was melihat aktivitas Merapi, apalagi dalam letusan tahun 2006 yang lalu, awan panas sudah menjangkau dusun Kinahrejo sebagai dusun paling dekat dengan Merapi.

"Warga kami memang sebagian yang di Kaliadem sadar, bahwa sejak dulu mreka sudah masuk jalur merah. Dengan kejadian tahun 2010, kami menjadi semakin yakin bahwa di situ seharusnya memang tidak ditempati hunian secara pernamen," ujar Heri Suprapto.

Heri Suprapto menambahkan, dirinya dan warga kini sedang bermusyawarah mengenai di mana mereka akan tinggal nantinya. Mewakili warganya, dia hanya berharap, kawasan yang kini telah hancur tetap menjadi hak milik mereka, dan bisa dijadikan kebun atau persawahan. Data pemerintah DIY menyebutkan, letusan Merapi akhir tahun 2010 yang lalu, telah menghancurkan lebih dari 2.600 rumah. Ribuan korban hingga kini masih tinggal di sejumlah pusat-pusat pengungsian, terutama di Kabupaten Sleman.

XS
SM
MD
LG