Tautan-tautan Akses

AS, Jepang Desak KTT G20 di Turki Bahas Ekonomi China


Seorang investor berdiri di depan papan monitor yang menunjukkan harga-harga saham di Shanghai, China (2/9). Bursa-bursa saham domestik China telah anjlok hampir 40 persen sejak pertengahan Juni.
Seorang investor berdiri di depan papan monitor yang menunjukkan harga-harga saham di Shanghai, China (2/9). Bursa-bursa saham domestik China telah anjlok hampir 40 persen sejak pertengahan Juni.

Amerika dan Jepang mendesak pihak berwenang keuangan global dan para gubernur bank sentral agar menjadikan ekonomi China sebagai fokus utama pembicaraan G20 akhir pekan ini di Turki.

Gejolak pasar saham dan devaluasi nilai mata uang yuan di China bulan lalu mengguncang bursa-bursa global dan pasar komoditas dalam beberapa minggu ini. Bursa-bursa saham domestik China telah anjlok hampir 40 persen sejak pertengahan Juni, dan lalu diperparah oleh sejumlah data perekonomian yang suram.

Hari Selasa (1/9), menteri keuangan Jepang mengatakan penting untuk memahami isu-isu struktural dibalik apa yang sedang terjadi dan menyerukan “debat blak-blakan di ajang G20 tentang apa yang sedang terjadi dalam perekonomian China.”

Seorang pejabat Amerika juga meminta China agar “menjelaskan secara hati-hati kebijakan mereka kepada pihak-pihak di pasar keuangan.”

Himbauan semacam itu tidak lazim, menurut ekonom senior Raymon Yeung pada ANZ di Hong Kong.

“Mungkin ini adalah pertama kalinya negara-negara lain ingin China menjelaskan langkah apa yang telah mereka ambil terkait reformasi keuangan, misalnya mengenai perubahan nilai tukar mata uang,” kata Yeung. “Tetapi, menurut saya, bukanlah hal yang lazim di skala internasional untuk mewajibkan sebuah negara menjelaskan hal tersebut,” kata Yeung.

China telah berusaha mengurangi ketergantungan pada ekspor dalam menopang ekonominya dan berubah menjadi negara yang menggiatkan konsumsi rakyat. Meskipun proses transisi itu tertatih-tatih, para pejabat China berkeras situasinya masih terkendali.

Sejumlah langkah baru-baru ini – seperti devaluasi yuan dan upaya besar-besaran untuk memperlambat anjloknya pasar saham –memicu pertanyaan apakah China memang berkomitmen melakukan reformasi pasar. Terkait devaluasi yuan, sejumlah pihak curiga China hanyalah bertujuan memacu ekspor.

Oh Ei Sun, pakar senior pada S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, mengatakan China sedang berhati-hati menyeimbangkan antara mengembangkan ekonomi pasar bebas dengan ekonomi bebas yang memiliki khas China.

Peter Drysdale, profesor ekonomi pada Universitas Nasional Australia, mengatakan konferensi G20 tahun depan di Hangzhou mungkin merupakan ajang lebih baik bagi forum internasional itu untuk merinci berbagai strategi reformasinya.

Pertemuan itu, kata Drysdale, akan menjadi kesempatan penting bagi China untuk mengambil banyak langkah penting.

Recommended

XS
SM
MD
LG