Tautan-tautan Akses

AS Tepis Kritik Irak atas Serangan Udara


Demonstran Irak membakar bendera AS di Kota Basra, di selatan Irak, 30 Desember 2019. Mereka memprotes serangan udara AS terhadap brigadi Hizbullah dekat Al-Qaim.
Demonstran Irak membakar bendera AS di Kota Basra, di selatan Irak, 30 Desember 2019. Mereka memprotes serangan udara AS terhadap brigadi Hizbullah dekat Al-Qaim.

Amerika Serikat (AS) membela penggunaan serangan udara pada Minggu (29/12) untuk menarget milisi yang didukung Iran di Irak dan Suriah. AS juga memperingatkan mungkin akan menyerang lagi, meski ada kecaman dari pejabat tinggi Irak dan ancaman baru dari milisi itu.

"Kami tidak akan membiarkan Iran lolos dengan menggunakan kekuatan proksi untuk menyerang kepentingan Amerika," ujar seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri kepada wartawan pada Senin (30/12). Dia menggambarkan serangan itu bersifat defensif.

Serangan udara Amerika menarget fasilitas penyimpanan senjata, lokasi komando dan kendali Kataeb Hezbollah di seluruh Irak dan Suriah timur. Serangan itu menewaskan sedikitnya 25 orang dan melukai puluhan lainnya.

Pejabat-pejabat Amerika mengatakan serangan itu sebagai tanggapan atas serangan roket ke pangkalan militer Irak pada Jumat (27/12), menewaskan seorang kontraktor pertahanan Amerika. Pejabat-pejabat mengatakan bukti menunjukkan, tidak diragukan lagi bahwa Kataeb Hizbullah yang bertanggung jawab.

Serangan itu memicu kemarahan dan kritik pejabat tinggi Irak.

Pada Senin (30/12), Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengutuk serangan itu, memperingatkan dalam pernyataan bahwa tindakan Amerika tidak bisa diterima dan "akan memiliki konsekuensi berbahaya."

Pernyataan pemerintah Irak lebih lanjut menghukum Amerika, menggambarkan serangan itu sebagai "pelanggaran terang-terangan" terhadap kedaulatan Irak, serta aturan yang mengatur "tujuan dan prinsip" koalisi pimpinan Amerika di Irak untuk melawan dan mengalahkan Kelompok teror ISIS.

Pejabat-pejabat Amerika menepis kritik itu, dan sebaliknya menyalahkan Irak karena mengizinkan proksi Iran beroperasi sesuka hati di negara mereka, meskipun ada 11 serangan seperti itu terhadap Amerika dan pasukan koalisi dalam dua bulan ini.


Pejabat-pejabat Amerika juga mengkritik pejabat Irak karena tidak bertindak lebih keras terhadap kegiatan Kataeb Hezbollah. Apakah mereka terlibat pengiriman pasukan milisi ke Suriah untuk berperang atas nama Presiden Suriah Bashar al-Assad atau menarget demonstran Irak.

Sementara itu, Irak dan Amerika bersiap menghadapi kekerasan tambahan.

Kataeb Hezbollah, bagian milisi yang diakui negara dan beroperasi di Irak, dikenal sebagai Pasukan Mobilisasi Rakyat (PMF), membantah bertanggung jawab atas serangan pada Jumat (27/12) yang menewaskan kontraktor Amerika. Namun PMF memperingatkan akan ada respons.

Menteri Luar Negeri Iran pada Senin juga mengutuk serangan udara itu, menyebut mereka "kasus terorisme yang nyata."

Sejak Mei, Amerika telah mengirim 14 ribu pasukan tambahan ke Timur Tengah, bersama sistem pertahanan udara dan rudal serta kemampuan pengintaian tambahan. Pengiriman pasukan sebagai tanggapan atas apa yang dinilai para pejabat sebagai ancaman yang berkembang dari Iran dan proksinya.

Pejabat Amerika juga memperingatkan mereka berencana menerapkan sanksi ekonomi tambahan terhadap Iran tahun depan, dan mengatakan, "Masalah ekonomi dan kesulitan Iran akan bertambah pada 2020," kata seorang pejabat. [ka/ft]

XS
SM
MD
LG