Menyeduh teh adalah bagian dari rutinitas harian Farhana Javed. Namun minuman sederhana ini menjadi semakin mahal. Teh adalah simbol melonjaknya harga pangan di Pakistan.
"Harga terlalu tinggi. Dulu kami minum tiga cangkir teh sehari, tetapi sekarang bahkan satu cangkir saja sulit dilakukan. Teh dan susu sangat mahal. Begitu juga sayur mayur. Harga semua barang naik dan terus naik. Biaya makan naik empat kali lipat. Kami terus banting tulang," sebutnya.
Seorang menteri dalam pemerintahan Pakistan yang baru terpilih menuai kritik karena memohon agar rakyat negara itu mengurangi minum teh. Menteri Perencanaan Ahsan Iqbal mendesak warga agar mengurangi konsumsi teh menjadi satu atau dua cangkir saja sehari untuk membantu menghemat biaya impor.
Pakistan adalah salah satu importir teh top dunia. Pemerintah harus mengeluarkan sekitar $600 juta dolar dari cadangan tunai mata uang asing (hard currency) di bank sentral untuk impor teh setiap tahun.
Teh adalah minuman berkafein pilihan bangsa itu. Satu orang Pakistan diyakini meminum rata-rata setidaknya tiga cangkir teh sehari.
Perdana Menteri Shahbaz Sharif, yang mulai menjabat pada April setelah Imran Khan digulingkan dalam mosi tidak percaya, telah berjanji akan memperbaiki ekonomi yang sedang sakit. Ia berjanji akan memenuhi persyaratan yang ditetapkan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam upaya menghidupkan lagi paket dana talangan (bail out) $6 miliar.
Dalam perdagangan Rabu (15/6) mata uang Pakistan, rupee, anjlok ke rekor terendah terhadap dolar Amerika. Menurut bank sentral, satu dolar Amerika setara 206 rupee.
Kalangan pakar mengingatkan bahwa Pakistan harus mengurangi ketergantungan pada impor untuk menstabilkan nilai mata uang. Jibran Sarfaraz, pedagang di Bursa Efek Pakistan, mengatakan nilai rupee akan terus merosot sampai pemerintah berhasil menghidupkan kembali paket bailout dengan IMF. [ka/uh]