Tautan-tautan Akses

BNPB Tetapkan Masa Tanggap Darurat Tsunami 14 Hari


Tim penyelamat mengangkut jenazah korban tsunami di Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten, hari Selasa (25/12).
Tim penyelamat mengangkut jenazah korban tsunami di Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten, hari Selasa (25/12).

Jumlah korban tsunami di Selat Sunda terus merangkak naik. Hingga Selasa sore, korban meninggal di lima kabupaten terdampak sudah mencapai 429 orang. BNPB menetapkan masa tanggap darurat selama 14 hari.

Jumlah korban tsunami yang menghantam kawasan pesisir pantai barat Banten dan pantai selatan Lampung Sabtu malam (22/12) terus bertambah. Dalam jumpa pers di kantornya di Jakarta, Selasa (25/12), Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan jumlah korban meninggal sudah 429 orang, sementara korban luka-luka mencapai 1.485 orang.

"Sampai dengan hari ini, total 429 orang meninggal, 1.485 orang luka-luka, 154 orang hilang, 16.082 orang mengungsi," kata Sutopo.

Sementara itu kerusakan fisik yang tercatat mencakup 882 rumah, 73 hotel dan vila, 60 warung, 434 perahu dan kalap, 24 kendaraan roda empat, 41 kendaraan roda dua, satu dermaga, serta satu tempat perlindungan.

Polisi dan tim penyelamat terus mencari korban tsunami di sela-sela reruntuhan bangunan dengan menggunakan anjing pelacak di Rajabasa, Lampung Selatan, Selasa (25/12).
Polisi dan tim penyelamat terus mencari korban tsunami di sela-sela reruntuhan bangunan dengan menggunakan anjing pelacak di Rajabasa, Lampung Selatan, Selasa (25/12).

Kerusakan paling parah terjadi di Kabupaten Pandeglang, di mana jumlah dari seluruh korban yang meninggal, 290 orang tercatat di kabupaten ini. Demikian pula di Lampung Selatan, di mana 108 orang meninggal.

"Oleh karena itu, ditetapkan untuk Kabupaten Pandeglang, masa tanggap darurat adalah 14 hari, terhitung 22 Desember 2018 sampai dengan 4 Januari 2019. Sedangkan untuk di Lampung Selatan tujuh hari, yaitu 23 Desember 2018 sampai dengan 29 Desember 2018," tambah Sutopo.

Masa Tanggap Darurat 14 Hari

Sutopo menekankan masa tanggap darurat di Pandeglang dan Lampung Selatan itu bisa saja diperpanjang tergantung dari perkembangan situasi dan kondisi di lapangan. Ditambahkannya, wakil gubernur Banten dan Lampung serta para bupati selalu aktif membimbing rapat koordinasi dalam masa penanganan darurat. Pemerintah pusat, BNPB, Badan SAR Nasional ikut mendampingi.

Status bencana tsunami di pesisir Banten dan Lampung itu adalah bencana kabupaten dan bukan bencana nasional.

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan perkembangan peristiwan tsunami yang terjadi di Banten dan Lampung Selatan di kantornya, Selasa (25/12). (VOA/Fathiyah)
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan perkembangan peristiwan tsunami yang terjadi di Banten dan Lampung Selatan di kantornya, Selasa (25/12). (VOA/Fathiyah)

Sutopo mengakui sampai saat ini daerah terdampak masih belum semuanya dijangkau oleh petugas evakuasi, terutama di kecamatan Sumur yang berlokasi di ujung Pandeglang. Akses ke daerah tersebut terputus karena banyak jalan dan jembatan rusak akibat hantaman tsunami. Di kecamatan itu terdapat tujuh desa, tetapi baru satu desa yang dapat dijangkau tim evakuasi, yang langsung mendirikan rumah sakit lapangan.

Fokus Utama Masa Tanggap Darurat adalah Evakuasi Korban

Fokus utama dalam masa tanggap darurat adalah pencarian dan penyelamatan korban, penanganan korban luka, penanganan pengungsi, perbaikan darurat sarana dan prasarana umum. BNPB telah memberikan bantuan dana operasional untuk aktivasi posko di Pandeglang sebesar Rp 500 juta, juga bantuan logistik dan helikopter.

Lebih dari 2.000 personel TNI dan Polri telah dikerahkan untuk penanganan bencana tsunami, tetapi operasi dinilai baru berlangsung lebih cepat jika ada tambahan alat berat, bahan kebutuhan sehari-hari untuk pengungsi, layanan kesehatan, dan sebagainya.

TNI Angkatan Laut juga ikut mencari korban tsunami yang hanyut di tengah laut. Sutopo mengaku baru menerima informasi dari KRI Teluk Cirebon, yang berhasil menemukan tiga mayat di tengah laut.

Mariniri Indonesia dikerahkan untuk mencari korban tsunami (25/12). Lebih dari 2.000 personel TNI dan Polri telah dikerahkan untuk penanganan bencana tsunami.
Mariniri Indonesia dikerahkan untuk mencari korban tsunami (25/12). Lebih dari 2.000 personel TNI dan Polri telah dikerahkan untuk penanganan bencana tsunami.

Indonesia Belum Punya Peringatan Dini Tsunami Akibat Longsor Bawah Laut

Sutopo menegaskan tidak ada peringatan dini sebelum tsunami menghantam pesisir selatan Banten dan Lampung tersebut. Alasannya, Indonesia memang tidak memiliki sistem peringatan dini tsunami yang dipicu oleh longsor di bawah laut dan erupsi gunung api, sehingga masyarakat tidak ada kesempatan untuk evakuasi.

Sedangkan sistem peringatan dini tsunami yang dipicu gempa tektonik sudah dimiliki oleh Badan Meterorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Begitu ada gempa, kurang dari lima menit BMKG segera menyampaikan informasi kepada publik mengenai peringatan dini tsunami yang langsung terkoneksi dengan media, pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga terkait.

Sutopo menegaskan tidak ada yang mengira letusan Gunung Anak Krakatau menyebabkan longsoran bawah laut dan memicu terjadinya tsunami. Karena itu, dia berharap ke depan Indonesia dapat memiliki sistem peringatan dini tsunami yang dipicu oleh longsoran bawah laut dan letusan gunung api.

Biaya Pemeliharaan Buoy Sangat Kecil, Hampir Semua Kini Tak Berfungsi

Menurut Sutopo, Indonesia mempunyai 22 buoy peringatan dini tsunami akibat gempa, yang sebagian diantaranya merupakan bantuan dari pemerintah Amerika, Jerman dan Malaysia. Hampir seluruh buoy itu tidak lagi beroperasi karena vandalisme. Biaya pemeliharaan yang ada pun sangat kecil, padahal buoy itu merupakan bagian dari sistem peringatan dini tsunami di Indonesia.

Sebuah buoy pendeteksi tsunami yang dipasang di perairan Sumatera pada 2007 silam (foto: ilustrasi).
Sebuah buoy pendeteksi tsunami yang dipasang di perairan Sumatera pada 2007 silam (foto: ilustrasi).

Menurut Sutopo, Indonesia memiliki 127 gunung api aktif atau 13 persen dari total gunung api aktif di dunia. Sepanjang sejarah, 90 persen tsunami di Indonesia dipicu oleh gempa dan sepuluh persen lainnya akibat longsoran bawah laut dan letusan gunung api.

Peneliti Utama Geoteknologi di Lembaga Ilmu Pengetahui Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawijaya mengatakan pemerintah saat ini harus segera melakukan sosialisasi secara masif, berkelanjutan dan menyeluruh kepada masyarakat tentang mitigasi bencana. Selain itu pemerintah juga harus mulai memberlakukan konstruksi tahan gempa.

"Karena, sampai sekarang peraturan pembangunan rumah penduduk di Indonesia tidak terkena aturan harus tahan gempa. Jadi, harus kesadaran sendiri kan susah," ujar Danny. [fw/em]

XS
SM
MD
LG